8

4K 103 2
                                    

Brian

"Yan, sarapan gih cepetan. Ada nasi goreng sama omelete."

"Bentar, Ray."

Sekali lagi aku menatap bayangan ku di depan cermin yang menempel di lemariku.

Hari ini Anna dan Vio akan membeli tiket ku.

Aku senang Vio akan melihat ku nge-band hari Sabtu nanti. Mungkin saja ini kesempatan ku bisa mengobrol dengannya, mungkin saja ada keberanian dalam diriku hari ini.

Aku menyambar jansport biru dongkerku dan berjalan ke arah meja makan.

"Bunda kemana?"

"Udah ke kantor. Papa tadi juga udah berangkat. Lama sih lu." Ray tertawa dan mengacak-acak rambutku yang sudah tertata rapi.

"Kampret lu, Ray." Aku merapikan rambutku sambil meminum teh hangat yang telah disediakan di meja makan.

Aku mengambil converse abu-abu ku dan memakainya.

"Gua cabut ya, Ray." Aku mengambil helm hitam yang berada di atas sofa teras rumah dan menyalakan motor.

Ray melambaikan tangannya dan aku segera berangkat ke sekolah.

***

"Kapan mereka ngambil tiketnya?"

"Ngambil? Beli kali."

"Ya abis beli diambil kan tiketnya?"

"Ya tapi mereka beli, ngambil berarti nyuri mereka."

"Semerdeka lu, Yan."

"Leo, Brian! Perhatikan papan tulis! Ngomong sendiri aja kalian berdua. Perhatikan pelajaran, ngobrolnya nanti! Dasar!"

Dengan matanya yang bulat dan besar, Bu Yeni menegur kami dan melotot. Guru ter - killer di jajaran guru kelas 11.

"Maaf bu."

"Coba kamu, Leo kerjakan soal-soal ini. Daritadi kamu yang ngajak Brian ngomong terus."

"Eh iya, Bu, tadi penting Bu,"

"Alah, sok penting! Cepetan sini kerjain."

Leo mengutuk diriku dan berjalan ke arah papan tulis.

Teman-teman meledek nya dan Leo hanya mencibir.

Setelah hampir 1 jam pelajaran Leo berdiri dan hanya menulis lambang 'sama dengan',

"Enggak ngerti, Bu."

Kemudian sesuatu terjadi pada telinga Leo.

***

"Diem dah lu semua. Gua kan sekarang yang kena. Liat nih, telinga gua jadi korban si belo!" Leo meringis merasakan sakit nya bekas jeweran Bu Yeni.

"Ya elu tolol, pas pelajaran dia malah macem-macem." Daffa tertawa ngakak melihat telinga Leo yang besar dan merah sebelah.

"Kan gua bisik-bisik, Daf. Yaelah." Leo mengoleskan salep yang ia dapat dari uks ke telinga nya.

"Mau elu bisik-bisik, mau elu enggak ngomong tapi ngobrol lewat kertas gitu ke Brian juga si belo denger." Daffa memukul pelan kepala Leo yang diikuti tawa anak cowok lainnya.

"Yan, dicariin sama Anna." Shafa menyolek bahuku sambil menunjuk ke arah pintu kelas. "Suruh tunggu bentar, Shaf." Shafa mengangguk seraya berjalan ke arah Anna kembali.

Vio. Hai Vio, hai Anna. Nih tiketnya, seratus ribu ya jadinya. Vi lu ikut kan?

Aduh, ngomong apaan yak.

Jangan, jangan.

Diem aja Brian, diem aja.

Aduh.

"Eh bego jangan diem doang ayuk dah gua temenin." Leo menarik ku ke arah pintu kelas.

"Eh apaan si, Yo. Tiketnya masih di tas gua."

Aku berbalik arah menuju bangku ku.

"Lu aja yang ngasih dah, gua gaenak badan." Aku memeluk jaket dan menelungkup kan wajahku ke dalam nya.

"Ikut gua ayuk." Leo menarik kerah seragamku dan menyambar tiketnya.

"Hai cewe-cewe." Leo menggoda Anna dan Vio dengan menaik-naikkan alisnya yang tebal.

"Gausah mulai deh, Yo. Mau beli tiket doang." Jawab Vio agak ketus.

"Dih jutek banget. Nih tiketnya."Leo menyerahkan nya ke arah Anna.

"Seratus kan?" Anna menyerahkan uang nya, Vio hanya terdiam sesekali memerhatikanku.

"Eh iya, makasih ya, An. Jangan lupa yak, Sabtu besok bukan minggu depan." Aku tersenyum gigi ke arah keduanya.

Lebih menuju ke arah Vio sebenarnya.

"Iya, Yan hahaha. Jam tujuh kan?" Vio memfokuskan matanya ke arahku, seraya mengangkat kedua alisnya.

"Eh iyak, jam tujuh. Tapi acara kampusnya mulai jam 11 jadi ya, terserah sih mau dateng jam berapa. Gua balik yak, udah kan?" Grogi. Gugup. Ah.

"Oh yaudah, iya. See you soon guys." Anna melambaikan tangan dan berbalik menuju arah tangga bersama Vio. Mungkin ke kantin?

"Malah diusir lagi." Omel Leo.

"Urusin dulu dah itu telinga."

"What the fuck is wrong with you sih Yan?"

Gua gatau, Leonardo. Gua gatau, ini memang udah sifat jelek gua yang paling susah untuk diilangin, Yo.

Aku tidak menggubris pertanyaan Leo.

Leo kembali ke arah anak-anak cowok yang berada di belakang kelas dan meninggalkan ku sendiri di bangku ku.

Leo berbalik dan menepuk punggung ku

"Ohya, bagus tapi lu ada kemajuan buat ngomong sama dia, bro."

Sebelum aku sempat membalas omongan Leo,

"Kemajuan sedikit. Banget. Dikit. Banget."

M I N E Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang