Jungkook keluar dari ruangan itu dengan langkah cepat, napasnya sedikit tertahan. Rasa sakit berdenyut di dahinya yang baru saja terkena lemparan benda keras dari ayahnya. Ia merasakan basah di sisi keningnya. Ketika tangannya menyentuh area itu, jari-jarinya ternoda darah.
Sekretaris ayahnya, seorang wanita paruh baya yang selalu tampak profesional, berdiri tak jauh dari pintu. Tatapan matanya terkejut saat melihat darah di dahi Jungkook. "Astaga, tuan muda, Anda terluka!" serunya dengan nada cemas.
Jungkook berhenti sejenak, menoleh ke arah sekretaris itu. "Ga masalah. Ini cuma luka kecil," ucapnya dingin.
Namun sekretaris itu sudah bergegas mendekatinya, menyerahkan beberapa lembar tisu. "Setidaknya, tolong bersihkan dulu lukanya. Anda perlu memeriksakan ini ke rumah sakit."
Jungkook mengambil tisu itu tanpa banyak bicara, menekannya ke luka di dahinya untuk menghentikan pendarahan. "Gaperlu. Gue bisa ngurus ini sendiri," katanya singkat, sebelum melangkah menuju lift di ujung lorong.
Lorong itu terasa sunyi, hanya suara langkah sepatunya yang menggema di marmer mewah itu. Saat Jungkook masuk ke dalam lift dan menekan tombol menuju lantai dasar, ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Namun, lift baru sampai di lantai 15 ketika pintu itu terbuka, memperlihatkan seseorang yang sangat dikenalnya.
"Jimin Hyung?" Jungkook sedikit terkejut. Di depannya, Jimin berdiri dengan tampilan formal yang sangat rapi. Jas abu-abu tua yang pas di tubuhnya membuatnya terlihat seperti sosok eksekutif yang berwibawa. Di samping Jimin berdiri seorang wanita muda, sekretaris pribadinya, yang membawa tablet dan beberapa dokumen tebal.
"Oh, Jungkook!" Jimin tersenyum lebar saat melihatnya. "Aku nggak nyangka kita bakal ketemu di sini."
Jungkook langsung tersenyum, rasa lelah dan sakit di dahinya untuk sesaat terlupakan. "Kamu ngapain di sini, Hyung?" tanyanya penuh penasaran.
Jimin melangkah masuk ke lift bersama sekretarisnya. "Aku lagi ada urusan bisnis. Hari ini aku ngewakilin Daeyoung Group untuk pertemuan sama Soonyang Group."
"Proyek baru itu, ya?" Jungkook langsung menebak, matanya sedikit berbinar.
"Iya, yang soal kolaborasi di bidang proyek produksi kapal," jawab Jimin santai, sembari melirik layar tablet yang dipegang sekretarisnya.
Jimin adalah pewaris tunggal Daeyoung Group. Namun, saat ini, pamannya, Park Sangjin, menjabat sebagai presiden direktur, mengisi posisi tersebut sejak kematian ayah Jimin 12 tahun lalu.
Meskipun diakui sebagai calon penerus, Jimin dianggap terlalu muda untuk memimpin. Namun, dalam tiga tahun terakhir, ia membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang cerdas dan ambisius, terlibat dalam proyek-proyek besar perusahaan.
Masih berbincang-bincang, Jimin akhirnya menyadari ada sesuatu yang aneh. Seketika ia menoleh kembali ke Jungkook, matanya langsung menangkap tisu yang ditekan Jungkook di dahinya. Darah samar masih terlihat di sisi keningnya.
"Kook, dahi kamu kenapa?" tanya Jimin dengan nada khawatir, ekspresi santainya berubah seketika.
Jungkook terdiam, lalu buru-buru menjauhkan tisu itu dari pandangan Jimin. "Nggak apa-apa kok, Hyung. Cuma kecelakaan kecil," katanya sambil menyembunyikan luka itu.
Namun Jimin tidak mudah dibohongi. Ia menangkup wajah Jungkook, memperhatikannya lebih serius. "Astaga, Jungkook. Itu bukan luka kecil!" suaranya sedikit meninggi, membuat sekretarisnya melirik ke arah mereka dengan rasa ingin tahu.
"Serius Hyung aku gapapa. Bahkan darahnya udah berenti," Jungkook mencoba meredakan kekhawatiran Jimin.
Jimin menghela napas panjang, menggeleng pelan. "Kamu harusnya hati-hati. Apapun yang terjadi, kesehatan kamu yang paling penting." Ia melanjutkan, "Ayo ikut aku. Aku obatin luka kamu dulu." Ucap Jimin dengan penuh perhatian.
Sesampainya di lantai dasar, Jimin menarik tangan Jungkook untuk mengikutinya. Mereka berjalan menuju mobil BMW elegan milik Jimin yang diparkir di area VIP. Suasana parkir terasa sunyi, hanya terdengar suara langkah sepatu mereka yang bergema di ruang yang luas.
Jungkook duduk di kursi belakang, sedikit ragu. Ia menyandarkan tubuhnya dengan tangan masih memegang tisu di dahinya. Jimin membuka bagasi belakang dan mengambil kotak P3K kecil yang tersimpan rapi.
"Lepas tisu itu," kata Jimin dan Jungkook menurut.
Jimin membuka kapas, menuangkan antiseptik, dan mulai membersihkan luka Jungkook dengan hati-hati. Sentuhan tangan itu terasa dingin, namun penuh kehati-hatian. Jungkook meringis kecil ketika kapas menyentuh kulitnya, tetapi Jimin hanya menatapnya sekilas.
"Diem aja. Aku belum selesai." Jimin berucap sambil mengerutkan kening, fokus pada pekerjaannya.
Jungkook tak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikan wajah Jimin yang begitu dekat dengannya. Rambut pirangnya membuat Jimin terlihat seperti malaikat, garis wajahnya cantik dan halus, dan juga bibir plum itu sedikit manyun karena terlalu serius. Napas Jimin terasa hangat di wajah Jungkook, membuat detak jantungnya semakin cepat.
Setelah membalurkan salep ke luka itu, Jimin meniup pelan area yang sudah diobati, membuat rasa dingin menyebar di dahi Jungkook. "Lebih baik, kan?" Jimin tersenyum kecil, namun terhenti ketika menyadari tatapan intens Jungkook.
Jungkook menatap Jimin dalam diam, ia tak berkedip sedikitpun. Wajah Jimin begitu dekat, hingga setiap detailnya terlihat sempurna. Di detik itu, Jimin juga tak bisa mengalihkan pandangannya dari Jungkook. Ia teringat malam panas yang pernah mereka lalui. Ingatan itu menyeruak begitu kuat, membuat tenggorokannya tercekat.
Jimin menelan ludah, pandangannya turun ke bibir Jungkook yang tampak kering namun menggoda. Tanpa sadar, mereka berdua saling mendekat, perlahan, seolah gravitasi menarik mereka satu sama lain. Mata mereka saling bertemu untuk terakhir kali sebelum jarak itu benar-benar lenyap.
Perlahan, bibir mereka akhirnya bersentuhan. Awalnya lembut, seperti sentuhan ringan yang nyaris tak terasa. Namun dalam hitungan detik, ciuman itu berubah menjadi sesuatu yang lebih intens. Jungkook merasakan bibir plum Jimin menyesap bibirnya, terasa lembut namun memabukkan.
Tangan Jimin yang semula sibuk memegang kapas kini turun ke sisi wajah Jungkook, menyentuh kulitnya perlahan. Jari-jarinya bergerak ke sepanjang garis rahang Jungkook, membuat pria itu bergidik. Jungkook balas menyentuh pinggang Jimin, lalu menariknya lebih dekat. Ia dapat merasakan ketegangan di balik jas formal yang Jimin kenakan.
Ciuman mereka lama-lama semakin dalam. Lidah Jungkook menerobos masuk menyapa lidah Jimin, membelit dan menyesapnya dengan cukup agresif. Saliva hangat menetes perlahan melintasi leher jenjang Jimin, hingga meninggalkan jejak yang tak kasat mata. Suara mesum itu menjadi satu-satunya bunyi yang mengisi keheningan. Jungkook beralih menggoda bibir bawah Jimin, menggigitnya lembut hingga menimbulkan geli dan perih tipis, cukup untuk membuat sang empu tersentak kecil.
Jungkook merasakan panas menjalar ke seluruh tubuhnya, membuatnya lupa akan dunia luar hingga ia hanya bisa memikirkan Jimin-aroma tubuhnya, rasa manis samar di bibirnya, dan bagaimana tubuh mereka bergulat panas. Ia seakan tak ingin berhenti mencium bibir manis itu.
Namun Jimin perlahan menarik diri, sekadar memberi mereka ruang untuk bernapas. Matanya tetap tertuju pada Jungkook. Namun bibirnya yang sedikit basah karena ciuman itu membuat Jungkook sulit mengalihkan pandangan.
"Jungkook..." Jimin berbisik, suaranya nyaris tak terdengar. Namun, sebelum ia bisa melanjutkan, Jungkook menatapnya dengan intens, menariknya kembali lebih dekat.
"Biarkan aku memuaskan mu lagi, Sayang," bisik Jungkook dengan suara rendah, hampir seperti permohonan.
Siap-siap next chapter full NC😉
Jangan lupa support aku dengan cara vote dan komen ya! Thanks💜

KAMU SEDANG MEMBACA
The Queen Bee (Jikook)/(Kookmin)
FanficPark Jimin, dikenal sebagai "The Queen Bee" di HYBE University, adalah sosok yang diidamkan banyak pria, terutama karena pesona dan daya tariknya yang sempurna. Namun, di balik wajah manisnya, Jimin adalah tokoh antagonis yang licik dan kejam. Apa p...