Anna
OH TIDAK!
Aduh.
Wajah Mama yang semula dihiasi dengan make-up kini luntur semua.
Aku dapat melihat wajah Mama yang memerah menahan malu dan marah nya.
Kami berempat terdiam.
Pak Gruhan
Mama.
Deva.
Aku.
Kemudian kami semua tertawa berbarengan karena melihat wajah mama dan melihat kamar rawat yang sudah seperti kapal pecah.
Mama dan Pak Gruhan segera menutup pintu agar tidak ada yang melihatnya.
"Eeh ini dibersihin cepetan, aduh..dasar kalian ditinggal berdua doang udah jadi kayak gini kamar nya!" Mama berlari kecil menuju kamar mandi dan merapihkan nya. Pak Gruhan berjalan menuju sofa biru dan cekikikan melihat kami yang dengan cepat membersihkan dan merapihkan kamar rawat.
"Gruhan!! Cepetan bantuin kita dong! Malah duduk-duduk aja!" Mama memdatangi Pak Gruhan dengan seember air bersiap untuk membasahi nya.
"Iyaa zaskyyy!! Ampun!!" Pak Gruhan segera ikut membantu membereskan semua nya.
Aku dan Deva hanya tertawa melihat tingkah kedua nya yang kembali menjadi seperti anak kecil.
***
"Terima kasih, Zas, An, udah bantu-bantu aku buat jagain Deva dan semua nya hehe." Pak Gruhan memeluk Mama sebagai tanda terima kasih nya sebelum dia dan Deva kembali pulang ke rumah.
Aku sedih Deva sudah bisa pulang ke rumah. Aku jadi tidak dapat melihatnya setiap hari.
Wait.
What?
Sedih?
Ayolah An, masa lo sedih ga ketemu sama....Deva?
You've got to be kidding me, An.
"Woi!!!" Deva menepuk tangannya di depan wajah ku membuatku kaget.
"Apaan sih lo!" Aku tersenyum ketus menanggapi tawa nya.
"Jangan ngeliatin gua gitu terus dong, ah elah jimayu..." Deva menutupi wajahnya dengan tangannya, sok malu-malu.
"Siapa yang liatin lo sih."
"Elo tadi."
"Gak sih."
"Iya."
"Engga."
"Iya."
"Ih udah ah, capek tau." Aku mengerutkan alisku.
Deva tertawa puas karena berhasil membuatku kesal.
"Gua pulang ya? Jangan kangen." Deva mengedipkan sebelah matanya ke arah ku.
"Genit idiiih!!!" Aku membalikkan badanku dan berlari menuju mobil mama. Mama sudah menunggu dari tadi di mobil.
Deva tertawa lagi.
Sekali lagi aku menoleh ke belakang melihat Deva yang sudah mulai berjalan ke arah mobil nya.
Setelah duduk di mobil, aku segera mengambil hp ku dan memberi pesan kepada Deva.
Anna: jaga kesehatan, jangan sampe kecapekan.
bzzz.
Deva: iya ayank.
Anna: iuh, ga banget.
Deva: lagian peduli banget sama gua, berasa punya pacar kan jadi nya.
Aku tersenyum-senyum sendiri melihat balasan Deva.
"Anna? Kok kamu senyum-senyum sendiri?" Mama melirik wajah ku bingung.
"Hee, ehm, gapapa maa,"
Mama tersenyum jahil, seolah mengerti dan tahu apa penyebab aku tersenyum seperti ini.
"Pinjem hp kamu doong, hp mama lowbatt nih mau ngeline temen mama sebentaar,"
"Ih apaan sih ma aku enggak line an sama Deva."
What the..?
Emang mama nanya kamu line an sama siapa An?
Stupid.
Aku melebarkan mata ku dan hanya dapat nyengir ke arah mama yang sudah memincingkan matanya sambil tersenyum jail.
Aku memukul mama pelan dengan bantal yang ada di mobil dan tertawa.
"Yaudah, gausah merah juga pipi nya," mama berdeham.
"Ha?" Aku melihat ke arah kaca spion. Pipiku memerah seperti tomat.
"Eh hahahahahah apaan sih ma, nyetir aja itu ma yang bener." Aku tertawa ngakak melihat senyum mama.
Semenjak Deva hadir di hidupku, aku dan mama menjadi sangat dekat. Aku baru merasakan kehangatan seorang ibu setelah beberapa tahun tidak merasakannya. Deva, Deva. Lo malaikat gue banget hahaha. Kalo kamu enggak datang ke hidup aku, kayaknya enggak bakal aku bisa sedeket ini sama mama, Dev.
Ketika kami hampir sampai di rumah, perutku kembali terasa mual, awalnya aku batuk-batuk, kemudian sedikit muntahan sudah mulai ingin keluar saja dari mulutku. Dan yang keluar bukannlah air atau makanan, melainkan darah.
Aku refleks meludahi karpet mobil yang berwarna broken white itu dengan darahku. Mama yang melihat hal itu panik sekali. Dengan cepat mama mengendarai mobil nya hingga sampai ke rumah. Mama membantuku jalan hingga ke kamar mandi rumahku.
Aku memuntahkan semua nya, makanan, minuman, dan sedikit darah.
Yaampun apa yang terjadi denganku?
Mama membersihkan muntahan ku dan menyuruhku untuk duduk di atas sofa ruang tengah. Mama mengambilkan obat maag dan obat pusing. Mama juga membuatkan ku teh tawar hangat.
"Anna, kamu habis makan apa aja sih? Muntahan mu ada darahnya, An." Mama mengolesi perutku dengan minyak kayu putih agar hangat. Aku meminum teh buatan mama dan memejamkan mataku sejenak.
"Anna kecapekan doang kok ma." Aku masih memejamkan mata ku.
"Yang bener kamu nak? Cek ke dokter ya? Sekarang ya?"
"Aduh ma, males. Aku kecapekan doang, serius maa."
Mama berpikir sejenak kemudian memaksa ku untuk ke dokter lagi namun aku tetap menolaknya. Mama akhirnya mengalah, kemudian membantuku untuk kembali ke kamar ku.
"Anna tidur dulu ya, jangan pecicilan dulu."
"Hehe iya ma. Ini Anna tidur yaa."
Mama mencium kening ku, aku memeluk mama.
"Mama takut kamu kenapa-kenapa, Anna. Ada darah tadi,"
"Iya ma, Anna juga takut. Tapi Anna ga apa-apa. Cuma kecapekan sama maag biasa."
"Yaudah nak, mama tinggal yaa?"
"Iya maa."
Aku tersenyum kemudian membaringkan diriku ke atas kasur. Semoga memang benar, aku tidak apa-apa. Amin.
-------------------------------------------------------------
Hai! Sorry banget baru update lagi. Sekarang udah mulai sekolah soalnya huu -_-. Weekend ini aku bakalan update kok tapi yay! DO NOT FORGET TO VOTE AND COMMENT YO !!!! xx
KAMU SEDANG MEMBACA
M I N E
Teen FictionBuku ini menceritakan tentang beberapa remaja SMA yang saling menyimpan rasa untuk satu sama lain. Awalnya semua berjalan mulus, semulus aspal yang baru dipoles. Tapi seiring berjalan nya waktu, semua nya menjadi serumit kabel earphone kalau kita si...