E11 - Menginap

1K 57 7
                                        

Jungkook berdiri di kamar mandi mencoba menenangkan dirinya. Ia menatap bayangan dirinya di cermin, melihat seorang pria yang tampak berantakan-bukan hanya secara fisik, tetapi juga emosional. Di balik sorot matanya yang redup, ada perasaan sedih yang ia sendiri tak ingin akui.

"Sial!" Jungkook mengumpat sambil memukul wastafel marmer dengan keras, melepaskan sedikit dari amarah yang menggunung. Tangannya masih berlumuran darah akibat pecahan kaca, tapi tubuhnya yang dikuasai alkohol membuatnya mati rasa, bahkan terhadap luka parah sekalipun.

Ia menyalakan keran, menangkup air ke kedua tangan yang penuh luka, lalu membasuh wajahnya. Saat melihat bercak merah di wajahnya, barulah Jungkook menyadari bahwa tangannya terluka lebih parah dari yang ia kira.

Ia mengerutkan alis, menghela napas panjang sebelum membasuh tangannya, mencoba menghilangkan noda darah yang menetes ke wastafel, menciptakan jejak samar merah di permukaan putih itu.

Suara langkah lembut terdengar dari belakang, dan tiba-tiba nama Jungkook dipanggil dengan pelan.

"Jungkook."

Jungkook menoleh dan mendapati Jimin berdiri di ambang pintu, wajahnya tampak cemas. Saat Jimin melihat darah yang menetes di wastafel, ekspresinya langsung berubah menjadi panik. Air mata jatuh di pipinya, suara isaknya terdengar lirih di dalam ruangan yang sepi ini.

"Hiks... hiks..." Jimin mulai menangis tersedu, usahanya mengusap air mata sia-sia karena tangisannya semakin menjadi.

Jungkook yang melihat itu seketika tergerak. Ia buru-buru menghampiri Jimin, menundukkan dirinya agar bisa menatap Jimin dari dekat, mencoba menenangkannya.

"Astaga, Hyung. Lo kenapa nangis?" tanyanya dengan cemas, tangannya dengan lembut memeriksa wajah Jimin, takut kalau-kalau ada sesuatu yang menyakitinya.

Namun, Jimin hanya menatapnya, air matanya masih berlinang. Dengan nada suara yang lirih, ia berkata, "Kookie, apa kamu sesedih itu?" Mata doe-nya yang basah menatap Jungkook dalam, penuh dengan kekhawatiran dan simpati.

Jungkook merasa tenggorokannya seakan tersumbat. Ia menggenggam bahu Jimin "Ga gitu, Hyung. Please, jangan nangis..." ucapnya, mencoba menghapus air mata Jimin dengan ibu jarinya. Melihat Jimin menangis malah membuatnya semakin merasa bersalah.

Jimin mempoutkan bibirnya, suaranya terdengar seperti keluhan kecil. "Hiks, Eunha jahat banget udah bikin Kookie sedih..." gumamnya, lalu mengalihkan pandangan pada tangan Jungkook yang terluka. Jemari halusnya menyentuh tangan Jungkook dengan lembut, seolah mencoba meredakan rasa sakit di sana.

Jungkook akhirnya menyadari kesalahpahaman itu. Jimin mengira semua ini karena Eunha. Ia tahu ia harus segera menjelaskannya agar Jimin tak lagi menangis.

"Gue gini bukan karena Eunha kok, jadi jangan nangis lagi, hm?" Jungkook berkata lembut, mencoba meyakinkan Jimin. Ia menggenggam tangan Jimin yang sedang menyentuh luka di tangannya, lalu menciumnya pelan. "Gue ikut sedih kalo ngelihat lo nangis gini..."

Jimin seketika berhenti menangis dan digantikan dengan rona merah di wajahnya. Ia tak menyangka bahwa Jungkook akan mencium tangannya secara tiba-tiba. Jimin secara spontan tersenyum, matanya menyiratkan rasa penasaran yang polos. "Terus kenapa kamu sedih gini, Kook?"

Jungkook menahan napas sejenak, mencoba menutupi apa yang sesungguhnya ia rasakan. "Gue sama sekali gak sedih. Gue cuma mabuk, dan ini cuma kebiasaan gue saat mabuk," jawabnya dengan nada ringan.

Mendengar jawaban itu, Jimin mengangguk pelan. "Ohh, jadi gitu." Lalu, dengan nada lembut, ia melanjutkan, "Kamu pulang aja kalo gitu. Kamu udah terlalu mabuk."

Jungkook hanya bergumam sebagai jawaban, lalu tanpa berkata apa-apa, ia menyenderkan kepalanya ke bahu Jimin. Harum parfum Jimin yang segar dengan aroma jeruk tercium jelas, memberikan Jungkook rasa tenang. Secara perlahan, Jungkook menelusukkan wajahnya lebih dalam ke leher Jimin.

The Queen Bee (Jikook)/(Kookmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang