Brian
Aku terus memikirkan Vio.
Aku tadi ngobrol sama Vio!
Gila!
Aku tidak dapat menahan senyumku saat aku dan Leo dalam perjalanan pulang. Tomi dan Aldi berpisah dengan kami di tempat parkir. Aldi nebeng mobil Tomi karena rumah nya hanya berjarak beberapa blok dari rumah Tomi.
Tiba-tiba mobil yang dikendarain Leo berhenti di tengah jalan.
"Yo kenapa?"
"Ada sesuatu yang harus gua ngomongin sama lu, bro."
Leo menepuk pundakku pelan, hal ini membuat jantungku berdebar. Aku takut Leo ternyata homo dan sekarang dia berusaha menciumku atau mengajakku sex dengannya, atau.....?!
"Yan gua ngantuk banget, parah. Lo gantian yang nyupir ya?" Leo mengerlingkan matanya yang sudah seperti orang narkoba, sangking ngantuknya.
"Kampret lu Yo!!! Ahilah gua kira lu kenapaa yaAllah, buset dah astaga!!" Aku memegangi dadaku, tanganku sudah berkeringat dingin.
Leo tertawa terbahak-bahak, apalagi ketika dia mendapati telapak tangan ku yang sudah penuh dengan keringat dingin.
"Muka lu, muka lu, hahahahahahaha," Leo masih tertawa ketika aku menabok mukanya.
"Udah ah, cepetan pindah sini elah!" Aku membuka pintu mobilku dan berjalan menuju tempat supir. Leo ikut membuka pintu mobilnya dan kami bertukar posisi.
"Lagian muka lo begitu sih,"
"Gitu gimana?" Aku segera menyetir mobil menuju rumahku. Ngantuk banget, asli.
"Senyum-senyum, ketawa sendiri, ga jelas lu Yan." Leo mengambil hpnya dari saku celananya.
Aku kembali teringat dengan Vio. Aku tersenyum-senyum dan tertawa lebar lagi mengingat percakapan ku dengan perempuan itu.
Baru pertama kali aku melihat Vio tertawa langsung seperti itu, biasanya aku hanya dapat melihat tawanya dari kejauhan ketika dia lagi bercanda dengan teman-temannya.
"Woi nyetir tuh engga boleh bengong aa Briaaaaan," Leo yang sudah setengah melek matanya melambai-lambaikan tangannya di depanku.
"Et, iya bang eh." Aku kembali memfokuskan mataku ke arah jalan.
"Vio ya?"
"Hm.." Aku mengetuk-ngetukkan jari ku di atas setir.
"Kan, ngapain lu sama Vio? Kissing? Ngapain luuuu," Leo mencubit-cubit pinggang ku dengan genit.
"Yo mending lu tidur dah bobo dah sana."
"Ga seru lu." Leo kembali anteng di kursinya.
"Gua tuh, tadi ngobrol sama Vio. Kocak sih ngobrolnya, basa basi doang, ga penting. Tapi gua seneng dah, akhirnya gua bisa ngobrol sama Vio. Nih kalo kayak gini baru gua berani ngeline dia, Yo. Gua juga udah tau beberapa sifat Vio dari Anna jadi tinggal....tsah,"
Ketika aku berbalik badanku sambik tersenyum bangga ke arah Leo,
ngorok.
Leo ngorok.
Alah, kampret.
Aku mendengus kesal.
***
"Gila, sumpah, Yo lu berat banget."
Sampai dirumahku,aku menggendong Leo, mengangkatnya hingga ke kamar ku. Aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak membuat suara agar tidak ada yang terbangun.
Aku mencoba memberi Vio pesan singkat.
bzzz.
Waaaaaaaaaaaaaaa!!!
Dibalas sama Vio...
Aaaha...
Oke ini gua kayak cewek banget.
Aku menarik nafasku dalam-dalam dan membalas pesan Vio.
Sambil menunggu balasan, aku mengganti baju ku, tetapi kubiarkan Leo dengan baju perginya. Males nge gantiinnya.
Malam itu merupakan malam terindah bagiku, haha.
Ini pertama kalinya dalam catatan sejarah cinta Brian, mendekati perempuan yang ia suka lewat pesan singkat, mengobrol secara langsung, dan, ya seperti itu.
Jujur aku bukanlah laki-laki yang pemberani di dekat perempuan yang ia sukai. Bukankah aku sudah pernah bilang? Ya, penakut, pemalu, hah.
Dan malam itu terasa sangat hangat, tenang, dan indah.
Vio adalah perempuan pertama yang berhasil ku dekati dengan cara seperti ini, iya, cara langsung seperti ini, ini jelas sangat bukan 'Brian' yang biasanya.
Aku yakin Vio adalah perempuan paling spesial.

KAMU SEDANG MEMBACA
M I N E
Teen FictionBuku ini menceritakan tentang beberapa remaja SMA yang saling menyimpan rasa untuk satu sama lain. Awalnya semua berjalan mulus, semulus aspal yang baru dipoles. Tapi seiring berjalan nya waktu, semua nya menjadi serumit kabel earphone kalau kita si...