Sejak malam itu, malam dimana aku resmi menjadi kekasih Adryan, disitulah aku menjadi seseorang yang sangat menutup diri. Terutama pada ayah dan bunda. Entah mengapa aku menjadi sibuk dengan duniaku sendiri, bahkan jarang sekali aku berbagi cerita dengan mereka seperti dulu.
Akhir pekan telah tiba, kediaman kami saat ini menjadi tempat berkumpulnya teman-teman kuliah ayah semasa mereka menjadi mahasiswa fakultas kedokteran di Jakarta. Aku sangat tidak menyukainya, karena apa? karena aku sangat tidak nyaman dengan keramaian, terlebih teman-teman ayah saling mengikutsertakan istri dan anak mereka. Ayah dan bunda memintaku untuk turut hadir dalam acara ini, hanya sekedar memperkenalkan bahwa aku adalah putri dari seorang dr. Alexander Jeremy Hill, SpKK.
Yaaa, ayahku adalah seorang dokter, tapi ayah adalah ayah yang paling hebat untukku, karena ayah selalu punya banyak waktu untuk keluarga kecil kami di sela kesibukannya, walaupun hanya sekedar makan bersama dirumah.
"Sayang, nanti kamu jangan dikamar ya, temenin bunda dan bibi mempersiapkan makanan untuk teman-teman ayah." Pinta ayah.
"Iya ayah." Aku pun mengiyakannya.
Saat aku dan bibi sibuk di dapur belakang, ayah dan bunda sedang asyik menyapa tamu yang hadir. Tidak lama ayah memanggil namaku dan aku segera menghampirinya.
"Ya ayah?" tanyaku bingung.
"Perkenalkan putri satu-satunya saya, Zoya Abella Hill." Ayah memperkenalkan aku pada temannya.
"Selamat datang om, tante." Aku menjabat tangan mereka.
"Cantik ya, kelas berapa kamu nak?" tanya teman ayah.
"Baru masuk SMA om." Jawabku sambil tersenyum.
"Wah, nanti kalau sudah lulus, ikuti jejak ayahmu ya menjadi seorang dokter, sama seperti anak om ini." Teman ayah memperkenalkan putranya.
"Oh iya om, semoga." Aku mengiyakan perkataannya.
"Kenalan dulu sama Zoya, ini putri om Alex nak." Teman ayah meminta putranya berjabat tangan denganku.
Kulihat, sosok laki-laki yang tinggi, putih, beralis tebal, matanya tajam, berbadan tegap dan tampaknya tidak banyak bicara.
"Belvara." Dia menjulurkan tangannya tepat dihadapanku.
"Zoya." Aku membalas jabatannya sambil tersenyum.
Baru pertama kali, ada laki-laki ya tak membalas senyumku.Aku terus memperhatikan dia dengan tatapan yang aneh, apa aku kurang menarik sampai-sampai dia tak membalas senyumku? saat sedang fokus memperhatikannya, ayah tiba-tiba mengejutkan lamunanku dengan meminta aku untuk menemaninya.
"Zoya, temani Belva ya selama disini, ajak dia makan atau sekedar minum-minum." Kata ayah sambil merangkulku.
"Iya yah." Aku hanya bisa mengiyakan perkataannya.
Dan aku pun berpamitan dengan tamu-tamu ayah. Ketika aku melangkah masuk, putra teman ayah itu hanya mengikutiku dari belakang, tanpa ada kata yang keluar dari bibirnya. Kami pun saling membisu satu sama lain, hanya ada suara hembusan nafas yang terdengar.
Mau tidak mau, aku mulai membuka pembicaraan diantara kami kali ini.
"Kamu sudah lulus sekolah?" tanyaku.
"Sudah." Jawabnya sambil memainkan jari.
"Kuliah dimana?" tanyaku kembali.
"Universitas FKJ jurusan kedokteran umum." Matanya tak menatap kearahku.
"Sudah kelas berapa?" tanyaku terus menerus.
Mata tajamnya mulai menatap diriku, "Dalam perkuliahan tidak ada namanya kelas, tapi semester. Aku semester 4."
"Aku tidak tahu kalau bukan kelas tapi semester." Jawabku dengan suara kecil.
Sungguh laki-laki ini sangat amat membosankan.Acara pun sudah berjalan cukup lama dan para tamu satu persatu sudah meninggalkan rumah. Saat aku kembali kedalam kamar, aku melihat ponselku sudah penuh dengan panggilan yang tidak terjawab. Aku segera menghubungi ponsel Adryan dan dia meminta aku untuk bersiap-siap, karena sebentar lagi Adryan akan menjemputku. Aku sendiri tidak tahu kemana Adryan akan membawaku. Untuk menghindari pertemuan Adryan dengan orangtuaku, aku memintanya untuk menjemputku di taman komplek rumah. Walaupun acara sudah selesai, setidaknya ayah dan bunda masih berada diluar kamar. Segeralah aku meminta izin pada ayah untuk pergi ke cafe sebentar dan yang membuatku lega adalah ayah memperbolehkan aku pergi.
Dari kejauhan, aku sudah melihat mobil Adryan yang terparkir disekitar taman, aku mulai menghampiri dan mengetuk kaca mobil miliknya. Tidak lama Adryan membukakan pintu mobil dari dalam dan aku pun masuk kedalam mobil itu.
"Sayang, kamu kemana saja?" Adryan langsung memelukku.
"Dirumah ada acara Adryan, karena itu aku tidak bisa mengangkat telfon dari kamu."
"Kamu sudah makan?" tanyanya sambil memegang lembut daguku.
"Sudah Adryan." Jawabku dengan tersenyum.
"Bagaimana sekarang kita nonton?" dia masih tetap memegang daguku.
"Terserah kamu Adryan." Aku tidak bisa menolak, meskipun aku sangat tidak bersemangat saat ini.Sudah hampir 3 tahun aku menjalin cinta dengan Adryan, semua tampak baik-baik saja dalam hubungan kami, hingga saat ini aku sudah lulus SMA.
Siang itu, aku dan ayah sedang menikmati acara televisi bersama, entah mengapa tiba-tiba ayah melontarkan pertanyaan yang membuat aku sedikit kebingungan.
"Sayang, kamu masih ingat dengan putra teman ayah, yang ayah kenalkan pada kamu saat acara dirumah kita?" tanya ayah dengan alis terangkat.
"Teman ayah?" tanyaku kembali sambil mengingat-ingat yang ayah katakan.
Ya Tuhan!!! Belvara? Laki-laki yang tidak banyak bicara dan membosankan itu?
"Oh, Belvara?" tebakku.
"Iya sayang, kamu masih ingat?" ayah tersenyum padaku.
Tunggu, perasaanku sekarang mulai merasa tidak enak.Sekitar pukul 16:00 tampaknya seseorang membunyikan bel rumah, ayah memanggil dan memintaku untuk membukakan pintu. Alangkah terkejutnya, saat aku melihat sosok yang sempat aku kenal, Belvara.
"Ada om Alex?" tanya dia.
"Ada, silahkan." Aku mempersilahkannya untuk masuk.
Ayah dan bunda mulai menyambut kedatangannya dengan penuh kehangatan.Dari kejauhan aku melihat ayah dan Belvara sangat akrab berbincang, entah racun apa yang diberikan Belvara padanya. Ayah adalah sosok yang sangat tegas, angkuh dan tidak banyak bicara dengan seseorang yang tidak dekat dengannya, apa mungkin karena Belvara adalah putra dari kerabatnya sehingga ayah sangat akrab dengan Belvara?
Seketika aku tersadar dari lamunanku ketika ayah memanggil.
"Zoya, kemari sayang." Ayah melambaikan tangannya kepadaku.
"Iya ayah." Perlahan aku mendekati.
Belum sempat ayah berbicara padaku tiba-tiba bunda memanggil kami semua untuk segera datang menuju ruang makan. Perkataannya pun menjadi tersendat karena panggilan bunda.Santapan yang tak seperti biasanya telah bunda hidangkan. Hanya karena ada Belvara, bunda rela memasak begitu banyak menu makanan hari ini.
"Bunda, kenapa bunda memasak banyak sekali?" tanyaku heran.
"Iya sayang, hari ini kan menjadi hari pertama Belvara datang seorang diri kerumah kita." Kata bunda dengan sangat bersemangat.
"Iya Zoya, sekaligus merayakan kelulusan Belvara, jarang sekali mahasiswa kedokteran yang lulus sarjana dalam waktu 5 tahun." Ayah menepuk bahu Belvara.
Aku hanya diam dan memperhatikan Belvara, walaupun dia adalah laki-laki yang tampan dan pintar, aku pastikan yang menjadi pasangan hidupnya tidak akan mendapatkan kebahagiaan darinya. Tentu saja, di sangat kaku dan tidak menarik.Setelah selesai makan malam, ayah tidak beranjak dari tempat duduknya, sehingga aku pun enggan untuk bangkit berdiri. Ayah dan Belvara hanya membahas tentang rumah sakit yang sedang dibangun oleh ayahku dan ayahnya Belvara. Memang tidak begitu besar, tapi cukup ramai. Saat aku sedang memainkan ponselku, tiba-tiba ayah membicarakan tentang pendidikanku ke jenjang perguruan tinggi.
"Zoya, ayah ingin kamu mengikuti keinginan ayah menjadi seorang dokter." Ayah menoleh kearahku.
Aku hanya terkejut, tanpa membantah.
"Ayah ingin kamu bisa ikut membantu ayah membangun rumah sakit yang baru kita bangun." Ayah menatapku.
Terserahlah, sejak dulu aku tidak mampu menolak permintaan ayah, bukan?

KAMU SEDANG MEMBACA
Regrets of Love
RomantikKamu berhasil menyadarkanku makna cinta yang sesungguhnya. Semua tampak jelas bagaimana caramu menjagaku. Hingga aku mendengar kata yang sudah lama kunanti terucap dari bibirmu. Cinta... Begitulah kedengarannya, sangat manis bukan? Tapi tidak bagik...