37

2.5K 62 0
                                    

Brian

"Anjer bikini nya ijo toska njer wah waaaw.." Leo menunjuk-nunjuk cewek bule dengan bikini hijau toska. Sepertinya cewek itu menyadari tangan Leo yang menunjuknya. Cewek bule dengan tiga orang temannya yang lain tersenyum-senyum malu ke arah Leo yang mulai bersiul menggoda. Sumpah, malu banget, sumpah. Aku berjalan lebih cepat daripada dia dan segera memasuki kamar kami, 305.

"Eh bray tungguin." Leo setengah berlari mengejar ku yang sudah tiduran di atas kasur empuk hotel. "Gila, Bali lebih panas daripada yang gua bayangin." Aku melirik ke arah jendela hotel yang menunjukkan bahwa cuaca di Bali masih sejuk, dan enggak panas banget.

"Udaranya sejuk, enggak panas." Balasku cuek. Aku berjalan menuju balkon kecil untuk melihat pemandangan di depan hotel.

"Maksud gua 'panas' banget cuaca di daerah pantainya. Ngerti ga? Ngerti ga? Ha? Ha?" Leo menaik-naikkan alisnya dan bersiul menggoda lagi ke arah cewek bule dengan rambut pirangnya dan bikini hitam berjalan di bawah kamar hotel kami.

Aku berjalan masuk ke dalam hotel sambil memperhatikan hp ku. Mungkin ini saat yang tepat aku menghubungi Vio. Dalam diri ku yakin bahwa Vio masih ingin dekat denganku, dan aku yakin pasti ada alasan tertentu. Aku memberanikan diriku untuk mengajak Vio makan siang bersama. Aku mengetik sesuatu dan mengirimkan kepadanya.

"Menurut lu, gua pake yang warna coklat atau item?" Leo menunjukkan dua jaket kulitnya. Aku tau itu kostumnya dia untuk farewell party besok. Pesta dilakukan di roof top.

"Gimana kalo......."

Leo membulatkan matanya san tersenyum bersemangat.

"Lu gausah pake baju."

"Boxer doang? OkeH! Gua bakal gitu yan!" Leo menaikkan nada bicara sehingga menjadi seperti kucing kecepit pintu. Kemudia dia membuka baju dan hendak membuka celananya. Aku refleks langsung pergi berlari menuju pintu dan keluar berlari menuju lift. Temen gua adalah temen tersarap yang pernah gua akuin sebagai teman dan yang pernah gua kenal. Leo berlari-lari di sepanjang lantai tiga hotel mengarah menuju lift dengan tidak memakai baju. Bahkan dia menjulurkan lidahnya ke arah cctv.

Idiot.

Mungkin hari ini bukan hari keberuntunganku, Leo berhasil masuk ke dalam lift dengan tanpa menggunakan baju. Dia memamerkan otot-ototnya kepada ku, seolah-olah aku adalah cewek yang haus akan cogan dan otot otot mereka.

"Gua seratus persen cowok."

"Gua seneng badan gua kebentuk. Hot." Leo merangkulku kasar. Aku berusaha melepaskan rangkulannya dengan merangkulnya balik.

Pintu lift terbuka dan sekeluarga orang bule dengan dua anak nya, satu laki-laki dan satu perempuan. Mereka berempat melihat kami aneh dan anak perempuan nya menangis kejer. Beruntung pintu lift menutup dengan cepat.

"Gua sedih punya temen kayak lu yo,"

"Yang penting gua ganteng."

Aku menatapnya dengan pandangan aneh dan menggeleng-gelengkan kepalaku. Aku mengecek hpku dan mendapati balasan dari Vio. Vio dan Anna akan menuju ke Kuta.

"Ke Kuta aja yuk." Leo menganggukkan kepala nya tetapi tidak melepaskan matanya dari cewek-cewek bule dengan bikini nya. Ya ampun. Aku tau sebagai seorang cowok, melihat atau merasa napsu ke hal seperti apa yang dilihat Leo itu wajar, tapi yang dilakukan Leo berlebihan. Leo terus mengedipkan mata atau bersiul menggoda ke arah cewek-cewek itu.

"Gua yakin, nanti kalo lu kawin anak lu banyak banget. Kaga bakal lu ikut program KB." Aku berjalan pelan menuju Kuta. Aku benar-benar tidak sabar ingin bertemu dengan Vio.

"Eits..Nikah dulu baru kawin. Main kawin kawin aja lu,"

"Serah lu dah."

Kami akhirnya sampai di Kuta. Banyak juga teman-teman kami yang ada di Kuta. Aku memutar badan beberapa kali untuk mencari dia. Belum terlihat. Mungkin sebentar lagi dia akan ada disini.

Yap.

Benar sekali. Cewek dengan rambut lurusnya itu berjalan sendirian. Katanya dia bersama Anna? Kemana Anna? Oh itu dia. Aku melihat Anna, Salsa, dan Karen meninggalkan Vio. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Anna dan yang lainnya, yang aku tahu aku sedang berjalan dengan penuh keberanian menuju ke arah Vio. Mendekati dirinya.

Kami berdua tersenyum aneh dan agak canggung...awkward.

Setelah berbas-basi aku menawarkannya es krim. Tanpa menunggu apapun lagi, aku menarik tangannya pelan, menggandeng nya menuju tempat pembelian es krim. Aku melihat Leo yang sudah memperhatikan ku dengan tatapan meledek. Aku tidak mempedulikannya.

"Mau rasa apa?"

"Strawberry."

"Coklat satu, strawberry satu ya pak."

"Iya mas, iya neng. Aduh mas, neng lucu banget si makan es krim berduaan gini di pantai Kuta, abang jadi inget masa muda abang sama istri abang dulu...." Kemudian 'abang-abang' yang sebenarnya lebih layak di panggil 'bapak-bapak' ini menceritakan seluruh sejarah romantisnya bersama istri nya dulu di Kuta. Aku yang benar-benar bosan hanya tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala. Vio tampak senang dengan cerita si 'abang-abang' ini. Aku memperhatikan wajahnya yang mulus, cantik. Aku memperhatikan mata coklatnya yang seolah tersenyum senang ketika mendengar cerita-cerita romantis 'abang-abang' es krim ini.

"Aduh tuh si eneng, mas nya ngeliatin gitu. Lucu banget si mas ngeliatin enengnya gituu. Langgeng ya maas, abang doain pasti kalian langgeng atuh." 'Abang-abang' ini malah bertepuk tangan girang. Sialan, ketauan kan 'bang'. Vio menundukkan kepala nya menyembunyikan senyumnya. Aku hendak menyingkirkan rambutnya agar dapat melihat senyumnya, namun Karen dan Salsa datang dengan wajah panik.

M I N E Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang