26

2.5K 76 0
                                    

Deva

"Deva," Papa berjalan menuju tempat ku berbaring. Aku merasa diriku lemah sekali.

"Deva hanya kecapekan aja kok, Pa."

"Iya, Papa tau Dev. Dokter tadi sudah bilang."

Kemudian suasana menjadi sunyi.

"Papa minta kamu vacum sebentar dari band mu."

Mendengar hal itu aku kaget bukan main. Aku membulatkan mataku dan berusaha menolak, namun Papa melanjutkan bicara nya.

"Kalau bisa kamu keluar saja, Deva. Kamu kecapekan gara-gara band mu itu."

"Enggak mau, Pa. Basket aku udah berhenti gara-gara penyakit sialan ini. Sekarang band? Enggak, Pa." Aku menutup wajah ku dengan kedua telapak tanganku, kesal.

Argh. Kenapa aku harus mendapat penyakit ini? Kenapa?

"Baiklah nak. Tidak usah keluar tidak apa-apa. Tapi kurangi saja latihannya." Papa meminta dengan sangat.

"Iya Pa, Deva bakalan ngurangin latihan Deva dengan band Deva." Aku menghela nafas kemudian tersenyum kearah Papa.

"Good Deva," suara Papa memelan, hampir seperti berbisik.

"Papa tidur dimana malam ini?"

Papa menunjuk sofa biru yang ada di kamar ku.

"Papa bawa selimut?"

"Tidak usah pakai selimut tidak apa-apa."

Aku tidak menghiraukan perkataan Papa. Aku mengambil satu selimut lagi dan memberikannya kepada Papa.

Papa tersenyum kemudian berjalan menuju sofa biru tersebut, membaringkan tubuh nya diatas sofa.

Anna tadi mampir kemari. Kenapa aku senang sekali Anna ada disini? Yah, mungkin atas paksaan Mama nya dan pasti Anna tidak akan kembali lagi ke sini untuk menengok ku. Well, sebaiknya aku tidur saja.

***

"Permisi," aku menengok ke arah pintu masuk kamar rawat ku.

Anna.

Anna?

"Anna?" Aku kaget melihat perempuan yang masih dengan seragam sekolah nya itu dan juga rambut yang agak berantakkan mengetuk pintu, dan memasuki kamar rawatku.

Bahkan dia membawa bunga dan...spaghetti? Dengan ukuran besar sepertinya.

"Oh hai!" Anna tersenyum menyapaku dan berjalan menuju tepi ranjangku.

"Eh eh ngapain lo disini?"

"Enggak suka ya gue disini?" Anna mengerutkan keningnya, cemberut.

"Bukannya enggak suka," aku tertawa.

"Kaget aja lo ke sini lagi. Berarti lo peduli banget kan sama gua!" Aku tersenyum sok malu-malu

"Nyesel deh gue, jengukkin lo." Kemudian matanya melebar.

"Gue juga ke sini disuruh bokap lo." Katanya sambil memutar bola mata nya.

"Iya jadi bokap lo kan harus kerja, dia kasian lo enggak punya temen, jadi gue deh yang disuruh." Kata Anna sambil memainkan rambut ikalnya.

Aku tersenyum sambil memperhatikan Anna. Walaupun berantakkan, wajah putih nya tetap memancarkan cantik nya. Anna mengambil bunga lama yang ada di vas bunga meja ku dan mengganti nya dengan bunga pemberiannya. Dan memetik kelopak bunga yang ada pada bunga yang sudah lama, bunga daisy.

Anna mengetahui aku memperhatikannya, tetapi dia seperti tidak peduli. Aku baru menyadari wajah nya yang seperti nya sedang kesal, bad mood.

"Cerita sini."

Anna mendongakkan kepala nya, memperhatikan ku bingung.

"Apa sih, gue enggak kenapa-kenapa kok."

" 'enggak apa-apa' nya cewek itu malah bertolak belakang." Ujarku.

"Gue kesel sama sahabat gue."

"Vio?"

"Kok lo tau?"

"Ada foto lo sama dia di hp lo, banyak. Dan pas hp lo masih sama gue, display picture Vio sama kayak foto cewek di gallery lo." Aku nyengir.

Anna membulatkan bibir pink nya dan tersenyum.

"Gue bingung."

"Bingung kenapa? Kalau bingung pegangan dong."

Anna tertawa mendengar lawakkan ku.

"Enggak, nggak gue enggak apa-apa." Anna membuka kotak yang berisi spaghetti itu dan bau sedap spahetti nya tercium kemana-mana.

"Makan nih." Anna menyodorkan sendoknya kepadaku.

"Suapin." Aku tersenyum jail melihat ke arah wajah Anna yang memerah.

"S..suapin? Ih punya tangan kok minta suapin."

"Iyaa kan gua lagi sakit, An." Aku merengek manja ke arah Anna yang menahan tawa nya melihat tingkah ku.

"Ya kan lo udah sem...."

"Aduh perut gua laper banget, aduh sakit."

Anna tertawa ngakak melihat tingkah ku yang seperti bocah berumur 5 tahun. Anna mengalah. Dia menyuapiku.

Tiba-tiba Papa masuk ke kamar, dan pemandangan yang ia lihat adalah Anna sedang membersihkan mulutku dan kembali menyuapiku.

Awkward.

Canggung.

"Hai, Pak Gruhan! Hai om.." Anna berhenti menyuapiku dan menjauhi tangannya dariku, menggaruk-garuk kepalanya malu.

Papa tersenyum menahan tawa nya. Aku tertawa melihat Anna yang malu-malu.

"Lanjutkan saja, tidak apa-apa." Papa tersenyum jail kemudian memilih untuk di luar saja, meninggalkan aku dan Anna.

"Aduh gue malu tau engga sih." Anna menaruh spaghetti nya dan berjalan menuju sofa biru.

"Yaah mau disuapin lagi.."

"N O."

"Y E S."

"N O."

"Y E S."

Kami berdebat seperti itu selama hampir 30 menit dan Anna mengalah, langsung berdiri dan mengambil spaghetti nya dan menyuapiku kembali. Aku tersenyum menang.

M I N E Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang