Deva
"Hp nih cewek ngeribetin gua." Aku melempar pelan hp Anna ke arah Risya.
Risya yang sedang duduk memainkan laptopnya di kantin kaget melihat sesuatu mendarat di atas rok seragamnya.
"Eh, Deva! Ih ini apaan? Duh, gue kaget tau, gue kira kecoa." Risya mengelus-elus dadanya panik. Salsa tertawa melihat wajah Risya yang aib.
"Jadi waktu itu, pas kita perform, gua kan ke toilet dulu sebelum ke belakang panggung, nah gua nabrak cewek."
"Terus hp cewe ini jatuh, lo bingung mau gimana, akhirnya lo bawa?" Risya menebak.
"Ya iya, mau gimana lagi?" Aku mengangkat bahuku.
"Ya lo harusnya kasih ke satpam doong." Salsa mengerutkan keningnya sambil melipat tangannya ke atas meja.
"Enggak ada satpam, kita juga mau perform, jadi gua buru-buru." Aku duduk disamping Risya.
"Lo udah coba buat ngehubungi temen nya? Atau coba disitu ada kontak mama nya ga? Atau keluarga nya yang lain?" Usul Salsa menunjuk-nunjuk hp Anna.
Aku menggeleng pelan, Raka yang datang dari arah mesin air minum menepuk kepalaku pelan.
"Woii, cakep ga tuh cewek?" Raka menunjuk hp Anna sambil menaik-naikkan alisnya.
Aku memang telah menceritakan tentang masalah ini kepada Raka saja.
Aku membuka hp Anna dan memberikan Raka foto Anna.
"Buset cakep amat." Raka hampir menyemburkan coca cola yang sedang ia minum.
"Loh? Hp nya engga di lock?"
"Lah kok engga di password?"
Risya dan Salsa saling berpandangan bingung. Mungkin mereka pikir 'gila juga nih cewe, berani amat'.
"Gua coba line nyokap nya deh."
Biasanya nama keluarga di namai dengan 'Mama' atau nama orang tua lainnya.
Nah! Ini dia kontak mama nya.
Anna: Selamat siang, Bu. Maaf mengganggu. Saya Deva, Bu. Saya yang menemukan hp putri ibu. Tenang Bu, hp putri ibu aman di tangan saya. Saya hanya bingung mengembalikan nya bagaimana? Terima kasih.
"Udah?" Tanya Risya.
"Udah."
"Bro, ajak ketemuan itu siapa namanya?"
"Anna? Enggak mau, jutek, galak." Aku memasukkan hp Anna kembali ke saku celanaku.
***
bzzz.
Brian: Lo yang megang hp Anna? Balikkin cepetan.
bzzz.
Leo: Bro balikkin hpnya Anna. Ajak ketemuan atau engga gua aja sini yang ketemu sama lu.
bzzz.
Vio: Eh itu..hp temen gue, balikkin doong.
Baru aja nyampe rumah udah dikeroyok kayak gini.
Aku hanya membaca pesan-pesan mereka tanpa membalasnya. Aku melempar hp Anna ke atas tempat tidur.
Aku duduk di tepi tempat tidur, dan mengambil bingkai di meja dekat tempat tidurku, memandangi foto wajah perempuan yang terpasang rapi di bingkai berwarna putih.
Bentuk wajahnya yang oval, matanya yang bulat, bibirnya yang dibalut lipstik berwarna merah, membentuk senyuman indah yang membuat matanya terlihat hidup. Rambutnya yang lurus dan hitam legam, jatuh hingga ke bahunya.
Aku mengalihkan pandanganku ke bingkai yang lain, bingkai yang berwarna hitam.
Terdapat sebuah foto keluarga yang berisi, aku, Papa, dan perempuan di bingkai yang berwarna putih tadi, yang dulu aku panggil dengan sebutan Mama.
Sudah empat tahun Mama meninggalkan dunia ini untuk selamanya.
Masih terekam di ingatanku suara Mama yang selalu mengeluh jantungnya sakit. Hampir setiap bulan pasti Mama harus dibawa ke rumah sakit.
Dan pada hari itu, akhirnya Mama bisa tenang, dan tidak usah merasakan sakitnya kembali.
Malam itu, ketika Papa ingin kembali tidur ke kamarnya, Mama telah tiada. Detaknya tidak dapat dirasakan, nafasnya hilang. Papa segera memanggil ambulans.
Esok harinya, Mama dikuburkan, di sebelah makam kedua orang tua Mama.
Papa benar-benar terpukul ketika mengetahui bahwa Mama telah meninggalkan kami. Aku pun juga begitu.
Sebulan kepergian Mama, Papa benar-benar tidak ada semangat untuk menjalani hidupnya kembali. Dan setiap hari Sabtu dan Minggu pada pagi hari, Papa selalu berangkat menuju makam Mama. Aku terkadang ikut, namun aku jarang bisa untuk bangun pagi.
Aku berusaha membangkitkan semangat Papa kembali, aku dan teman-teman Papa yang lain. Papa kembali tersenyum, dan dapat meng-ikhlaskan kepergian Mama.
Dua bulan setelah itu semua, aku dan Papa mendapati bahwa jantungku memiliki gangguan. Menurut dokter, hal ini disebabkan karena kebiasaanku yang suka merokok dan jantung merupakan penyakit turunan. Aku keturunan Mama.
Papa kembali bersedih, namun dokter memberiku obat dan menyarankan ku agar berhenti merokok. Aku tahu kebiasaan ku yang satu ini sangat susah dihilangkan. Merokok membuat penggunanya menjadi kecanduan.
Pelan tapi pasti, aku mulai dapat berhenti merokok, walaupun terkadang gatal sekali ketika melihat teman-teman main ku merokok, aku berusaha menahannya.
Jantung ku belum separah Mama. Memang jantungku terkadang terasa nyeri, namun ya aku bersyukur masih dapat diobati.
bzzz.
Hp Anna kembali bergetar. Aku meraih hp Anna.
Mama: Hp anak saya hilang? Ooh saya baru tahu. Anna tidak cerita apa-apa kepada saya lho.
Ya, namanya juga anak bu. Pasti takut dimarahin. Aku manggil 'tante' aja kali ya?
Anna: Iya tan, wah itu dia takut di marahin sama tante. Namanya juga anak tan hehe.
Mama: Yaa benar juga kamu nak. Tolong jaga hp anak saya dulu ya, biarkan saya ngobrol dulu sama anak saya. Kok dia enggak cerita apa-apa ya.
Anna: Iya baik tante.
Aku tersenyum-senyum sendiri melihat pesan-pesan mama Anna. Aku jadi merindukan mama.
bzzz.
Mama: Anak saya meminta kamu untuk menemui nya di coffee shop starbucks hari ini bisa?
Anna: Tentu tan, saya bisa.
Mama Anna menyebutkan starbucks mana yang harus aku kunjungi. Setelah itu, aku mencuci wajahku agar terlihat lebih fresh dan mengganti seragam sekolah ku dengan celana jeans dan kaus hitam.
Aku mengambil hp, dompet, dan jaket ku dan segera menuju mobil.

KAMU SEDANG MEMBACA
M I N E
Teen FictionBuku ini menceritakan tentang beberapa remaja SMA yang saling menyimpan rasa untuk satu sama lain. Awalnya semua berjalan mulus, semulus aspal yang baru dipoles. Tapi seiring berjalan nya waktu, semua nya menjadi serumit kabel earphone kalau kita si...