First Day, First Secret

980 41 7
                                    

Seluruh murid baru tampak konyol hari ini, termasuk aku. Para laki-laki mengenakan mahkota daun, sedangkan para perempuan menguncir rambutnya sebanyak enam kunciran dengan poni diangkat. Kami para murid baru juga msih mengenakan seragam SMP.

Tidak ada yang bisa ditertawakan, karena semua sama, kecuali Hamidan.

Saat upacara, kami para murid baru harus mengenakan topi yang terbuat dari bola plastik, jadi terasa panas.

Setelah upacara, kami dikumpulkan di aula sekolah.

***

"Apa!? Satu jam!? Bikin cuma lima helai rafia sampe satu jam!?" bentak salah satu senior pada Hamidan.

Yap, dugaanku benar, Hamidan gak akan selamat.

Hamidan dimarahi habis-habisan oleh para senior. Meski aku selamat, tempat dudukku paling depan, jadi aku merasakan ketegangan walaupun gak kena marah.

***

Tiga hari kami lalui, isinya hanya bentakan senior dan sesi dari guru, menegangkan tapi membosankan.

Disisi lain, aku mulai sedikit mengenal Michelle, sangat sedikit. Dan sepertinya aku mulai tertarik padanya.

"Akhirnya selesai juga ya Vin.." ucapku sambil mengehmbuskan nafas berat.

"Masa tersuram udah kelewat, hahaha.." sahut Viny.

"Eh iya Vin, udah nemu cowok belum?" tanyaku iseng.

Viny mengangguk. Tapi, jujur, rasanya ada yang mengganjal, meski aku sahabatnya.

"Vin, udah tau belum kita masuk kelas apa?" tanyaku.

Viny menggelengkan kepalanya.

"Coba cek papan pengumu..."

"Viny! Aria! Kita satu kelas lagi!" teriak Gracia sambil berlari kearah kami.

Kabar yang sangat membahagiakan untukku.

"Hamidan?" tanyaku.

Gracia mengangguk kesenangan.

Lengkap sudah.

Di hari terakhir MOPD terakhir ini, kami memang dijadwalkan pulang lebih pagi. Jadi, Viny dan Gracia pulang lebih dulu, sedangkan aku menunggu ciciku karena aku pulang dengannya.

Waktu istirahat, ciciku datang menghampiriku. DIa mengajakku untuk menemaninya makan di kantin. Kebetulan juga sifat penyayang ciciku muncul, jadi dia langsung menggandengku.

Sepanjang perjalanan menuju kantin, banyak orang melihat kami berdua dengan heran. Sepertinya mereka mengira kami berpacaran.

"Ci, daritadi kok kita kayanya diliatin terus ya.." ucapku pada ciciku.

Ciciku hanya tersenyum sambil mengunyah makanannya.

"Biarin, yang namanya sayang kan gak harus sama pacar." ucap ciciku sambil melanjutkan makannya.

Ciciku menjawab seloah tahu apa yang ada dipikiranku, atau memang dia memikirkan hal yang sama?

"Woi Ar!"

Ada seseorang yang memanggilku. Aku melihat dengan seksama, rupanya Samuel, kakak kelasku dulu waktu SMP. Aku berteman baik dengannya karena kami sering bermain di bersama di warnet.

"Nongol juga lu akhirnya, haha... Gue kira Elaine udah dapet pacar baru terus makan bareng di kantin, gue liat lebih lanjut cowoknya pake celana SMP, ternyata lu Ar, haha.."

Second SignTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang