"Dek maaf ya, cici lupa bilang kalo hari ini cici mulai ada pelajaran tambahan, jadi cici pulangnya sorean." ciciku minta maaf padaku saat aku baru saja turun dari tangga.
Aku langsung menepuk wajahku. Bagaimana tidak kacau, jam tiga aku akan pergi bersama Viny, Gracia dan Hamidan.
Aku sekilas berpikir kalau ingin membawa pulang motor dulu dan saat ciciku pulang dijemput mama saja, tapi, aku belum punya SIM.
Kalau saja ciciku tidak memberitahu mendadak seperti ini, aku bisa pulang bersama Hamidan tadi.
"Maaf ya.." ciciku terlihat murung.
Aku tidak tega melihatnya murung seperti itu. Aku memegang tangan kanannya, sedangkan tangan kiriku menepuk puncak kepalanya.
"Iya iya.." ucapku. Dia tersenyum lalu kembali ke kelasnya.
Aku segera menghubungi mamaku untuk menjemputku. Untung dia bisa.
Andai aku tidak piket siang ini, pasti aku masih bisa menunggu bersama Viny.
Aku menunggu diluar sendirian.. tidak, aku tidak sendiri. Kulihat ada Michelle yang masih menunggu, jadi aku langsung menghampirinya.
Kami hanya mengobrol biasa tentang keseharian kami masing-masing.
Aku merasa kalau aku dan dia semakin dekat.
---
Akhirnya, Michelle pulang lebih dulu.
Selang beberapa menit, mamaku akhirnya datang.
"Untung mama gak ada apa-apa hari ini." ucap mamaku saat aku menghampirinya.
"Cici bilangnya dadakan sih." jawabku.
"Yaudah, ayo cepet, jalanannya bentar lagi rame."
Aku langsung naik ke motor dan kami pun pergi.
Benar saja. Jalanan kini sangat ramai, tak seperti biasa.
"Tuh kan." ucap mamaku.
Sebenarnya masih ada jalan, tapi itu artinya kami harus melawan arus sedikit.
Aku sempat melarang mamaku untuk melakukannya, tapi mamaku bilang tidak apa-apa karena jaraknya tidak terlalu jauh, jadi aku pasrah saja.
Tapi, namanya juga melawan arus. Kami menghadapi sebuah motor yang melaju dengan cepat. Tanpa tanda lampu sein atau apa, motor tadi tiba-tiba belok ke sebuah bank dan membuat mamaku kaget dan mengerem dadakan, depan dan belakang.
***
BRAK!
Motor yang kami kendarai jatuh seketika.
Aku tak ingat bagaimana jatuhnya, yang pasti, tiba-tiba aku sudah tergeletak di jalan dan di gendong banyak orang menuju pos satpam di bank yang kami lewati.
Aku langsung berteriak mencari mamaku. Akhirnya mamaku datang di bopong beberapa orang ke sebelahku. Mamaku terlihat baik-baik saja. Aku ingin memeluknya, tapi.. tangan kananku sangat sakit untuk kugerakkan.
Kulihat lipatan siku ku berwarna ungu. Sangat sakit kalau kugerakkan.
"Mobil! Mobil! Rumah sakit!" teriak salah satu orang.
Beberapa saat kemudian, mobil datang dan kami dibawa kedalam mobil, dilarikan ke rumah sakit.
***
"Argh!!" aku hanya bisa berteriak.
Di IGD, tanganku secara paksa diluruskan oleh perawat dengan cara membalutkan tanganku dengan dua buah kayu. Sakit memang, tapi ini yang harus kujalani. Aku belum tau apa yang terjadi dengan tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Sign
FanfictionBiasanya, kisah cinta di kehidupan remaja itu berbentuk segitiga. Tapi bagaimana jika memiliki banyak segi? Harus ada yang dikorbankan, atau mungkin berkorban? Apalagi Friendzone. Friendzone? Sepertinya itu hal biasa, apalagi di SMA!