Jam menunjukan pukul 13:40 Zoya sudah memiliki janji pada pemilik boutique yang akan dia kunjungi. Waktu sudah semakin sempit dan dia harus segera pergi ke tempat itu. Tapi dimana dompetnya? Zoya terus menerus mencari di sela-sela tempat tidur, meja, lemari dan lacinya. Ketika dia sedang membuka sebuah laci, Zoya teringat bahwa dompetnya berada dalam koper yang ia bawa untuk pemotretan foto prewed. Namun, saat Zoya hendak menutup kembali laci kamarnya, ia menemukan sebuah kertas yang terlipat rapi. Perempuan itu mengingat-ingat tentang kertas yang dia temukan. Sekejap masa lalunya bersama Belvara terulang.
'Kertas ini, yang Belvara jatuhkan waktu itu.' Katanya dalam hati. Zoya pun meraih kertas itu dan membukanya perlahan. Dia membaca isi kertas itu dari awal hingga akhir. Matanya mulai berkaca-kaca, dadanya menjadi sesak dan kakinya terasa lemas. Dia terduduk di lantai dan terus memandangi isi kertas itu. "Belva.""Ayah...." Zoya berlari ke kamar ayah dengan air mata yang sudah membasahi kedua pipinya.
"Ada apa sayang?" ayahnya tampak sibuk dengan komputer kecil.
"Ayah harus jujur sama aku."
"Iya, ayah akan jujur."
"Jujur ayah...." jerit Zoya.
Ayah menghampiri putrinya. "Iya, tapi jujur untuk apa? kenapa kamu menangis seperti ini? apa yang terjadi pada kamu sayang?" tanya ayah cemas.
"Aku yang seharusnya tanya. Apa yang terjadi pada Belva?"
"Apa maksud kamu sayang?" Ayah menyentuh bahu putrinya.
Zoya menghindari sentuhan itu. "Ayah tahu yang sebenarnya kan? ayah tahu kan! jawab ayah!" Zoya mengguncangkan tubuh ayahnya.
Ayahnya terdiam dan merasa sedih menatap putrinya.
"Belva sakit kan?" kata Zoya lemah.
Ayah tetap bungkam.
"Selain ayah, siapa yang mengetahui penyakit Belva?"
Ayah tampak gugup menatap bola mata putrinya. "Ayah tidak tahu."
"Bersumpahlah jika ayah tidak tahu. Ayo bersumpah ayah." Teriak Zoya emosi.
"Arva sudah mengetahui hal ini. Tapi percayalah, semua ini bukan kesalahan Arva. Belva meminta pada ayah dan Arva untuk tidak menceritakan tentang keadaannya kepadamu."
Zoya mengusap kasar buliran air matanya. "Ayah jahat!"
"Mengertilah sayang." Ayahnya mendekati Zoya yang semakin lama semakin menjauh. "Zoya."
Zoya meninggalkan kamar ayah dan berlari ke kamarnya dengan penuh kekesalan.Zoya mengunci pintu kamarnya dan mencari ponsel miliknya. Dia menghubungi Arva saat itu juga.
"Arva."
"Sekarang aku lagi di jalan menuju boutique, tunggu ya."
Untuk sesaat, suara Zoya menjadi serak. "Kamu jahat Arva."
"Zoya? apa yang terjadi? kenapa kamu menangis?" suara Arva tampak cemas.
"Kamu tahu... kamu tahu kalau Belva sakit. Tapi kamu diam! dan kamu tahu Arva, selama ini aku selalu menanti kabar Belva! tapi kamu? kamu menutupi semua ini, seakan-akan tidak ada hal buruk terjadi pada Belva."
"Kita harus ketemu, sekarang."
Zoya menghentikan tangisannya dan mulai mengatur napasnya. "Untuk apa? untuk apa Arva!" teriak Zoya.
"Aku akan jelasin ke kamu. Semuanya... semua yang terja..."
Panggilan Zoya terputus.
"Arva... arghhhhhhh!" Zoya mengendus kesal.
Apa yang harus dia lakukan sekarang. Belva! iya, dia harus menemui Belva saat ini juga.Zoya kembali menghampiri ayahnya, kali ini dengan emosi yang terkendali.
"Ayah, sekarang bawa aku menemui Belva." Pinta Zoya.
Ayahnya merasa ragu untuk mengabulkan permintaan putrinya. Jika tidak, Zoya pasti akan sangat marah. Terpaksa, ayah harus mengingkari janji yang sudah disepakati bersama Belvara. "Baik sayang, sekarang kita pergi.""Disinilah Belvara selama ini tinggal."
Rumah yang tidak begitu besar, namun sangat terawat. Zoya keluar dari dalam mobil dan diikuti ayahnya. Perempuan itu berdiri di gerbang rumah Belva tanpa melakukan apapun, dia berusaha menguatkan batinnya untuk bertemu kekasih lamanya. Apa masih bisa Zoya menyebut Belva kekasih? selama ini, tidak ada kata perpisahan dari keduanya bukan?
"Sekarang kita masuk." Ayah merangkul bahu Zoya dan menguatkan putrinya itu.
Ketika ayah mencoba membuka gerbang, seseorang yang melintas di depan rumah Belvara berhenti di belakang mereka.
"Dokter Alex?" sapa hangat pejalan kaki itu.
Ayah segera membalikan tubuhnya. Seperti biasa, ayah selalu bersikap ramah kepada siapapun.
"Mau cari Belva, dok?" tanya orang asing itu.
Zoya mendekat kepada ayahnya. "Ayah, siapa dia? kok dia bisa kenal Belva?" tanya Zoya berbisik.
"Dia karyawan dirumah sakit ayah, sekaligus penduduk di cluster ini." Bisik ayah. "Benar pak, Belva sedang di dalam bukan?"
"Tadi saya lihat ada mobil ambulance datang kerumah ini. Saya rasa penyakit Belva kambuh lagi." Kata bapak itu.
Zoya mencengkram lengan ayahnya. "Ayah."
"Terimakasih pak, saya langsung kesana saja." Ayah menjabat tangan bapak itu. "Permisi."
Zoya dan ayah segera masuk ke dalam mobil dengan sangat terburu-buru. Ayah menekan kuat pedal gas saat sudah berada di dalam mobil dan melaju menuju rumah sakit.
![](https://img.wattpad.com/cover/72965663-288-k108643.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Regrets of Love
RomanceKamu berhasil menyadarkanku makna cinta yang sesungguhnya. Semua tampak jelas bagaimana caramu menjagaku. Hingga aku mendengar kata yang sudah lama kunanti terucap dari bibirmu. Cinta... Begitulah kedengarannya, sangat manis bukan? Tapi tidak bagik...