Didn't Know (1)

419 42 14
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Taman belakang kampus itu tidak ramai seperti biasanya. Mahasiswa-mahasiswi tampak terburu-buru mengejar kelas terakhir atau sekadar mencari tempat makan. Tetapi di bangku kayu panjang yang menghadap kolam kecil, duduklah seorang gadis yang tak tergesa, tidak gelisah, hanya menunggu. Sejak sepuluh menit lalu.

Park Jihyo mengecek ponselnya untuk ketiga kalinya. Tidak ada pesan masuk. Tapi ia tetap menunggu.

Angin sore yang sejuk menerbangkan helaian rambut panjangnya yang dikuncir rendah. Ia membenahi jaket cokelatnya, menggigil sedikit, dan menatap lurus ke arah jalan setapak.

Dan di sanalah dia, Jeon Jungkook. Dengan rambut acak-acakan, jaket hitam yang terlalu santai untuk udara sejuk seperti ini, dan dua gelas kopi di tangannya.

"Maaf, aku agak telat. Tadi antreannya panjang," katanya sambil duduk di samping Jihyo.

"Aku mulai curiga kalau kau sengaja membuatku menunggu setiap hari," ujar Jihyo datar, meski senyumnya tidak bisa disembunyikan.

Jungkook menyodorkan segelas kopi. "Yang ini tanpa gula, kan? Sesuai permintaan."

"Kau ingat?" tanya Jihyo terkejut.

"Sedikit-sedikit. Kau menyebutnya saat wawancara klub sastra dua minggu lalu."

Jihyo diam, mengalihkan tatapannya ke kolam. Dua minggu. Itu kali pertama mereka berbicara. Jungkook adalah fotografer untuk buletin kampus, dan Jihyo anggota baru klub sastra. Wawancara itu singkat hanya beberapa pertanyaan ringan, beberapa tawa, dan satu tatapan yang terlalu dalam untuk disebut biasa.

Sejak saat itu, ia mencari-cari Jungkook. Mengatur waktu agar "kebetulan" keluar dari kelas saat pria itu lewat. Menghafal kebiasaannya. Ia menyukai cara Jungkook bicara tenang, tidak melebih-lebihkan. Juga senyum yang hanya muncul sesekali, tapi cukup untuk membuat jantungnya tak karuan.

"Apa kau sering ke taman ini?" tanya Jungkook tiba-tiba.

Jihyo mengangguk. "Tempat paling tenang di kampus. Aku suka diam di sini, memperhatikan orang-orang lewat. Berpura-pura jadi tokoh utama dalam cerita fiksi."

"Jadi kau membayangkan orang-orang sebagai karakter?"

"Ya. Kadang, aku juga menulis tentang mereka."

"Dan aku?" Jungkook menatapnya. "Pernah kau tulis?"

Pertanyaan itu membuat Jihyo tertawa kecil, gugup. "Kau? Mungkin."

"Mungkin?"

"Ada satu cerita tentang fotografer kampus yang selalu datang membawa kopi untuk seorang gadis yang sedang jatuh cinta."

Jungkook menoleh. "Oh? Lalu bagaimana akhir ceritanya?"

"Aku belum tahu," jawab Jihyo pelan. "Mungkin bergantung pada apakah si fotografer menyadarinya atau tidak."

Jungkook diam. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran bangku, menatap langit yang mulai memerah.

"Jadi, kau percaya pada cinta yang muncul karena kebiasaan?" tanyanya.

"Aku percaya cinta bisa tumbuh dari hal kecil. Dari cara seseorang mengingat pesan kopi tanpa gula," sahut Jihyo lembut.

Lalu, hening. Tidak canggung. Justru menenangkan.

Jihyo menoleh, menatap wajah Jungkook dari samping. Cahaya sore memantul di kulitnya, membentuk bayangan lembut di bawah mata. Untuk sesaat, ia ingin mengulurkan tangan dan menyentuh wajah itu. Tapi ia tidak berani.

"Aku pernah menyukai seseorang," bisik Jihyo.

Jungkook menoleh cepat. "Pernah?"

"Iya. Tapi dia terlalu biasa hadir dalam hidupku. Sampai aku tidak tahu, apakah aku menyukainya... atau hanya terbiasa dengannya."

Ia tidak menyebut nama. Tapi ia berharap Jungkook menangkap maksudnya.

"Apa dia tahu?" tanya Jungkook.

Jihyo menggeleng. "Kupikir tidak. Karena ia menganggap semua yang kulakukan hanyalah basa-basi. Ia pikir aku hanya ramah."

"Dan sekarang?"

"Entah. Mungkin aku masih menyukainya. Atau mungkin... aku hanya belum bisa berhenti menunggu."

Jungkook menatapnya lebih lama dari yang seharusnya, lalu tersenyum. "Kau orang yang aneh, Jihyo."

"Aku tahu."

Mereka tertawa, dan waktu pun berjalan tanpa terasa.

Saat matahari mulai tenggelam, Jungkook berdiri. "Aku harus pergi. Ada tugas pemotretan malam ini."

"Besok... kau akan datang lagi?" tanya Jihyo cepat, hampir terdengar seperti harapan yang dibungkus rapi.

Jungkook menatapnya. "Kalau kau ada di sini, aku akan datang."

Lalu ia melangkah pergi. Jihyo tidak menolehkan kepala, hanya menunduk, menatap gelas kopinya yang masih hangat.

Ia menghela napas.

Ia jatuh cinta. Ia tahu itu.

Tapi ia tidak tahu... apakah ia sedang menulis cerita bahagia, atau hanya menjadi tokoh figuran dalam kisah orang lain.

Just Junghyo✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang