Unexpected Feeling

427 30 8
                                    


"Eh bentar!" Michelle mengambil HPku dari genggamanku.

Sejak aku menunjukkan Variety Show yang kusimpan di HPku, Michelle selalu ingin menonton terus dan terus, bahkan saat tak ada guru. Tapi, aku tidak marah atas perilakunya. Justru, aku makin tertarik padanya.

"Ar?" Viny membuyarkan lamunanku.

"Hm? Ya?"

"Ngalamun lagi deh kamu, kebiasaan."

Aku ingin curhat tentang Michelle pada Viny, tapi masih ada hal yang mengganjal, sehingga membuatku mengurungkan niat untuk melakukannya.

"Ar, udah abis." Michelle mengembalikan HPku.

"Ya deh, nanti aku download lagi."

"Yeay!" Michelle menepuk-nepuk tanganku.

Michelle yang kutemui pertama dulu, Michelle yang pendiam, kini berubah.

Gracia menepuk pundakku. Tatapannya serius, dia ingin membicarakan sesuatu denganku.

---

Saat bel pulang berbunyi, Gracia mengajakku ke kantin yang sudah tutup.

"Cuma lu yang bisa bantu gue Ar.."

"Bantu apa? Keliatannya serius banget."

"Gue liat, lu sama Michelle deket, jadi cuma lu yang bisa."

"Iya apa?" Gracia membuatku makin penasaran.

Gracia melihat sekeliling, memeriksa keadaan. Sepi. Gracia menaruh kepalanya di meja, lalu berbicara pelan.

"Jauhin Hamidan dari Michelle."

!?

Gre?

"Tunggu, lu serius?"

Gracia membenamkan kepalanya. Aku merasa kasihan padanya.

"Gue.. gue lakuin sebisa gue, soalnya itu kesannya gimana gitu.."

Aku hanya mendengar suara nafas berat Gracia setelah mengucapkan hal itu. Gracia bangkit dari tempat duduk, tersenyum padaku, lalu meninggalkanku.

***

Nyut nyut.

Ciciku mencolek pipiku berkali-kali. Mungkin karena aku hanya duduk diam melamun di kasur, memikirkan permintaan Gracia.

"Kamu akhir-akhir ini aneh, kadang ngalamun sambil senyum sendiri, kadang sambil muka datar." komentar ciciku.

"Ci, aku gak suka dia, tapi kalo liat dia deket sama cowok lain, kenapa aku ngerasa agak.."

Ciciku menempelkan jari telunjuknya di bibirku.

"Kamu gak suka, tapi cinta." bisiknya.

Kuakui, aku tidak merasa kalau aku menyukai Michelle, tapi tingkahnya, selalu membuatku penasaran dan membuatku senang. Tapi benarkah aku.. cinta dengannya? Ini terasa agak konyol, aku serasa tidak ingin mecintai orang yang sedarah dengan orang yang membuatku sakit hati. Tapi terkadang aku berharap, semoga dia berbeda.

"Udah lah, biasa itu. Mending kamu bantuin cici deh nyiapin perlengkapan buat besok ke Bali."

Besok kelas sebelas akan melakukan Study Tour ke Pulau Dewata, pulau yang sangat indah. Ci Elaine akan pergi selama lima hari. Rumah ini akan terasa sepi tanpanya.

***

Bus sudah menunggu di depan sekolah. Aku menemani ciciku di depan sekolah menjelang keberangkatannya. Seperti biasa, kami seperti orang berpacaran, dia menggandeng tanganku erat.

Waktu keberangkatan telah tiba. Ciciku melepas gandengannya dan memelukku erat. Dia berjanji membawakanku oleh-oleh. Aku melihatnya naik ke bus.

Saat bus mulai berjalan, aku melambaikan tanganku padanya. Setelah jauh, aku masuk ke sekolah, ke kelas.

"Aria!" teriak Michelle saat aku masuk ke kelas.

Kulihat dia sedang duduk disebelah Hamidan yang sedang membuka laptop. Tapi saat Michelle melihatku, dia langsung berdiri dan menghampiriku. Terlihat ekspresi kekecewaan Hamidan, tapi..

"Mana? Udah download kan?" Michelle menarik-narik tangan kananku.

Aku bilang padanya kalau aku lupa. Kemarin aku agak sibuk membantu ciciku packing sampai aku lupa pesanan Michelle.

Sekilas Michelle cemberut padaku, tapi segera dia tersenyum lagi.

"Besok ya, jangan lupa!" dia berjalan lagi ke sebelah Hamidan.

Sebenarnya, apa yang ada dalam dirinya?

***

Istirahat pertama, di balkon, aku memikirkan banyak hal, dengan Viny disebelahku.

"Ar.. kamu kenapa? Kok gak pernah cerita-cerita? Kamu sekarang ngelamun terus lho, pasti mikirin sesuatu."

Sepertinya aku tak bisa menutup-nutupi ini lagi, Viny orang yang sangat peka dengan keadaan.

"Aku, aku, aku kayanya suka Michelle deh.."

Viny mengeluarkan ekspresi tanda dia paham, sambil mengalihkan pandangannya.

"Akhirnya kamu bilang juga. Udah keliatan tau." Viny melemparkan senyum ejekannya padaku. Ya, aku tak terlalu terkejut bagaimana dia mengetahuinya.

"Tapi, aku agak trauma.."

Viny memegang bahuku.

"Kaca spion dibuat kecil. Kenapa? Kalau besar, kamu bakal liat kebelakang terus dan khawatir sama apa yang dibelakang kamu." setelah itu, Viny pergi meninggalkanku, dia terlihat tergesa-gesa.

Setelah Viny pergi, aku kembali ke kelas, duduk sambil memainkan bolpoinku. Sekali-sekali aku menoleh ke belakang, Michelle duduk disebelah Hamidan yang membuka laptopnya. Biasa.

Beberapa saat kemudian, Viny masuk. Wajahnya basah kuyup.

"Habis ngapain sampe basah gitu? Mata kamu juga merah gitu."

"Tadi aku ngantuk, aku cuci muka." Viny mengelap wajahnya menggunakan sapu tangan yang ada di sakunya. Viny menekankan sapu tangannya di wajahnya, sehingga wajahnya tertutup.

Aku agak tidak yakin dengan ucapan Viny.

*** 

TBC


Maaf ^^'

Second SignTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang