Author
Deva menatap dinding ruangan band nya dengan tatapan kosong. Berusaha mencari sesuatu, namun dia sendiri juga ga tau nyari apa. Merasa kehilangan, tapi ga tau kehilangan apa. Deva meraih stick drum yang tergeletak di lantai, memainkannya asal.
"Dev?" Kepala Gruhan muncul di antara selipan pintu.
"Kenapa, pa?"
"Udah siap belum?"
"Udah,"
"Ayo dong semangat, kata dokter jantung mu udah membaik kan, Dev."
"Hehe iya ya pa."
"Kangen?"
Deva mengangguk pelan.
"Kamu sendiri yang ngeja..." Sebelum Gruhan dapat menyelesaikan kalimatnya, Deva memotong.
"Aku gamau suka sama cewe pa, ribet urusannya, belom lagi kalo jantung gua mati." Gruhan tersentak mendengar nya.
"Dev, papa gamau kamu ngomong gitu lagi."
"Iya pa, iya."
Gruhan menutup pintu kembali, membiarkan anak itu sendirian.
Hp nya berbunyi.
"Risya."
Deva mengacak-acak rambutnya stress.
Deva : Kenapa nelfon?
Risya : Aku kangen sama kamu Dev.
Deva : Sya, gua sama lo udah ga ada apa apa. Gua ngejauh dari Anna buka berarti mau deket lagi sama lo.
Risya : Gue cuman bilang kangen doang kok. Kangen sama kita.
Deva : Terserah.
Gue ga bisa jauh dari Anna. Anna, Anna, Anna. Gua kangen sama lo, An.
***
Anna memegangi perutnya yang perih. Dia berusaha menahannya namun percuma, pusing dan perih di perutnya ga akan hilang. Ditambah darah yang mengalir dari mulutnya. Zasky yang melihat hal itu segera menggendong anak nya menuju mobil dan melesat ke rumah sakit.
"Dok anak saya kenapa ya?"
"Kanker lambung...stadium 4.."
Dokter perempuan itu menundukkan kepala nya merasa bersalah telah mengatakan hal itu.
Anna membulatkan matanya, ga percaya dengan apa yang dikatakan dokter.
"Stadium 4, dok?"
Dokter itu mengangguk pelan. "Jika kamu mau nak, kamu bias dirawat disini dan menjalani kemoterapi dan segala pengobatan biar kamu bisa sembuh,"
"Baik dok. Terima kasih untuk semuanya ya, kami permisi dulu." Zasky menyeret Anna keluar ruangan. Mereka berdua masih sama-sama tidak percaya dengan apa yang dikatakan dokter. Anna mengerutkan dahinya, stress, bingung, ga nyangka, sedih, semuanya campur aduk. Anna menelungkup kan wajahnya. Membenamkan nya.
"Ma?"
"Iya sayang?" Zasky membelai kepala Anna. Zasky tidak dapat menahan air mata nya lagi. Anna anak satu-satu nya Zasky. Keluarga Zasky satu-satu nya. Dan sekarang Anna harus mengidap kanker lambung stadium empat. Berapa bulan lagi dia bisa bertahan?
"Aku mau di kemoterapi, dirawat disini, tapi besok Anna ada farewell party, ke Bali kan seminggu hehe. Anna mau ikut itu dulu,"
"Iya sayang, terserah kamu mau nya gimana. Mama cuma mau kamu sembuh. Udah itu aja."
Anna menggandeng Zasky menuju pintu keluar.
Farewell Party
"Ada yang mau gue omongin sama lo."
Disaat semua orang sibuk dengan barang bawaan mereka yang akan dimasukkan ke dalam bus, dua orang ini sibuk menatap mata masing-masing, berusaha mengungkapkan semuanya.
"Ehm, nanti aja ya gue mau siap siap ke bus dulu, Yan."
Brian menundukkan kepala nya, kemudian tersenyum kepada cewek dengan celana joger abu abu nya itu.
"Yaudah, hp nya di on in ya tapi hehe."
"Eh iya, hee.." Vio hanya bisa nyengir kuda dan lari ke arah bus.
Vio celingak-celinguk, berharap Anna belum datang dan melihat apa saja yang terjadi barusan.
"Okay, dadah mama."
Vio berjalan ke arah sumber suara. Dilihatnya cewek dengan tanktop hitam dilapisi kemeja kotak-kotak itu kesulitan mengangkat barang-barang.
"Sini sini," Vio membantu Anna memasukkan semua barang-barangnya. Anna tersenyum namun ia teringat semuanya. Brian. Vio. Brian. Vio."Ann?" Vio melambaikan tangannya tepat di depan wajah Anna.
"Eh apa?"
"Lo kenapa?"
"Apaan? Gue gapapa. Pusing doang, kurang tidur."
Gue udah tau semuanya Vi.
Brian melirik sesekali ke arah Vio yang sedang menggandeng Anna naik ke atas bus.
"Udah?"
"Belum yo."
"Lu janji ya sama gua yan, lu bakal nyampein semuanya ke dia di hotel nanti."
"Iya gua janji cuman gua ga bisa nyampeinnya. Tadi aja dia ngejauh. Lagi."
"Gue yakin ada alesan kenapa dia ngejauh dari lu. Mungkin lu bau."
"Tai."
"Mandi sono."
Brian enggak menyauti ledekan Leo. Cowok itu lebih memilih menyumbat telinganya dengan earphone dan menutupinya dengan hoodie.
"Ann lo kenapa sih diemin guee?"
"Gue gapapaa. Gue kurang tidur dan sekarang gue mau tidur, diem deh ah."
Vio mengkerutkan dahinya, sedih, namun iya sudah terbiasa dengan sikap Anna yang seperti ini.
Sebentar lagi juga cerita dia. Gue kenal lo udah lama.

KAMU SEDANG MEMBACA
M I N E
Teen FictionBuku ini menceritakan tentang beberapa remaja SMA yang saling menyimpan rasa untuk satu sama lain. Awalnya semua berjalan mulus, semulus aspal yang baru dipoles. Tapi seiring berjalan nya waktu, semua nya menjadi serumit kabel earphone kalau kita si...