"Apa coklat bisa buat kita balik lagi? dan jawabannya, ternyata bisa."
.
.
.Semuanya berawal dari sebuah coklat. Hanya sebatang coklatlah yang bisa mempertemukan kami. Hanya sebatang coklatlah yang bisa membuat kami bertemu. Hanya sebatang coklatlah yang bisa memulai kisah kami berdua. Jika tanpa sebatang coklat, kami tak ada apa-apanya. Jika tanpa sebatang coklat, kami hanyalah sebatas kenal melalui mata saja. Dan jika tanpa sebatang coklat, kisah kami berdua tak akan di mulai sampai sekarang.
Namun, apa sebatang coklat bisa membuat kami kembali lagi bersama seperti dahulu kala?
Sepertinya itu mustahil. Semuanya sudah berlalu, lalu apa yang harus di inginkan lagi?Pagi yang cerah. Hatiku berhasil berdenyut mengilu melihatnya tertawa bahagia bersama teman-temannya. Bukan, bukan karena aku tidak senang ia bahagia. Aku tahu betul alasannya tertawa bahagia itu. Alasannya itu yaitu karena ia sedang menertawakanku. Aku yakin dia sedang mengejek-ngejekku di depan temannya.
Kakiku berjalan pelan melangkah kearah berlawanan dengannya. Bisik-bisik aku dapat mendengarnya dari dia dan teman-temannya. Tawa kecil dari mereka pun dapat ku tangkap.
'Lihatkan... pakaiannya aja nggak beres'
Seakan tuli, aku terus berjalan tak peduli dengan bisikannya. Tapi tawa keras mereka berhasil menghentikan langkahku.
Dengan amarah yang besar, aku berbalik berjalan cepat kearahnya.
"Heh tuyul, lo pikir pakaian gue aja yang nggak beres hah?! Intropeksi diri donk! Pakaian lo aja lebih buluk dari gue. Tuh baju udah nggak di gosok berapa hari hah?!" makiku padanya dengan tatapan tajam.
Dia membalas tatapanku. "Heh kuntil! Tuh mulut di jaga donk! Nih baju gue lebih bersih dari lo. Asal lo tau ya, pembantu gue bahkan lebih bersih cucinya dari lo."
Aku mendengus seraya bersedekap. "Memangnya gue peduli sama pembantu lo, hah?!"
Pada saat dia ingin membuka mulutnya, temannya menyela. "Hei... santai donk, jangan berantem mulu."
Pria dengan suara husky itu menoleh kearahku. "Jihyo, lo kok judes banget sih jadi cewek. Seharusnya tuh lo—"
"Bodo amat goblog!!"
Aku langsung berbalik, berjalan cepat meninggalkan cowok-cowok gila itu.
Jam istirahat telah berbunyi. Segera aku membereskan barang-barangku memasukkannya ke dalam tasku. Tapi sesaat tanganku berhenti di udara saat melihat sebatang coklat di tasku. Dahiku mengernyit. Lalu kepalaku menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan siapa gerangan yang memasukkan coklat batangan itu ke dalam tasku.
Mataku berhenti pada 2 cowok yang baru saja memasuki kelasku. Sekarang aku tahu siapa yang telah memasuki coklat batangan ini.
Aku mengambil coklat itu lalu berdiri. Wajahku menyiratkan kemarahan, kakiku melangkah cepat pada salah satu dari 2 cowok itu.
Dengan kasar, aku melempar coklat itu ke wajahnya dan berhasil membuatnya meringis kesakitan.
"Lo pikir, coklat murahan ini itu bisa buat gue luluh lagi hah?!"
Cowok berwatakan tinggi itu meringis memegang matanya yang sempat mengenai coklat batangan tadi.
"Ahh! Cewek gila" makinya padaku.
Aku tetap menatap wajahnya menantang. "Apa? Memangnya gue takut sama lo hah?!"
Dia menurunkan tangannya dari matanya yang sedari tadi bertengger menutupi matanya itu. Sesaat aku tertegun saat melihat matanya sedikit memerah. Rasa bersalah menghinggap di hatiku.
"Gue nggak pernah ngasih lo coklat lagi!"
Tepat saat itu aku terdiam. Ia menunjuk-nunjuk diriku di depan mataku. Kali ini aku hanya bisa diam. Rasa bersalahku membesar, seakan takut terjadi apa-apa dengan matanya yang sedikit memerah itu.
Kepalaku ikut berputar mengikutinya yang mulai berjalan meninggalkan kelas ini.
"Jihyo... lo jahat banget sih. Jungkook emang nggak pernah ngasih lo coklat. Sekarang matanya udah merah itu karena lo. Kalau terjadi apa-apa dengan matanya lo harus tanggung jawab!"
Aku terdiam. Apa yang di ucapkan Taehyung benar. Bagaimana nanti keadaan matanya? Matanya sudah memerah. Aku takut sesuatu terjadi dengannya.
Hari telah berlalu. Sudah 2 hari, ia tak pernah lagi menertawakanku jelas-jelas. Jika di tanya dengan keadaan matanya, matanya masih memerah sebelah. Aku menjadi semakin takut terjadi apa-apa dengannya.
Sekarang hatiku bertekad untuk meminta maaf dengannya dan melupakan gengsi besarku ini.
Aku berjalan ragu kearah tempat duduknya paling pojok. Dengan takut-takut aku berdiri di hadapannya.
Dia mendongak memandangku seraya mengernyit. Hal ini membuatku gugup seketika.
"Apa? Mau mukul gue lagi hah?"
Aku menggeleng cepat. Tubuhku terduduk di bangku kosong di sebelahnya.
"Maaf..."
Dia mendengus menoleh kedepan. "Maaf apa? Nggak jelas lo."
Aku menggingit bibir bawahku. "Mata kamu."
Dia menoleh cepat kearahku. Alisnya terangkat satu. "Kamu? Haha... bahasa apa itu."
"Jungkook-ah... aku minta maaf. Aku salah," sesalku dengan wajah penyesalan.
Dia membesarkan matanya menunjuk kearah mata sebelahnya yang memerah. "Ini? Ini nggak masalah sama sekali buat gue"
"Tapi aku merasa salah"
"Terus apa? Nggak usah sok pasang muka melas lo gitu."
"Aku... aku minta maaf. Tolong maafin aku."
Aku menunduk meremas jari-jariku berharap dia memaafkanku.
Sesaat dahiku mengernyit saat melihat satu tangannya mengarah padaku. Aku mendongak dengan wajah bingung.
Jantungku seakan bergetar saat melihat ia tersenyum manis.
"Gue maafin. Asal kita jadi teman."
Aku terngaga dengan pintaannya. "Te—teman?"
Dia mengangguk. "Ya... mau nggak lo?"
Aku mengangguk antusias lalu menyambut tangannya. "Tentu. Aku mau jadi temanmu"
"Jungkook dan Jihyo berteman" ujar kami berdua.
Kata-kata itu membuatku teringat dengan sesuatu.
Saat kami masih bersama, terkadang kami berucap. 'Jungkook dan Jihyo berkencan' lalu tertawa keras. Tapi sekarang kata itu telah berganti dengan 'berteman'.
***
END...
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Junghyo✔
FanfikceBeda judul beda alur (Jungkook Jihyo doank isinya) #oneshoot iya, ficlet iya, short story iya juga# note : setiap cover berganti, artinya akan segera publish cerita baru 17+ juga ada