1

17.7K 326 21
                                    

Anna

Hujan. Seharusnya hujan ini terjadi pada bulan September, Oktober, November, atau Desember. Karena bulan-bulan tersebut berakhiran 'ber' yang menurut logika ku 'ber' adalah kata yang kita ucapkan ketika kita kedinginan, 'brrrr'. Hahahaha, ok itu cukup bodoh.

Hujan kali ini terjadi pada bulan Januari, dan ini sudah menuju bulan Februari, awal tahun 2016. Hujan kali ini sangat berbeda dari hujan yang pernah turun mengguyur. Hujan kali ini sangatlah lembut, halus, hampir seperti salju, tetapi bukan salju, tetapi sangat halus. Aku suka melihatnya.

"Anna!" Vio menepuk bahuku. Sontak aku kaget, namanya juga lagi bengong kagetlah. "Apaan dah vi? Sakit tau digaplok." Sebenernya engga sakit sih, cuman kaget doang. "Lebai. Eh, lo diliatin sama doi tuh." Vio menunjuk ke arah jajaran anak-anak ips.

Vio. Veronika Adeliana. Aku sama sekali engga tau kenapa dia lebih memilih dipanggil 'Vio'. Katanya namanya kampungan, iya, sama kayak orangnya, bopung, iya, bocah kampung, emang. Petakilan kesana kemari, cuma bisa iyain dia kalo dia udah bacot. But still, i'm so comfortable when i'm with her.

"Please stop looking at him." Aku langsung menarik Vio kembali ke kelas, 11 MIA 4.

"Kenapa sih, Na? Udah jelas dia ngeliatin lo."

Dia? Ngeliatin aku? Iya, dia lagi bengong terus ga sengaja liatnya ke arah aku, haha.

"Enggaklah, ngapain Brian ngeliatin gue, Vi? Emang gue siapanya." "Woilah mba, baru gitu doang udah baper 'emang gue siapanya.' " Vio meniru suara ku dan mimik wajah ku ketika berkata itu. "Untung lu temen gua." Aku cuma bisa berkata gitu kalo dia udah mulai.

"Kenapa sih lo engga bales deketin dia? He's sweet you know."

"Swat, swit, swat, swit ae lu, Vi. Misterius banget tau engga sih dia." Ujarku sambil meng-scroll down hpku, engga peduli apa yang Vio katakan. "Alah, bilang aja kalo mau, selo apa, Na. Engga ada yang larang lo buat deketin dia kan?"

Engga ada? Penggemar-penggemar setianya yang selalu ngerubungin dia pas jam istirahat pada kemana emangnya? Mati? Eh, astaghfirullah Anna.

"Mbah lo gaada yang larang. Banyak kali yang gasuka kalo gue ngedeketin dia balik." Aku berjalan kembali ke bangku ku dan mengambil earphone ber-cable protector pink soft dan ungu dan memilih mendengarkan lagu sambil tidur di kelas daripada harus dengerin suara Vio yang berisi topik, dan kata kata engga penting.

"Ih, Anna jangan marah dong sama gue. Kan gue cuman nyaranin doang, lagian dia juga bukan cowo yang neko-neko kayak anak-anak ips lainnya tau, cocok kan buat loo." Vio menarik-narik rambutku yang terikat ekor kuda dengan nada manjanya. Minta ditabok banget kalo suaranya udah manja gitu. Geli.

"Yaudah, tapi elo nya jangan gitu ju.." Aku terkaget sedikit ketika hp yang berada di tanganku bergetar, '1 new messages'. Yaelah paling official account. OA doang emang yang selalu ada menemani hari-har.....wait a sec

"Oh God, Vi. Please banget, itu orang kenapa ngeline gue lagi." Yes, cowo itu ngeline aku lagi. Waktu itu aku block, tapi itu kayaknya lebai banget. And, aku unblock.

"Mana?!? Coba liat!!!" Vio melonjak-lonjak seneng. "Lah ngapa lu yang seneng, Vi? Dah gih, ambil, kaga demen gue." Aku melihat muka Vio yang memerah, ditambah kulitnya yang putih seperti cream susu itu, warna merah yang muncul ketika dia malu, atau marah terlihat dengan jelas. Dan aku yakin, warna merah yang ada pada wajahnya saat ini adalah menahan malu. Yap.

"Udah elah lu jangan gituin gua, gua kan baperan orangnya, bales dia dah terus yuk ke kantin. Gue laper banget gils." "Iya, sabar gue naro earphone gue dulu di tas. Tunggu depan kelas dah, Vi."

Minggu-minggu ini guru lagi sibuk ngurusin kakak kelas kita (kelas 3). Yeah, mereka mau ujian, jelas sibuk, aud utas free. Yahahaha. Mendingan aku engga sekolah, sumpah deh ya. Bayangin most of the time at school kita cuma dateng, belajar paling 1 mata pelajaran dan kita bebas.

Aku dan Vio berjalan beriringan menuju kantin sekolah kami. Aku memerhatikan keadaan di sekeliling ku. Aku memerhatikan anak-anak ipa, dan ips. Extremely different. Berbeda banget.

Bebas? Gabut? Ipa kalem, stay quite di dalam kelas mereka masing-masing. Ada beberapa yang memilih buat nongkrong di luar kelas, itupun mereka masih megang buku. Atau ga makan bekal, ngomongin guru, pelajaran, gosipin temen dan ujung-ujungnya ngomong "eh gaboleh ngomongin orang udah-udah mending ngomongin pelajaran." 😏.

Ips? Nongkrong didepan kelas, berderet di depan balkon kelas, cuma beberapa doang yang dikelas. Yakin abis, kalo prinsipnya dia 'bodo amat ah life is wild' atau apalah itu, udah ngeluarin rokok mereka. Sangar tampangnya. Gosip? Jadi teros, mulut nyerocos kesana kemari, mulut gincu-an semua, nyerocos ngomongin orang nyerocos ngeledek anak-anak laki ipsnya.

Kadang aku sering iri ngeliat anak-anak ips. Mereka asik, mereka kocak, mereka emang kumpulan anak-anak biang masalah, tapi justru itu yang aku suka. Aneh? Ga juga, Vio, dan beberapa temen aku yang lainnya juga sependapat. Ipa ke-ambisan. Kadang yang ngomong juga ada yang baku banget bahasanya. Jujur aja sih, kurang srek aja sama anak ipa. Okay, aku emang parah banget ini. But come on, ips jauh lebih solid di banding ipa. Selama aku menjadi anak ipa, rasa dan keadaan 'solid' itu jarang banget aku temukan.

Tapi ya, ips juga ada kekurangannya, ipa pun juga ada kelebihannya pasti kan. So, yeah, that's it.

Sesampainya aku dan Vio dikantin, Vio menuju warung Mas Gendut. Kita jahat banget ya bilang dia Mas Gendut, cuma karena badan dia paling gede di kantin sekolah padahal badannya ga gede gede banget sih.

Aku duduk di meja kantin, menunggu Vio membeli mie goreng rendang, favoritnya. Aku memandangi sekitar, mencari sesuatu yang enak, yang dapat aku beli. Aku menuju ke arah jajanan Mpok Ila. "Mpok, beli nasi goreng ya." "Iya, neng Anna." Aku tersenyum dan menyerahkan uang pas kepada Mpok Ila.

Kasian kalau melihat Mpok Ila jualan sendirian. Suaminya sedang sakit dirumah, gejala tipes. Anaknya satu, sudah meninggal dunia, anaknya yang kedua sekarang lagi di jenjang SMP. Sekolah engga jauh dari SMA ku, SMA tempat Mpok Ila berjualan nasi goreng dan pop ice, juga jajanan anak sekolah lainnya.

"Ini neng Anna, nasi gorengnya." "Makasih, Mpok." "Sama-sama, Neng." Mpok Ila memberikan senyumannya dengan gigi yang sudah bolong satu di bagian depan akibat terjatuh dari tangga, terpeleset dari tangga sekolah ketika ingin kembali menuju kantin setelah mengantarkan minuman teh hangat kepada Sensei Terri, guru bahasa Jepang, yang berada di lantai dua.

Aku kembali ke arah meja kantin yang tadi telah aku tempati untuk aku dan Vio, dan melihat Vio sudah lahap sendiri dengan makanannya.

Aku duduk dan memerhatikan Vio yang lahap dengan mie goreng nya.

Vio dan Aku sudah bersahabat dari kami kelas 6 sd. Hingga sekarang kami masih bersahabat, kalau pun bertengkar kita engga betah lama-lama, haha. Vio udah aku anggep seperti saudara aku sendiri, mau marah sama dia aja kayaknya susah banget.

Aku kembali fokus ke nasi goreng ku ketika Vio melambai-lambaikan tangannya di depan mataku dan tertawa.

-------------------------------------------------------------

Hey, so this is the second part of my book😊! Hope you guys like it!

About the ips and ipa, please jangan diambil hati banget ya guys, its just a joke😂✌! Engga semuanya anak ips kayak gitu dan sebaliknya engga semua anak ipa kayak gitu. okay?😂✌

M I N E Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang