Libur semester satu telah dimulai.
Sesuai ajakan ci Elaine, aku dan tiga sahabatku akan pergi ke Jakarta, ci Sofi juga. Kami berangkat bersama-sama naik kereta.
Disamping liburan, kami juga akan merayakan natal bersama keluarga tante Desy disana.
Hm?
Hamidan menyodorkan HPnya padaku ketika Gracia dan Viny tidur di kereta.
"Gue gak tahan Ar, gue pengen bilang ke dia."
Itulah yang tertulis di notes HPnya.
"Kebetulan dong, siapa tau ada spot yang bagus disana." bisikku. Hamidan mengangguk.
---
Kami sampai di Jakarta pagi hari jam tujuh. Di stasiun di Jakarta, kami dijemput oleh tante Desy.
Selama kuliah, ci Elaine tidak menyewa kos atau mengontrak rumah, tapi tinggal di rumah tante Desy.
Berhubung keterbatasan ruangan, kami semua tidur di kamar tempat ci Elaine. Untunglah ada tambahan beberapa kasur kecil. Tapi tetap saja, aku dan Hamidan ada di sisi yang berbeda.
"Dah, jalan-jalan yuk." ajak ci Elaine setelah kami beres-beres.
"Sebanyak ini mau naik apa?" tanyaku.
"Naik TJ lah." jawabnya.
Kami setuju. Sebelum berangkat, kami bergantian, ada yang mandi dan ada yang makan lebih dulu. Aku dan Hamidan memilih untuk mandi nanti saja, sekitar akhir karena kami bisa mandi cepat.
"Kita lumayan lama disini kan?" tanya Hamidan.
"Iya, tenang, pasti ada waktu yang pas."
***
Semua sudah siap. Karena kurang lengkapnya orang, kami hanya akan berjalan-jalan di salah satu mall saja. Kami akan pergi ke taman bermain kalau ci Anin dan ci Feni sudah pulang dari tugas KKNnya, kira-kira dua hari lagi, sedangkan Samuel baru mulai libur kuliah besok.
"Ci, kita mau kemana sih, jauh banget." keluhku.
"Deket kok." jawabnya.
Entah apa definisi dekat menurutnya, atau memang seharusnya dekat tapi kebetulan sedang macet. Seharusnya naik TJ bisa bebas dari macet, tapi banyak kendaraan pribadi yang masuk ke busway dan membuat kinerja TJ melambat dan ikut terjebak macet. Bahkan Viny yang sering menunggu dengan membaca buku sampai mengantuk dan bersandar di bahuku.
"Ibukota lebih kejam daripada ibu tiri Vin." gumamku. Viny hanya membalasnya dengan tersenyum, kemudian dia menutup matanya.
Tak hanya Viny yang mengantuk, tapi kami juga, kecuali ci Elaine yang sepertinya sudah terbiasa. Sebelum dia memakai mobil, dia pasti sudah terbiasa memakai TJ meski hanya sebentar.
"Eh guys, masa sih, di dunia ini kita punya kembaran?" tanya Gracia sambil membaca melalui HPnya.
"Hm, selama aku kuliah, aku nemu wajah-wajah yang gak asing. Maksudnya bukan mirip Gre, tapi lebih ke tipe wajah yang sama. Di kampus aja banyak orang yang tipe wajahnya kaya temen-temen angkatan aku di SMA bahkan adik kelas." jawab ci Elaine.
Gracia hanya mengangguk, kemudian menghadap ke HPnya lagi.
"Semisal ada yang mirip aku gimana Gre?" tanya Hamidan.
"Ya.. gak gimana-gimana lah, kamu ya kamu."
Tiba-tiba aku senang melihat mereka berdua. Apalagi saat Gracia menjawab pertanyaan Hamidan barusan. Gracia menjawabnya dengan menatap Hamidan dengan sorot mata yang mendalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Sign
FanfictionBiasanya, kisah cinta di kehidupan remaja itu berbentuk segitiga. Tapi bagaimana jika memiliki banyak segi? Harus ada yang dikorbankan, atau mungkin berkorban? Apalagi Friendzone. Friendzone? Sepertinya itu hal biasa, apalagi di SMA!