"Ar.." Gracia menghampiri bangkuku saat istirahat
Gracia memanggilku. Nadanya seperti orang khawatir, tapi apa yang dia khawatirkan?
Gracia lalu mengajakku ke balkon. Kami berdua melihat jalanan sejenak.
"Kenapa Gre? Tumben lemes?" tanyaku.
"Hamidan Ar, sekarang dia kok deketin Michelle ya.."
Aku juga memperhatikan Hamidan akhir-akhir ini, karena aku juga memperhatikan Michelle.
Sebenarnya aku tak ingin memberitahukan ini pada Gracia, tapi daripada nantinya Gracia tambah terkejut kalau tahu sendiri, lebih baik aku beritahu siapa orang yang disukai Hamidan sekarang.
"Hh.. Aku kira abis dia jauh sama Ve, aku bisa lebih deket sama dia..."
"Oh.." ucap Viny yang tiba-tiba disebelahku.
Kami berdua terkejut.
"Iya-iya, aku gak bakal bilang-bilang.." ucap Viny tanpa ditanya.
Hamidan datang.
"Ada apaan nih?" tanyanya.
Kami bertiga menggeleng secara bersamaan. Hamidan berdiri disebelah Gracia. Gracia hanya bertopang dagu di pembatas balkon dan melihat jalanan. Kebawelan Gracia memudar.
"Kenapa Gre? Sakit?" tanya Hamidan. Gracia hanya diam.
Mungkin Gracia sekarang menajawab 'Sakit, hati.' dalam benaknya, tapi entahlah. Viny menarik tanganku dan masuk ke kelas, meninggalkan Gracia dan Hamidan.
"Vin, cewek kalo cinta banget sama cowok itu bapernya gitu ya, kaya Gracia?" tanyaku.
Viny hanya melirik ke kanan dan ke kiri, atas bawah, lalu menaikkan bahunya tanda tak tahu.
"Gak tau juga sih, belum pernah ngerasain kaya Gre, hehe.." ucap Viny lirih.
Apa perlu kah aku menjauhkan Hamidan dengan Michelle? Demi Gracia? Atau..?
---
"Psst, Sen." aku berbisik memanggil Cesen waktu pelajaran Bahasa Indonesia.
Cesen menoleh kebelakang.
"Ya?"
"Kamu kan deket sama Michelle, dari SMP, kamu tau gak kriteria cowok yang disuka sama Michelle?"
Cesen melirik ke arah Michelle sebentar dan kembali melihatku.
"Gak tau sih, dari dulu hidupnya cuma baca komik." jawab Cesen lalu kembali menghadap ke depan.
Seperitnya, Cesen sesungguhnya tau, tapi aku orang yang salah untuk menanyakan seperti apa laki-laki kesukaan Michelle.
---
"Penguin!"
Baru saja aku melangkah keluar dari kelas, ciciku berteriak memanggilku dari jauh menggunakan panggilan kesayangan.
"Kamu nanti tunggu bentar ya? Aku mau bikin tugas, bentar doaaang, ya ya?" ciciku mengayun tangan kananku dan menatap mataku dengan mata bulatnya, hatiku saja sampai bergetar.
"Iya deh iya, jangan lama-lama.." jawabku sambil mengelus kepala ciciku dengan tangan kiriku.
Kuakui, sepertinya aku menikmati peranku sebagai 'pacar' Elaine, perempuan terlucu sementara di SMA ini, dilanjut Michelle, dan Viny. Lupakan.
Seperti biasa, aku menunggu di depan sekolah, bersama Viny, dan kali ini ada Michelle. Jarakku dan Viny agak jauh dari Michelle. Meski aku dan Viny sudah cukup berteman baik dengannya, Michelle seperti belum terbuka dengan kami. Kuperhatikan juga, dia bahkan tidak terlalu terbuka dengan Cesen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Sign
FanfictionBiasanya, kisah cinta di kehidupan remaja itu berbentuk segitiga. Tapi bagaimana jika memiliki banyak segi? Harus ada yang dikorbankan, atau mungkin berkorban? Apalagi Friendzone. Friendzone? Sepertinya itu hal biasa, apalagi di SMA!