Suara keributan datang dari depan pintu utama rumah sakit. Zoya mampu menangkap pandangan itu meskipun jaraknya cukup jauh. Mobil ambulance menurunkan seseorang yang tampaknya korban kecelakaan. Sepertinya Zoya mengenal postur tubuh itu, mata indahnya semakin memperhatikan objek pandangannya. Namun, penglihatan Zoya semakin sulit saat para perawat bergerombol mendorong matras tempat laki-laki itu terbaring.
Zoya berhasil mendapatkan cela, saat salah satu perawat berlari tergesa-gesa mendahului rombongan.
Matanya tertegun ketika memandang wajah laki-laki itu seutuhnya. "Arva!"
Zoya berlari ke arah korban.
Perawat lainnya menghalangi langkah Zoya yang hanya berjarak satu meter dari laki-laki itu.
"Minggir!" Zoya mempertahankan langkahnya untuk mendekat.
"Anda siapa? pasien ini harus segera kami tangani." Perawat itu tetap pada pendiriannya.
"Saya calon istrinya!" jerit Zoya histeris.
Mendengar ucapan perempuan itu, perawat mengurungkan niatnya untuk tetap menghalangi.
"Arva, kamu kenapa!"
Salah seorang dokter datang ke arah keributan terjadi. "Cepat, bawa dia ke ruang UGD."
Para perawat segera membawa Arva ke ruangan yang telah dokter perintahkan. Zoya mengikuti kemana perawat itu membawa Arva.
"Anda tidak bisa masuk." Perawat itu kembali menahan langkah Zoya.
Zoya menatap benci siapapun orang yang menghalanginya. "Kamu tidak tahu siapa saya? saya putri pemilik rumah sakit ini. Biarkan saya masuk, atau saya akan pecat kamu, sekarang juga." Ancam Zoya.
Nampaknya perawat itu mempertimbangkan ancaman Zoya. Perempuan berpakaian serba putih itu pun membiarkan Zoya masuk, meskipun dengan berat hati."Arva, kenapa kamu bisa kayak gini?" Zoya mengguncangkan tubuh Arva dengan gusar.
Perawat yang berdebat dengan Zoya, menarik tubuh perempuan itu menjauh dari Arva. "Saya diam bukan berarti saya takut bahwa kamu anaknya dokter Alex. Jika kamu terus menerus membuat keributan, saya tidak akan segan mengusir kamu. Ini ruang UGD dan kamu harus mengikuti aturan yang berlaku."
Zoya semakin menangis melihan Arva yang terbaring lemah tidak berdaya. Apa yang di katakan perawat memang benar, Zoya harus membiarkan team dokter bekerja dengan baik. Dia pun pergi meninggalkan ruangan itu.Ayah menghampiri Zoya yang sedang terduduk di bangku depan ruang UGD.
"Ada apa dengan Arva?"
Zoya yang tertunduk segera mengangkat kepalanya saat mendengar suara ayah. "Ayah?"
Ayah memperhatikan raut wajah putrinya yang sudah sangat frustasi.
Zoya kembali menjerit. "Ayaaaaaaaah...." Dia tergelam dalam pelukan ayahnya.
Dia sangat menyesali takdir hidupnya, apa kesalahan terbesarnya sehingga Tuhan menghukum dirinya seperti ini. Tak cukupkah Zoya telah ditinggalkan Belvara selama ini? dia tidak ingin Arva juga meninggalkannya, terlebih untuk selamanya.
Zoya melepaskan dekapan ayahnya. "Ayah, ayah harus kembalikan dia! jangan biarkan matanya tertutup ayaaaah.. aku mohon...." Zoya menangkupkan kedua tangannya kepada ayah.
Apa yang harus laki-laki tua itu katakan? dia tidak mampu mengucapkan janji kepada putrinya. Jika ayah gagal? entah apa yang harus ayah katakan pada Zoya.
"Semua telah Tuhan gariskan, sayang. Ayah akan berusaha." Dengan lembut, ayahnya mengecup kening Zoya dan mengusap bahu Zoya untuk menenagkan sesaat. Dia pun masuk ke dalam ruang UGD dan meninggalkan Zoya sendirian.Ayah dan rekan dokternya berusaha untuk menyelamatkan nyawa Arva. Perawat juga sedang membersihkan darah segar yang mengalir bebas di kening Arva dan beberapa bagian tubuh yang lain.
Sekitar dua sampai tiga jam operasi selesai dilakukan. Ayah dan rekan dokter pun keluar dari dalam ruangan. Sebelum rekan dokter ayah pergi, dia menepuk bahu Zoya dengan artian memberikan support.
"Ayah, gimana keadaan Arva?" Zoya memasang wajah penuh harapan.
"Arva mengalami cedera fatal di kepalanya." Ayah tampak kecewa dengan hasil kondisi yang Arva alami.
Zoya tersenyum pahit dan mengusap air matanya dengan kasar. "Gapapa. Ayah bisa sembuhin dia kan? Zoya tahu, ayah pasti bisa."
"Sayang." Ayah sangat sedih melihat putrinya seperti ini.
"Ayah, ayah tahu? sebentar lagi aku dan Arva akan menikah. Jangan renggut dia dariku, ayah."
"Kecil kemungkinan Arva untuk sembuh, jika iya Arva akan mengalami cacat permanen." Ayah sudah mengatakan yang sejujurnya, dia tidak ingin memberikan harapan yang tinggi pada putrinya, karena itulah kenyataan yang terjadi.
Zoya sangat kecewa pada ayahnya. Dia pun pergi meninggalkan ayahnya dan masuk ke dalam ruangan.Perawat yang sedari tadi menghalangi Zoya sedang merapikan beberapa peralatan. Saat melihat Zoya masuk ke dalam ruangan, matanya menatap sinis wajah Zoya.
Zoya membalas tatapan perawat itu dan memberi isyarat untuk pergi dari ruangan UGD dengan jemari lentiknya.
'Jika dia bukan putri dokter Alex, sudah aku berikan obat bius.' Gumam perawat dalam hati.Zoya duduk di samping tempat tidur Arva. Dia menangisi calon suaminya yang sedang tidak sadarkan diri. Zoya mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dan menghakimi sang pencipta atas takdir yang telah Ia gariskan kepada hidup Zoya. Apa semua orang yang dia sayangi harus pergi meninggalkannya? Zoya telah lama kehilangan sosok bunda dalam hidupnya. Cintanya pun hancur karena Belvara. Akankah Tuhan tega merenggut Arva dari tangan Zoya?
Zoya menggenggam erat tangan Arva yang penuh dengan tancapan jarum. "Arva, kamu akan baik-baik aja. Selama ada aku, aku tidak akan membiarkan Dia merenggut kamu dari aku." Zoya menatap langit biru yang tampak dari jendela besar di hadapannya. "Aku sudah pernah melihatmu seperti ini sebelumnya, tidak jadi masalah besar untukku. Aku akan merawatmu dan kamu akan sembuh. Apa yang ayah katakan tadi, itu semua bohong. Kamu akan kembali seperti biasa, tidak akan ada hal yang buruk terjadi kepadamu. Sebentar lagi kita akan menikah. Kamu sudah janji Arva, kamu tidak akan meninggalkanku sama seperti yang Belva lakukan. Sekarang aku sadar, cinta kamu memang nyata. Maafkan aku karena belum sempat membalas cinta itu." Zoya mengecut punggung tangan Arva dengan lembut. "Buka mata kamu. Jangan tinggalin aku sendirian lagi. Jangan buat kepercayaanku akan cinta kembali hancur. Jangan lagi Arva, jangan lagi." Zoya menyandarkan kepalanya dan menangis di bahu Arva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regrets of Love
RomanceKamu berhasil menyadarkanku makna cinta yang sesungguhnya. Semua tampak jelas bagaimana caramu menjagaku. Hingga aku mendengar kata yang sudah lama kunanti terucap dari bibirmu. Cinta... Begitulah kedengarannya, sangat manis bukan? Tapi tidak bagik...