5

897 82 5
                                    

Zhielle, Tao, Takio, Regis dan M21 sedang duduk santai di meja makan, mereka kompak mengenakan pakaian berbahan kaos berwarna baby blue yang longgar dan nyaman dikenakan.
"Aku lapar" keluh Zhielle sambil meletakkan kepalanya diatas meja, semua orang disampingnya sudah tampak kelelahan
"Kenapa nyonya boss tidak masak? " sergah Tao
"Karena aku tidak bisa"
"Kenapa tidak mengambil kursus memasak saja? "
"Karena Frankenstein bisa masak, jadi aku tidak mau belajar masak"
"Akan sangat menyenangkan bila Seira disini" dengus Takio
"Benar" sahut mereka berbarengan

Frankenstein datang dari bagian ruangan lainnya, ia memperhatikan mereka semua dengan seksama.
"Ada apa ini? " Zhielle melambaikan tangan padanya, sementara lainnya melirik ke arahnya
"Franky, aku lapar"
"Bukankah kalian membawa ramyeon? " Frankenstein mendekati Zhielle dan menarik hidungnya dengan gemas
"Aku tidak bisa masak" Zhielle bicara dengan nada suara aneh, nyaris seperti mengorok
"Baik, aku akan membuat sesuatu," mereka berlima tampak bersorak gembira
"Tapi pastikan kalian mencuci piring, dan jangan lupa membereskan kekacauan diluar akibat latihan" kegembiraan mereka memudar begitu saja setelah mendengar hal tersebut.

Ramyeon buatan Frankenstein sudah siap, Zhielle melirik mangkok mie Frankenstein dengan melongo, lalu kembali melirik pada ramyeonnya sendiri.
"Aku suka daging," Zhielle mengambil potongan ayam dalam mangkok Frankenstein dengan santai, sementara Frankenstein acuh saja, merasa senang, Zhielle melakukan hal yang sama lagi.
"Aku suka telur," telur yang berada dalam sendok Frankenstein diambilnya paksa, kening Frankenstein mulai mengerut, menyadari hal demikian Zhielle tertawa kikuk.
"Aku tidak suka sayur," semua sayuran dalam mienya diberikan pada Frankenstein, keningnya semakin mengernyit
"Aku adalah vampire, perlu banyak daging merah, makanlah yang banyak, kudengar sayuran sangat baik untuk pencernaan, siapa tahu kau lagi sembelit" ditepuknya pundak Frankenstein sambil tertawa, sementara pria itu mencoba menahan rasa kesalnya dengan menutup mata beberapa detik.

Mereka berdua kemudian berjalan-jalan di pinggir pantai, air laut meraba kaki Zhielle yang berjalan tanpa alas kaki, angin malam yang bertiup cukup kencang menerbangkan rambut bergelombangnya, iris matanya berbinar cerah, menggenggam lengan Frankenstein disampingnya yang mengenakan pakaian rajut longgar berwarna hitam dan celana berwarna serupa.
"La... La... La... La... La... La... Ini disebut kencan, kencan berdua dipinggir pantai... Bukankah ini romantis sekali? " matanya berpaling ke arah Frankenstein
"Kau yang bilang ini kencan"
"Janji kencan 100 harinya, baru dua kali, masih tersisa 98 kali lagi, kira-kira kita harus berjalan-jalan kemana? "
"Aku sibuk"
"Kau selalu bilang sibuk,menyebalkan sekali"
"Itu karena kau pemalas, jadi dipikiran mu selalu kencan, dan membeli sepatu" sontak Zhielle menyentuh pipi Frankenstein dengan lembut sambil mengamatinya, membuat dirinya sedikit salah tingkah
"Lihat, pipimu sekarang sebentar lagi akan tumbuh jenggot seperti kakek-kakek" Frankenstein menyentuh wajahnya sendiri dan menarik nafas
"Ah... Aku lupa"
"Ayo" Zhielle dengan seenaknya menarik lengan kokoh itu
"Kita mau kemana? "
"Nanti juga kau tahu"

Mereka sekarang sudah berada di kamar mandi dengan dekorasi keseluruhan putih yang meneduhkan mata, Zhielle dengan tak sabar mengoleskan krim cukur ke wajah tegas Frankenstein didepannya, sementara dirinya diam saja memandang kedalam cermin.
"Kau memangnya bisa mencukur? "
Kesibukan Zhielle beralih dengan mencari alat cukur kesekeliling, matanya awas menelisik sekitar sampai ia mengabaikan pertanyaan yang diajukan padanya
"Ketemu" alat cukur itu ia genggam dengan semangat, kemudian menggenggam bahu Frankenstein dengan serius
"Kau yakin kau bisa?"
"Jangan meremehkanku begitu, sekarang ayo angkat aku"
"Angkat kemana? "
"Kau itukan sangat tinggi, aku butuh tempat duduk, jadi angkat aku keatas westafel ini"
"Kau kan bisa sendiri"
"Ahh... kau pelit sekali"
Ia lalu meloncat, mencoba menaikkan tubuhnya ke atas westafel putih didepan cermin, namun Zhielle begitu kesulitan, dan meski merasa terganggu akantetapi Frankenstein tetap membantunya.
"Terimakasih" balasnya tulus, ia lalu mulai mencukur wajah tegas pria didepannya, ekspresi wajahnya sangat serius saat perlahan pisau cukur itu menyentuh wajah Frankenstein, suasana sunyi mendera seketika membuat Frankenstein sedikit tak suka.
"Kau tidak perlu memasang wajah seserius itu kan? " Zhielle membalas ucapannya dengan wajah kesal
"Jangan bergerak, kalau kau terluka bagaimana? " mendengar jawaban itu membuat Frankenstein memukulkan dahinya pada dahi Zhielle, ia sedikit mengerang kecil
"Kenapa kau begitu? "
"Siapa suruh kau bilang begitu? "
"Aku kan hanya cemas"
"Kau cemas pada hal yang tak begitu penting"
Zhielle meraih krim pencukur didekatnya dan mengoleskan krim tebal itu ke wajah Frankenstein, membuatnya tertawa girang saat melihat hasil konyol dari tingkahnya, merasa tak terima, Frankenstein menempelkan wajahnya pada wajah Zhielle, krim itu berantakan diwajahnya
"Kenapa kau begitu? "
"Haii... Kau yang duluan"
"Kau yang duluan"
"Sudahlah, kau memang tidak bisa melakukannya dengan baik" pisau cukur itu telah beralih ke tangan Frankenstein, ia dengan cekatan mencukur wajahnya sendiri, sementara Zhielle menyembunyikan wajahnya di dadanya yang lebar.
"Frankenstein? "
"Apa? "
"Kalau aku tidak ada, kau akan baik-baik saja kan? "
"Tentu saja, hidupku akan tenang tanpamu"
"Syukurlah... Aku senang mendengarnya" mendapati pertanyaan demikian, mata birunya terpaku sesaat menatap tubuh Zhielle
"Kenapa bilang begitu? "
"Tidak apa-apa"
"Jangan mengatakan hal bodoh seperti itu lagi"
"Kenapa? "
"Aku tidak suka" Frankenstein mengambil handuk kecil dibelakang Zhielle, membersihkan wajahnya dan melepaskan pelukan Zhielle begitu saja, ia menatap kepergian punggung Frankenstein perlahan dengan sedih.

Noblesse Fanfic Frankenstein Love Story 2 (Tamat) Lanjut Part 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang