396 30 5
                                    

"Ci, aku boleh tuker shift sama Viny gak?"

Aku merasa kalau selama ini aku merepotkan tante Shani, jadi akan lebih mudah kalau aku satu shift dengan Hamidan.

Ci Sofi setuju.

Bukannya aku tidak nyaman satu shift dengan Gracia, tapi dengan begini akan lebih mudah.

***

"Dan, mulai minggu depan kita satu shift." ucapku pada Hamidan di kelasnya waktu istirahat pertama.

Hamidan hanya mengangguk sambil browsing dengan laptopnya.

"Lu kenapa?"

"Gapapa, ini wifinya lagi lemot aja."

Kulihat, Hamidan hari ini tak terlihat baik. Aku langsung menoleh kearah Michelle, dia terlihat seperti biasa.

Apa ada masalah antara mereka?

Aku merasa kalau ada yang memanggilku. Aku menoleh kearah pintu, ada Viny yang memberi isyarat padaku untuk menghampirinya.

Kami berdua bersandar di pagar seperti biasa.

"Vin, Hamidan kenapa?" tanyaku langsung.

"Baru aja mau aku omongin."

Viny bercerita padaku tentang apa yang terjadi pada Hamidan. Katanya, Michelle akhir-akhir ini berubah terhadap Hamidan. Apa Michelle merasa.. jijik? Kurasa Michelle bukan orang yang seperti itu. Tapi kenapa?

***

Tak seperti biasa Hamidan menjadi sosok yang diam sampai seminggu. Bahkan waktu bekerja pun dia tak banyak bicara.

Aku yang sering mendengarkan pembicaraan yang terkadang tidak penting darinya pun sekarang sudah tak kudengar lagi.

"Lu ada apa sih? Michelle?"

Dia mengangguk dengan tatapan 'bodo amat'.

Akupun dibuat bingung olehnya. Dia ini sebenarnya serius atau tidak dengan Michelle?

"Cemburu sama Stefan?"

Dia mengangguk lagi. Astaga.

"Kadang gue capek Ar. Gue aja gak tau kenapa akhir-akhir ini dia beda sama gue. Dari yang biasanya selalu di sebelah gue tiap gue main game, sampai sekarang yang liat gue aja nggak."

Kalau sudah seperti ini, aku tak tau apa yang bisa kulakukan, karena aku sendiri pun belum tau sifat Michelle yang sesungguhnya.

"Selamat datang! Eh, temennya Aria ya?"

Tiap ada pelanggan yang masuk, mamaku atau tante Shani selalu menyambut mereka dari balik meja kasir, tapi kali ini dia membuatku penasaran.

Aku yang awalnya di bagian belakang langsung berjalan lewat bagian pinggir minimarket. Toko ci Sofi sudah menjadi minimarket.

Setelah aku lihat siapa itu, aku langsung kembali menghampiri Hamidan.

"Dan, ada Michelle."

Dia yang awalnya bersandar di tembok sambil menutup matanya langsung terbelalak dan pergi. Kelihatannya dia ingin menghampirinya, dan aku mengikutinya.

"Ada yang bisa dibantu?"

Aku agak takjub dengan sikap Hamidan kali ini. Dia bukan Hamidan yang sering kuajak bicara ataupun yang ada di sekolah. Dia menjadi orang yang lain.

Tapi, tak ada respon dari Michelle. Menoleh kearah Hamidan pun tidak. Bahkan dia pindah ke bagian yang lain. Aku mengikutinya lewat belakang.

"Ada yang bisa dibantu?" tanyaku.

Second SignTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang