Recovering

413 30 12
                                    

Hah, agak menyebalkan.

Hampir semua hal harus kulakukan dengan tangan kiri. Apalagi tangan kananku tiap ingin kuluruskan rasanya masih sakit, beruntung ada ciciku dirumah yang bersedia membantuku kapan saja. Tapi tetap agak menyulitkan, apalagi kalau sudah waktunya mandi. Aku harus mengikat lukaku dengan plastik supaya air tidak mengenai bekas lukaku.

Tapi seiring berjalannya waktu, aku terus melatih tangan kananku supaya bisa lurus, dan akhirnya tanganku mulai pulih. Tapi, aku belum berani menggunakan tangan kananku untuk mengangkat atau melakukan sesuatu yang berat.

Tapi, dengan keadaanku sekarang, sepertinya aku sudah bisa membantu cici baruku, ci Sofi.

Saat tau kalau ci Sofi sudah menjadi bagian keluargaku, aku hampir tak bisa membedakan rasa senang ataupun takut, entah kenapa.

***

Hari ini, aku akan mencoba ke sekolah tanpa menggantung tanganku lagi. Tapi, tanganku masih terbiasa untuk menekuk, jadi tak masalah, itu tak akan membuatku pegal.

"Loh, udah gak digantung lagi tangannya?" tanya Michelle waktu aku baru sampai lantai dua, dia duduk di depan kelasnya sendirian lalu menghampiriku.

Ya.. karena keadaanku akhir-akhir ini, aku merasa kalau dia semakin 'dekat' denganku, karena katanya waktu tanganku digantung aku terlihat keren. Aneh memang.

"Mau aku biasain dulu Chell, udah gak terlalu sakit sih." jawabku sambil meluruskan kemudian menekuk tanganku lagi.

Seperti biasa, dia selalu mengelus tembelan luka jahitanku dengan perlahan. Agak geli, tapi entah kenapa aku merasa senang jika dia melakukannya.

"Yaudah, aku anter ke kelas kamu ya." dia tertawa kecil dan tersenyum padaku, lalu dia menuntunku sambil memgangi tanganku yang otomatis menekuk.

Rasanya.. sulit kujelaskan, dengan bagaimana dia menuntunku sambil tersenyum kearahku.

Baru saja kami masuk kelasku, beberapa penggosip yang sudah datang langsung bersuara.

"Wih, mesra banget." ucap salah satu teman sekelasku.

Michelle sangat cuek dengan hal seperti itu. Dia pernah bilang padaku kalau dia sangat tidak peduli dengan yang namanya gosip. Dia hanya akan mempercayai sesuatu kalau dia yang sendiri yang mengetahuinya. Bisa kubilang, dia perempuan yang berbeda, dan itu yang membuatku tertarik padanya.

Memang aku suka dengannya, tapi, di sisi lain, ada Hamidan yang juga sangat menyukainya, dan itu yang membuatku tak tau harus berbuat apa.

Setelah aku duduk, dia duduk di bangku depanku, tapi dia menghadap kearahku.

"Gak balik?" tanyaku.

"Masih sepi. Gak ada temen." jawabnya dengan tatapan kosong menghadap ke tanganku yang ada diatas meja.

Kami berdua mengobrol. Michelle entah bagaimana selalu saja punya sesuatu untuk diceritakan, jadi, aku lebih sering mendengarkan daripada berbicara. Sampai-sampai, bel masuk telah berbunyi.

---

"Lah Ar, aku kira kamu gak masuk hari ini." ucap Viny saat kebetulan dia berjalan melewati kelasku, dan kebetulan aku keluar kelas saat pelajaran kosong.

"Kata siapa aku gak masuk?"

"Ya.. tadi aku gak liat kamu soalnya. Eh, itu tangan kamu udah gak nggantung lagi?"

"Ya kamu liat gimana?"

Dia hanya tersenyum bodoh kearahku.

"Emang sih masih enak digantung, gak terlalu sakit. Tapi, kalo digantung terus ya kapan sembuhnya." lanjutku.

Second SignTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang