Grace

333 31 9
                                    

Kecurigaan gilaku ternyata benar. Sejak dulu kuperhatikan, tatapan Shinta selalu berbeda terhadap Michelle, tingkah lakunya juga. Tingkahnya pun kurasa lebih daripada sepasang sahabat, bahkan Viny dan Gracia tidak pernah berlebihan. Dan apa mungkin, selama ini dia seperti 'memisah' aku dan Michelle karena dia cemburu padaku?

"Jadi kak, bisa bantuin gak?" ucap Sinka pelan.

"Bantuin gimana?"

Mulut Sinka terbuka, tapi tidak mengucapkan apa-apa. Kelihatannya dia susah berbicara.

"B-buat dia suka sama laki-laki."

Sebentar..

"Jangan-jangan.."

"Please kak, tolong." Sinka menatapku dengan tatapan penuh harapan.

Ini gila, benar-benar gila. Kenapa aku harus melakukan ini?

"Maaf Sin, aku gak bisa, cinta gak bisa dipaksain kaya gitu.."

Sinka membenamkan wajahnya dengan kedua tangannya.

"Sin, kenapa kamu takut sama cici kamu yang kaya gitu? Bukannya dia sayang kamu sebatas kakak-adik?"

Sinka menaikkan kepalanya.

"Kadang aku ngerasa jijik setelah aku tau kalau cici kaya gitu. Aku juga gak mau dia diejek kalau banyak yang tau cici itu penyuka sesama jenis."

Agak berat memang. Serumit-rumitnya kisah cinta, ini adalah hal yang paling baru yang aku hadapi, dan aku tidak tau solusi apa yang harus kuberikan.

"Aku cuma bisa saranin kamu berdoa buat cici kamu, semoga dia jadi lebih baik."

Sinka menghembuskan nafas dengan berat dan mengangguk.

"Aku gak bakal bilang siapa-siapa kok, tenang aja." aku berdiri, hendak pergi.

"Kak." panggil Sinka.

"Makasih ya." lanjutnya. Aku mengangguk, lalu pergi.

***

Hubunganku dengan Michelle makin hari tak kunjung baik meski aku dan Shinta baik-baik saja.

Aku selalu ingin meyakinkan, apakah Shinta ada dibalik semua ini? Apakah kebaikannya hanya topeng belaka untuk menjauhkanku dengan Michelle? Meski aku berpikiran seperti itu, aku juga seperti memakai topeng kalau berbicara dengannya, pura-pura tidak ada apa-apa.

Apa perlu aku melakukan beberapa 'tes' untuk meyakinkanku?

"Shin, Michelle gimana? Udah baikan?" tanyaku padanya saat tak ada Michelle di kelas.

"Dia udah baikan sih sebenernya, tapi kayanya masih marah sama kamu. Liat kearah kamu aja nggak."

"Apa perlu aku minta maaf? Bisa bilang ke dia gak kalo aku mau minta maaf?"

"Duh.. kayanya dia masih belum bisa deh.."

Satu.

"Emang kenapa?" tanyaku lagi.

"Soalnya kamu buat dia sakit hati, bahkan kamu makin deket sama Viny, Sisca juga."

Dua.

"Ok deh kalo gitu, kapan-kapan aja." aku pergi meninggalkan Shinta karena kulihat Michelle membuka pintu kelas dari luar.

Sudah ada dua kejanggalan saat aku bertanya pada Shinta tadi. Pertama, kenapa aku tidak bisa minta maaf? Bukannya dia sebagai sahabat Michelle menyarankan sebuah perdamaian? Kedua, dia membicarakan hubunganku dengan Sisca juga, padahal aku hanya terlihat berinteraksi dengan Sisca tiap pulang sekolah saja, apalagi aku tak pernah bercerita tentang Sisca padanya. Apa dia mencari celah? Rasanya aku harus menyelesaikan ini sendiri tanpa diketahui yang lain.

Second SignTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang