Brian
Aku menatap ke arah langit. Hujan telah membasahi semuanya, bangunan, rerumputan, semuanya. Hujan tiada hentinya dari hari kemarin, membuat suasana hati menjadi sedih, membuat suasana hati menjadi lebih tenang juga. Apalagi bagi yang sedang bergalau ria, timing nya pas banget ya, hm.
Aku memperhatikannya. Memperhatikan perempuan berseragam yang berdiri tepat disamping sahabatnya. Aku selalu memperhatikannya. Aku memperhatikannya, sekali kali melirik kembali ke arah teman-temanku yang tertawa keras di belakang ku, sambil menepuk-nepuk punggungku sangking lucunya lawakan temanku yang satu lagi, Leo namanya.
Aku tidak ingin dia tahu kalau aku menyimpan rasa untuknya. Aku juga tidak mau dia tahu, bahwa aku selalu memperhatikannya dari kejauhan. Tidak tahu mengapa, aku benar-benar tidak ada nyali untuk menyapa, melihat ke arah matanya, bahkan mengobrol langsung dengannya aku tidak berani.
Kalau boleh jujur, banyak sekali anak-anak perempuan di sekolah ku yang berusaha ingin dekat denganku, dan tidak tau mengapa, aku merasa santai jika berada didekat mereka. Bahkan mereka sering nyamper ke kelas ku, untuk sekedar mengobrol, makan bersama, ya seperti itulah.
"Lo ketawa dong, Yan. Et diliatin mele kafan dapetnya tong lu kate dia dihipnotis langsung mau ama lu gitu? Yahahahaha NGIMPI LU TONG." Untung banget Leo temen gua ya, Yo untung lu temen gua yo. Seperti biasa, Leo menyukai momen dimana dia menangkap basah aku sedang memperhatikan dia. Iya, dia.
Aku mengacuhkan tanggapan Leo dan kembali memperhatikan perempuan itu.
Ah, dia sudah kembali menuju kelasnya.
Aku merogoh kantung celana ku dan mengambil hp ku. Mengetik beberapa pesan dan membalas pesan-pesan yang ada.
Aku sama sekali tidak berani untuk menyapanya, bahkan lewat pesan singkat saja, engga ada keberanian sama sekali.
Aku membuka profile picture dia, aku memperhatikan helaian-helaian rambut yang jatuh sempurna menyelimuti bahunya, dan tangan dengan jarinya yang lentik berpose seperti sedang menyelipkan bagian helai rambutnya kebelakang telinganya. 'Cantik'.
Aku hanya dapat bergumam seperti itu, tanpa aku ungkapkan langsung didepannya, atau hanya sekedar lewat pesan singkat.
Banyak orang bilang, cinta butuh waktu. Waktu yang menentukan kapan cinta itu datang. Kapan cinta itu menghampirimu. Semua nya bergantung kepada waktu. Dan aku hanya menunggu hingga waktu itu datang. Waktu yang tepat.
Tetapi,
Cinta juga membutuhkan banyak keberanian, keberanian diri, kepercayaan diri, tidak peduli apa yang terjadi jika cinta mu ditolak, ataupun diterima oleh nya. Apakah aku takut akan semua itu? Takut jika dia menolak ku?
Tidak, aku hanya malu saja untuk berhadapan langsung dengannya. Ah, ada apa sih dengan diriku? Kenapa aku malah malu-malu di depan orang yang aku sukai? Kenapa aku selalu begini? Man, aku benar-benar tidak menyukai sifatku yang satu ini.
"Yo, ikut gua ke kantin dah yuk daripada lu ngomong mulu disini." Aku menarik kerah baju Leo hingga ia hampir tercekik. "Baper dah, baper. Santai mas, hampir mati nih gua kecekek." Ujarnya sambil membetulkan kerahnya yang berantakan.
"Yan, lu kenapa sih bisanya ngeliatin doang? Nyapa aja gaada berani-berani nya sama sekali. Kalo dideketin cewe-cewe aja yang engga lu demen, baru mau." Leo marah-marah sendiri sambil berkaca mengagumi betapa keren dan gantengnya dia, dan..kocaknya dia.
"Bro, cinta butuh waktu ya." Aku ikutan berkaca sambil menepuk kepala Leo. "Alah, alesan. Alasan klasik." Leo mengambil sisir dari saku celana nya dan merapihkan rambutnya yang sebenarnya udah rapi.
"Yah lu engga tau sih, itu cewe susah didapetinnya." "Susah? Yah elu belum apa-apa udah bilang susah ya, mau lu tuh apa sih." Leo menarik lengan ku dan berjalan ke arah kantin. "Eh, dengerin gua ya, lu dari kemaren cuma ngeliatin mereka doang, lebih tepatnya ke dia, bukan sahabatnya kan? Yang ada itu cewe berdua malah baper dua-dua nya." Leo menendang bola yang datang mengarah kepadanya.
Leo menatap ke arah kerumunan para cheers yang sedang berlatih, sesekali memainkan rambutnya ke belakang, mengibaskan nya, sehingga cewek-cewek cheers itu terpesona dan saling berteriak fangirling ke arah Leo. Aku hanya dapat tersenyum menahan tawa disaat Leo memberi kiss bye ke arah mereka.
"Wooooy Mas Gendot! Gua pesen mie goreng jumbo ya sama es teh manis." Emang dasar anak ga tau malu ya, urat malu nya udah lepas. "Yaampun Mas Leo kok dingin-dingin es sih duh, ga banget deh." Ujar Mas Gendut sambil membuatkan Leo mie goreng. "Woilah lebai lu, Mas. Udeh cepet bikinin dah tuh, yak." Aku menatap ke sekeliling, mencari sesuatu yang dapat aku makan. Aku merasakan perutku berbunyi keras.
Aku berjalan menuju ke arah Leo dan membeli makanan yang sama dengan nya.
Dan tepat pada saat itu,
Jantungku kembali berdetak keras. Jantungku berdetak seolah-olah ingin berusaha keluar dari tubuh ku.
Aku dapat merasakan tiap detakan yang terjadi pada diriku, ketika perempuan itu datang di dekat ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
M I N E
Teen FictionBuku ini menceritakan tentang beberapa remaja SMA yang saling menyimpan rasa untuk satu sama lain. Awalnya semua berjalan mulus, semulus aspal yang baru dipoles. Tapi seiring berjalan nya waktu, semua nya menjadi serumit kabel earphone kalau kita si...