Seperti hari-hari biasa, saat istirahat sebelum pelajaran tambahan aku, Viny, Hamidan dan Gracia selalu membeli makanan diluar.
"Kak~ Beliin dong."
Dibelakangku ada Sisca yang mengayunkan tanganku.
Setelah kejadian itu, kami menjadi semakin akrab tanpa merasa canggung.
"Gak ada, beli sendiri. Manja." sahutku.
Dia masih mengayunkan tanganku.
"Ehem."
Aku langsung menoleh kebelakang. Selama Sisca mengayunkan tanganku, aku tidak menoleh, tapi saat ada yang terbatuk, aku langsung menoleh, dan rupanya itu Michelle.
"Eh Chell, tumben beli makanan diluar?" tanyaku basa-basi.
"Gapapa sih, lagian aku mau bilang sesuatu nih, aku butuh bantuan kalian."
Butuh bantuan kami? Menarik.
"Apa Chell? Kayanya penting banget." tanya Hamidan.
Michelle menoleh ke berbagai arah, kemudian mulai berbicara.
"Besok Stefan ulang tahun, bantuin bikin surprise dong!" ucap Michelle dengan wajah yang terlihat senang.
Ya. Dia terlihat senang, tapi tidak untukku. Rasanya sakit. Dia berbicara seperti itu tepat di depanku.
"Mas, mbak, udah." ucap sang penjual cilok.
Aku membayar, mendapat kembalian, kemudian kuberikan kembalian tadi kepada Sisca.
"Nih, kalo mau beli."
Sisca menerima uangku, tapi dia melihatku dengan tatapan yang terlihat.. kasihan?
"Eh iya Chell, nanti diomongin di kelas aja ya." ucapku pada Michelle, dia mengangguk.
Setelah cukup jauh, Hamidan memegang pundakku.
"Yakin?" tanyanya. Aku hanya mengangkat kedua bahuku.
"Dia itu tau gak sih kalo kamu suka dia?" sambung Viny.
"Jangan bahas deh, akunya aja yang bodoh."
***
Waktu pelajaran tambahan, sang guru keluar kelas untuk sementara, dan waktu itu juga, Michelle dan Shinta menghampiriku.
"Gimana Chell? Aku sama temen-temen harus gimana?"
Dia langsung tersenyum, kemudian menjelaskan rencananya dengan berbicara pelan.
"Woi, apaan sih! Udah deh!"
Pandanganku, Michelle dan Shinta langsung berpindah ke depan kelas, karena di depan kelas ada Stefan yang tertawa tidak jelas. Kulihat ada satu teman perempuan kami yang mengejarnya dan mengoret-oret tangan Stefan dengan spidol.
"Liat nih, LSA!" tawa teman perempuan kami.
Stefan tertawa lagi. Aku mencoba memahami. LSA... Lisa? Bukannya Stefan dan Lisa sudah tak sedekat dulu? Sudahlah, kembali ke topik yang menyakitkan.
"Gimana lagi Chell?"
Michelle terlihat diam.
"Chell?" Shinta menggoyang pundak Michelle.
"Gak jadi deh, lupain." Michelle pergi meninggalkan Shinta.
"Dia kenapa?" tanya Shinta.
Apa iya Shinta belum tau tentang ini? Oh iya, Shinta kan baru disini, jadi kujelaskan saja latar belakangnya, tentang hubungan Stefan dan seseorang bernama Lisa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Sign
FanfictionBiasanya, kisah cinta di kehidupan remaja itu berbentuk segitiga. Tapi bagaimana jika memiliki banyak segi? Harus ada yang dikorbankan, atau mungkin berkorban? Apalagi Friendzone. Friendzone? Sepertinya itu hal biasa, apalagi di SMA!