Jungkook meraih jaketnya dengan cepat, hampir merobeknya dalam kepanikan. Tangannya gemetar saat ia meraih ponsel yang masih terhubung ke panggilan itu. Suara di seberang terdengar mendesak, membuatnya semakin gelisah.
"Lisa sekarang ada di Jangsan. Ada seseorang yang mengincarnya."
Jungkook membeku sejenak. Pikirannya langsung berputar. Jangsan? Apa mungkin dia berusaha sembunyi di sana?
"Apa?! Hyung?! Gimana kamu melindunginya? Jangan sampai dia kenapa-kenapa!" bentaknya panik. Ia menekan tombol lift berulang kali, seolah itu bisa membuatnya bergerak lebih cepat. Begitu pintu terbuka, ia langsung berlari keluar menuju parkiran.
Sesaat setelah mesin mobil menyala, Jungkook menginjak pedal gas dalam-dalam. Mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi menuju Jangsan-daerah pegunungan di Busan.
Tangan Jungkook mencengkeram setir erat, buku-buku jarinya memutih. Jika sesuatu terjadi pada Lisa, maka semua rencananya untuk menjatuhkan Jimin akan sia-sia.
"Siapa yang sedang membantu Jimin sekarang?" pikirnya. Seoulgi? Yoongi? Atau orang lain?
"Sial!" Jungkook mengumpat, tangannya memukul setir.
Empat jam perjalanan terasa seperti seumur hidup. Lelah? Ya, tapi ia tak peduli. Saat ia semakin mendekati daerah pegunungan, hujan mulai turun, menambah kesulitan malam ini.
Jalanan basah dan licin, ditambah lagi dengan kabut yang mulai menyelimuti wilayah itu. Jungkook memperlambat laju mobilnya sedikit, tapi pikirannya tetap fokus.
Semakin lama, langit semakin gelap, dan hujan tak juga reda. Ia mengusap wajahnya kasar, mencoba mengusir rasa khawatir yang mulai menyerang. Dia tak bisa berhenti. Tidak sekarang.
Tatapannya sesaat berpindah ke luar jendela. Cahaya dari lampu-lampu kecil di pinggir tebing menjadi satu-satunya panduan yang membantunya tetap di jalurnya. Namun, di tengah fokusnya yang penuh, tiba-tiba...
Suara klakson berbunyi keras.
Mata Jungkook melebar. Lampu dari kendaraan yang melaju berlawanan arah menyilaukan pandangannya. Ia tersentak, buru-buru memutar setir untuk menghindar.
Hampir saja.
Namun, sebelum ia sempat menarik napas lega-
Brak!
Jungkook tersentak ke depan saat benturan keras menghantam bagian belakang mobilnya. Tubuhnya menghantam kursi dengan keras.
Matanya melirik ke kaca spion. Sebuah sedan hitam melaju di belakangnya-dan jelas, mobil itu mengincarnya.
"Apa-apaan ini?!"
Tanpa pikir panjang, Jungkook menginjak gas lebih dalam, mencoba mempercepat laju mobilnya. Namun, sedan hitam itu tak menyerah.
Brak!
Satu lagi benturan keras membuat tubuh Jungkook terhentak. Setir mulai terasa sulit dikendalikan.
Tidak. Tidak sekarang.
Ia mencoba menstabilkan mobilnya, tapi jalan yang licin membuatnya kehilangan kontrol. Ban mobilnya selip, bergeser ke arah luar jalur.
Dan saat itulah, Jungkook sadar.
Ia tak bisa menyelamatkan dirinya kali ini.
Brak!
Benturan terakhir menghantam mobilnya dengan kekuatan penuh. Jungkook merasakan gravitasi menariknya ke bawah. Mobilnya menabrak pembatas jalan-
Lalu jatuh ke arah tebing yang curam.
Gelap.
Dingin merayap di seluruh tubuhnya. Darah mengalir dari pelipisnya, bercampur dengan tetesan air hujan yang jatuh dari langit.
Jungkook mengerjap pelan, napasnya tersengal. Pandangannya kabur, tapi ia bisa melihat langit hitam di atas sana melalui kaca depan mobil yang pecah. Pecahan kaca berserakan di sekelilingnya, beberapa bahkan menancap di kulitnya.
Di kejauhan, suara petir menggema di langit, seolah mengiringi kesadarannya yang perlahan memudar.
Perih. Dingin. Lelah.
Kelopak matanya semakin berat. Pandangannya mulai gelap kembali.
Dan akhirnya, segalanya lenyap.
~🌸~
Jimin menutup telepon dengan ekspresi puas. Senyum tipis tersungging di wajahnya saat kabar yang ia tunggu akhirnya tiba-Taehyung telah menjalankan tugasnya dengan baik.
"Seharusnya lo ga milih jalan ini, Jungkook," gumamnya pelan.
Jungkook kini terbaring dalam kondisi kritis. Kecelakaan itu nyaris merenggut nyawanya, tapi takdir tampaknya belum selesai mempermainkan pria itu. Sudah tiga hari sejak ia koma, terjebak dalam batas tipis antara hidup dan mati.
Jimin meraih jaketnya, bersiap mengunjungi orang yang dulu pernah ia anggap sebagai obsesinya.
Sementara itu, di tempat lain, Taehyung tengah berada di kantor polisi, menjalani interogasi. Ia mengambil alih semua kesalahan milik Jimin dan menjadi kambing hitam yang sempurna.
Namun sebelum Jimin sempat melangkahkan kaki keluar, suara ketukan terdengar di pintu apartemennya. Ia mengernyit. Tidak ada yang biasanya datang ke tempatnya tanpa pemberitahuan.
Dengan sedikit kesal, ia membuka pintu.
Di baliknya, berdiri Yoongi.
"Lo ngapain di sini?" tanya Jimin, nada suaranya acuh, jelas sekali mengandung ketidaksukaan.
Tanpa merespon, Yoongi melangkah masuk dengan santai, lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu.
"Aku mau ambil hadiah yang udah kamu janji in."
Jimin menghela napas, lalu duduk di seberang. Matanya mengunci tatapan pria itu.
"Dan apa yang lo mau?" tanyanya, mencoba membaca ekspresi Yoongi yang sulit ditebak.
Jimin menyandarkan punggungnya ke sofa, menatap Yoongi yang duduk santai di depannya.
Lalu, tanpa ragu, ia membuka mulutnya dan mengucapkan sesuatu yang membuat Jimin terhenyak.
"Jimin. Aku mau kamu nikah sama aku."
Jimin terdiam beberapa detik sebelum akhirnya tertawa kecil, seakan baru saja mendengar lelucon paling konyol. Namun, saat melihat ekspresi Yoongi yang sama sekali tidak berubah, tawanya mereda.
"Nikah? Lo udah gila ya?" Ia menatap pria itu tak percaya.
Jimin bangkit dari duduknya, hendak melangkah pergi. Namun, sebelum sempat menjauh, tangan Yoongi mencengkeram pergelangan tangannya dengan erat.
"Kamu udah janji, Jimin," suara Yoongi terdengar menuntut. Ia tak ingin mendengar penolakan hari ini.
Jimin mendengus sinis. Ia menepis tangan Yoongi dengan kasar. "Gue bisa kabulin sesuatu yang masuk akal. Bukan ini!"
Yoongi tetap di tempatnya, tapi rahangnya mengeras. Ekspresi santainya mulai memudar, digantikan dengan sesuatu yang lebih gelap. Tanpa peringatan, ia bangkit dan menarik Jimin ke dalam pelukannya.
Jimin berusaha melepaskan diri, tapi Yoongi lebih kuat. Nafas hangat pria itu terasa di dekat telinganya saat ia berbisik pelan, "Jimin. Kamu ga akan mau bermusuhan sama aku."
Jimin berdecak. Rasa jijik dan marah bercampur dalam dirinya. Dengan satu gerakan kuat, ia mendorong tubuh Yoongi hingga terlepas dari genggamannya.
"Dasar gila!"
Tanpa menoleh lagi, Jimin melangkah pergi, meninggalkan Yoongi sendirian di ruang tamunya.
Yoongi menatap kepergiannya dengan tatapan marah, tangannya mengepal di sisi tubuhnya.
"Kamu ga memberiku pilihan lain, Sayang," gumamnya pelan, dengan senyum samar yang mulai terukir di wajahnya.
Jangan lupa support aku dengan cara vote dan komen ya! Thanks💜
KAMU SEDANG MEMBACA
The Queen Bee (Jikook)/(Kookmin)
Fiksi PenggemarPark Jimin, dikenal sebagai "The Queen Bee" di HYBE University, adalah sosok yang diidamkan banyak pria, terutama karena pesona dan daya tariknya yang sempurna. Namun, di balik wajah manisnya, Jimin adalah tokoh antagonis yang licik dan kejam. Apa p...
