Part 8

1.9K 89 0
                                    

Kami sering bertemu, tapi tak saling berbicara. Aku sangat merasakan perbedaannya, disaat Belvara benar-benar tidak memperhatikanku kembali, tidak ada yang membawakan sarapan ke dalam kamarku. Perlakuan Belvara benar-benar berubah, ingin sekali aku mengajaknya bicara, tetapi hanya gengsi yang aku pikirkan.

PoV Belvara.

Dia tidak pernah bisa mengerti, apa karena umurnya yang masih terlalu muda? setidaknya dia bisa berpikir tentang dirinya sendiri. Apa yang akan terjadi jika laki-laki brengsek itu berhasil mengotori dirinya. Selama ini aku selalu melindunginya karena ayahnya sudah menitipkan dia padaku.
Pernahkah dia sekali saja berpikir tentang orangtuanya?

Terdengar suara teriakan Zoya. Apa yang sedang dia perbuat lagi? ingin aku menghampirinya, tapi.. baiklah, aku khawatir jika terjadi apa-apa dengannya.
"Ada apa?"
Kini tubuhnya sudah berada diatas meja dengan tangannya memegang sapu. Ternyata hanya seekor kecoak. Dasar perempuan konyol. Aku pun pergi meninggalkannya, apa dia sudah kehilangan akal? seekor kecoak pun mampu membuatnya berteriak seperti seseorang yang melihat hantu.

Dering ponsel? apakah itu ponsel milikku? saat ku raih ponselku, tertegun mataku melihat siapa yang menghubungiku, om Alex.
"Pagi om." Sapaku hangat.
Om Alex hanya memberi kabar, bahwa tidak lama lagi mereka akan kembali ke Jakarta, itu tandanya tidak akan lama lagi aku kembali pulang ke rumahku. Mengapa berat sekali aku meninggalkan rumah ini, lebih tepatnya Zoya, akankah perempuan itu baik-baik saja selama tidak ada aku? dia adalah perempuan yang sangat ceroboh, penakut dan manja, tapi terkadang aku merindukan sifat manjanya itu.

Panggilan seperti biasa sudah menghubungiku, aku harus pergi kerumah sakit karena ada beberapa hal yang harus aku tangani selama om Alex pergi. Belum sempat aku sarapan pagi ini dan aku rasa sudah tidak ada waktu untukku sarapan, aku pun memutuskan untuk sarapan di kantin rumah sakit. Dengan cepat aku menuju mobil setelah selesai merapihkan diri.
"Tunggu!" gadis itu menghampiriku dengan sedikit berlari.
Perempuan ini memberiku sebuah kotak persegi kecil yang sudah mampu aku tebak isinya.
"Terimakasih."
Tanpa mengatakan apapun lagi aku segera pergi meninggalkannya.

PoV Zoya

Tidakkah dia bersikap manis padaku? aku sudah menyiapkannya sarapan, tapi hanya itu yang dia katakan. Apa salahku padanya? aku sudah menjelaskannya bahwa saat Adryan datang kerumah, bukan aku yang memintanya. Dengan kesal aku masuk kembali kedalam rumah, tanpa tidak disengaja Belvara menjatuhkan selembar kertas yang aku tidak mengerti apa itu isinya, lalu kertas itu hanya ku simpan saja dalam laci kamarku, siapa tahu kertas ini sangat penting bagi Belvara.

Sekitar pukul 17:00 perutku mulai terasa perih, aku sangat lapar, dengan semangat aku menuju dapur dan membuka tudung sajinya. Apa? hanya terdapat sayur bayam dan tempe goreng?
Sejak Belvara tinggal dirumah ini, bibi jarang memasak makanan-makanan yang aku sukai, hanya bunda yang dapat mengerti aku. Aku yakin semua makanan sehat ini adalah ulah dari Belvara, lihat saja nanti.

Aku terus menunggu Belvara pulang, ini sudah malam dan dia belum kembali, dia sangat sibuk akhir-akhir ini, perutku sudah tidak bisa diajak bekerja sama, cacing di perutku ini sudah mulai marah padaku. Saat aku mendengar suara mesin mobil, aku berlari menuju gerbang. Sebelum Belvara memarkirkan mobilnya, aku memaksanya untuk mengajakku makan diluar.
"Belva!!! buka kacanya." Teriakku sambil mengetuk-ngetuk kaca mobilnya.
Perlahan Belvara menuruti perintahku.
"Kamu harus mengajakku makan diluar sekarang, atau aku bisa mati karena kelaparan."
Kini Belvara mengerutkan alisnya yang tebal.
Aku pun berlari menuju kursi penumpang.
"Restaurant mana yang masih buka? ini sudah tengah malam Zoya, kamu bisa minum susu untuk menahan lapar." Belvara melirikku.
"Pasti ada Belva!!! ayo jalan saja." Dengan cepat aku menarik bajunya.
Belvara pun melajukan mobilnya.

Mobil ini berjalan sangat lambat, Belvara dengan sengaja memperlambat laju mobil ini untuk melihat kekanan dan kekiri jalan raya. Ternyata hanya ada satu restaurant cepat saji yang terlihat masih terang. Dengan penuh semangat aku menunjuk ke arah restauran itu.
"Tidak Zoya, itu makanan cepat saji, tidak baik untuk dikonsumsi." Belvara mempercepat laju mobilnya dan melewati restaurant itu.
"Ayolah Belva, aku sudah tidak sanggup menahan perutku."
Terlihat wajah Belvara yang tidak tega atas keadaanku.
"Baiklah, tapi sekali ini saja." Dengan cepat, Belvara memutar kendali mobilnya menuju restaurant itu.
"Apa kamu ingin makan ditempat ini, atau kita bawa pulang saja?" tanya Belvara.
"Dibawa pulang saja." Kataku.
Udara diluar sangat dingin, lebih baik jika aku hanya membeli makanan dan membawanya kerumah.
"Baiklah, tunggu disini, jangan lupa kunci mobilnya." Katanya dengan menekan kata-kata tunggu disini.
Sebenarnya, aku ingin ikut bersama Belvara.

Mataku sudah mulai terasa berat, karena memang waktunya aku sudah tidur, tapi bagaimana bisa aku tidur dengan keadaan perut tak terisi.
Perlahan mataku sudah mulai terpejam, semakin lama semakin terbayang imajinasiku dan Belvara menghancurkannya dengan mengetuk-ngetuk kaca mobil. Aku sudah mulai terlelap dan bermimpi, sangat lama sekali Belvara memesan makanan. Kulihat Belvara menenteng kantong plastik berisi banyak makanan ditangan kanan dan tangan kirinya, aku pun menyambutnya dengan wajah bahagia.

Sesampainya dirumah.
"Kamu tidak mau?" aku menawarkan burger pada Belvara.
"Tidak, kamu saja yang makan." Dia menolak dengan menahan makanan yang aku berikan padanya.
"Jika kamu tidak makan, mengapa kamu masih disini, kamu tidak ingin kembali ke kamarmu?" suaraku tidak jelas karena mulutku penuh dengan makanan.
"Jika aku kembali ke kamar, apakah kamu berani sendirian di sini?" Belvara mengangkat alis tebalnya.
Benar apa yang dikatakan Belvara, aku sangat takut sendirian.
Aku menggelengkan kepala dan Belvara tertawa menatapku. Akhirnya, hubungan kami kembali membaik. Setelah cukup lama kami tak saling bicara, akhirnya pertarungan diam diantara kami sudah berakhir, aku sungguh sangat merindukan perhatiannya, iya sungguh.

Regrets of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang