Touchdown, hotel!
Setelah mengambil kunci, aku, Hamidan dan Rendy yang satu kamar langsung berjalan mencari kamar kami.
Dari lantai satu, akhirnya kami menemukan kamar kami di tempat paling pojok di lantai tiga dari total empat lantai hotel ini.
Kamarnya tidak sesuai ekspetasi. TVnya kecil, kamarnya juga kecil. Untung kamar mandinya mendukung dengan air panasnya.
Aku membuang tasku entah kemana dan langsung merebahkan diri ke kasur, Hamidan juga.
Rendy menaruh tasnya dan langsung mandi.
Aku menghidupkan TV agar kamar ini tidak terasa sepi.
"Gue pergi dulu ya, mau apel." ucap Rendy sambil tertawa kecil.
"Ve mulu." sahutku.
"Iya, sana-sana. Ntar kalo kekunci diluar chat ya." sahut Hamidan.
Rendy mengangguk kemudian pergi.
Beruntung juga dia bisa mendapatkan Ve.
Aku menggoda Hamidan habis-habisan soal hubungan Rendy dan Ve.
"Ah, udah-udah, gue laper nih. Sial, gak boleh keluar hotel pula." keluh Hamidan.
Aku masih mengingat kalau aku masih punya jatah tiga mie cup, akan kuberikan pada Hamidan satu. Aku langsung mandi, bergantian dengan Hamidan.
Setelah mandi, kami meninggalkan kamar dan menguncinya, karena kami akan ke kamar temank untuk mengambil mie cup.
"Kalian mau kemana?" cegat Michelle yang kebetulan kamarnya satu lantai denganku.
Karena laki-laki sedikit, kami hanya mendapat jatah 'kamar sisa', jadi dari arah kamarku kalau ingin turun, kami akan melewati beberapa kamar perempuan.
"Mau ambil mie cup." jawab Hamidan mendahuluiku.
"Ikut deh."
Michelle mengikuti kami ke lantai satu.
Setelah sampai, aku mengetuk pintu kamar temanku. Dia keluar dan kubilang tujuanku kesini, dan aku tetap diluar karena aku sendiri merasa malu masuk ke kamar perempuan.
Agak lama, karena rupanya sekalian diberi air panas oleh temanku.
Setelah itu, kami bertiga kembali ke lantai tiga.
"Dapet darimana itu?" cegat Gracia.
Viny dan Gracia sedang duduk berdua di sofa di dekat tangga lantai dua. Tiap lantai memiliki tempat santai yang langsung menghadap keluar tanpa dibatasi jendela. Kami bertiga bergabung dengan mereka berdua.
"Jatah gue Gre dari temen sekelas, tiap anak empat, kemarin udah satu, ini tiga abis."
Gracia langsung terlihat kebingungan. Astaga orang ini.
"Minta dong." Viny mengarahkan kedua tangannya yang terbuka padaku. Aku memberikannya.
"Minta dong." Gracia meminta pada Hamidan. Dia juga memberikannya.
....
....
"Astaga, tinggal kuahnya." keluhku, lalu kuminum kuahnya.
"Astaga Gre, gue masih laper, sisain kuahnya kenapa." keluh Hamidan.
Rupanya aku lebih beruntung.
Viny dan Gracia tersenyum licik pada kami berdua. Mungkin mereka membalas perbuatan kami tadi siang.
Michelle akhirnya bersuara, dia tertawa kecil.
"Nih, kalo ada yang mau." Michelle mengarahkan cupnya kearahku dan Hamidan. Masih sisa seperempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Sign
FanfictionBiasanya, kisah cinta di kehidupan remaja itu berbentuk segitiga. Tapi bagaimana jika memiliki banyak segi? Harus ada yang dikorbankan, atau mungkin berkorban? Apalagi Friendzone. Friendzone? Sepertinya itu hal biasa, apalagi di SMA!