Deva
"Deva!" Papa memanggilku dari arah kamar tidur nya.
Aku menaruh kunci mobilku ke atas rak piring dan berjalan menuju kamar Papa.
"Kenapa, Pa?"
"Habis darimana kamu? Jam segini kok baru pulang?" Papa berdeham sebentar kemudian menengok ke arah jam dinding. Jam enam sore.
"Aku tadi abis dari starbucks terus nganterin temen pulang."
"Ooh siapa?" Papa mengambil kacamata nya.
"Anna."
"Anna? Papa baru denger nama temen kamu yang itu." Papa mengerutkan keningnya.
"Iya, jadi gini, Pa,"
Aku menceritakan tentang hp Anna, bagaimana pertemuan ku dengan Anna, dan semuanya.
"Ohya, Tante Zasky sahabatnya Papa ya?"
Papa tersenyum senang mendengar nama Zasky.
"Iya, Zasky adalah sahabat Papa dari smp. Beruntung kami masih bersahabat sampai sekarang."
"Kenapa Papa enggak cerita sama Deva kalau Anna anaknya Tante Zasky, dan Tante Zasky itu sahabat Papa?"
"Loh? Mana Papa tahu kalau kamu nemuin hp Anna dan jadinya seperti ini. Hadeh, Deva Deva." Papa tertawa mendengar pertanyaan bodohku.
Ohya, benar juga ya.
"Pa,"
Aku memegang bahu Papa memberanikan diri menanyakan hal ini tanpa menyakiti perasaan nya.
"Kenapa Papa juga enggak cerita ke Tante Zasky kalau Mama sudah meninggal?"
Papa tersenyum, membetulkan letak kacamatanya.
"Papa sebenarnya tidak mau menyebarkan berita itu kepada siapapun, jadi ya hanya teman-teman sekantor Papa saja yang bapak-bapak saja yang tahu,"
Ya memang, sewaktu Mama dimakamkan tidak banyak orang yang hadir, hanya ada Risya, Salsa, Dariel, dan Raka. Juga keluarga besar Papa dan Mama yang hadir. Teman-teman Papa dan juga Mama hanya ada beberapa. Sedikit sekali memang.
Aku tersenyum mendengar jawaban Papa.
"Deva ke kamar ya, Pa."
Papa mengangguk melanjutkan tidur nya.
Aku langsung menghamburkan diri ke atas tempat tidurku.
bzzz.
Anna added you via line id.
Fix, ini cewe demen sama gua.
Aku tersenyum sendiri melihat Anna yang ternyata nge-stalk aku, hahaha.
Deva: nge-stalk gue lagi kan? (;
Anna: siapa suruh nge-follow instagram sendiri. Spam likes lagi, idih.
Deva: bersyukur nge-follow instagram cogan, ngelike feed cogan.
Deva: kalo lo enggak demen sama gua ngapain nge add line id gua An lol.
Anna: kok lo ngeselin banget sih, Dev. Kan cuma mau nambah temen doang.
Aku tertawa membaca balasan Anna, membayangkan wajahnya yang putih memerah karena kesal, mirip seperti kepiting rebus.
Deva: widih ngambek.
Anna: siapa yang ngambek coba.
Deva: iya deh iya enggak ngambek.
Anna: ngobrol apaan aja tadi sama nyokap gue?
Deva: kepo banget. Lo sih tadi malah jadi kebo, tidur.
Anna: gue kan keujanan, menggigil. Kedinginan.
Deva: sok jual mahal sih, ditawarin bareng malah jadi kucing di bawah halte.
Anna: siapa tau aja lo mau nyulik gue. Kita kan baru kenal.
Deva: emang tampang gua kayak penculik? Enggak kan?
Anna: iya, berandalan. Ga jelas, baju lo bau rokok juga, idih.
Aku tertawa lagi membaca balasan Anna. Seperti yang sudah aku katakan, bahwa aku adalah seorang perokok berat sehingga menyebabkan, ya jantungku terganggu seperti ini.
Deva: bau rokok tuh enak.
Anna: N O.
Deva: Y E S.
Anna: semerdeka lo deh, ah.
Aku tersenyum penuh kemenangan. Aku menaruh hpku diatas meja, memilih untuk tidur saja daripada harus berselisih dengan Anna.
Ketika aku ingin memejamkan mataku, rasa sakit itu datang kembali. Namun lebih parah daripada sebelumnya. Aku berusaha menahannya, tapi tidak kuat. Aku membuka-buka laciku dengan kasar, brutal, mencari-cari obatku. Tidak ada. Obatnya sudah habis.
Aku berusaha menggapai pintu kamar ku untuk memanggil Papa.
Beruntung Papa mendengar keributan yang terjadi di kamarku dan segera membawa ku ke rumah sakit.
![](https://img.wattpad.com/cover/65300128-288-k349841.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
M I N E
Teen FictionBuku ini menceritakan tentang beberapa remaja SMA yang saling menyimpan rasa untuk satu sama lain. Awalnya semua berjalan mulus, semulus aspal yang baru dipoles. Tapi seiring berjalan nya waktu, semua nya menjadi serumit kabel earphone kalau kita si...