Part 31

1.2K 61 1
                                    

"Wahhhhh..." Zoya terkejut melihat sesuatu yang diberikan Arva.
Sebuah kotak berhiaskan pita merah muda yang kini sudah berada dalam genggaman Zoya.
"Buka ya?" tanya Zoya sambil tersenyum.
Arva mengangguk tersenyum menatap Zoya.
Dengan penuh semangat, perempuan itu membuka tali pita yang berwarna merah muda dan membuka kotak tersebut.
Satu kali lagi, Zoya terkejut. Pandangannya tidak lepas dari hadiah yang diberikan Arva. Benda ini yang sedang dia inginkan.
"Arva..." Zoya menatap tidak percaya.
"Ada apa?" tanya Arva bingung.
"Ini kan..." Zoya menatap sedih kotak yang berada di genggamannya.
"Mahal. Iya aku tahu." Arva tertawa dan terus memandangi Zoya.
Zoya tidak mengatakan apapun lagi pada Arva. Dia tidak habis pikir, bagaimana Arva dengan mudah membelikan Zoya benda semahal ini? bahkan dirinya sendiri masih berpikir ulang untuk membeli jam tangan dengan harga seperti ini.
"Makasih Arva!" Zoya tampak kegirangan.
Tanpa Zoya sadari, dirinya telah memeluk Arva. Entah dengan cara apa lagi Zoya menunjukan perasaan bahagianya.
"Sama-sama." Tangan Arva perlahan terangkat naik ingin membelai rambut Zoya.
Namun semua itu gagal, ketika Zoya dengan cepat melepaskan pelukannya.
"Maaf." Zoya tampak salah tingkah.
"I..iya." Sama halnya seperti Arva, dia tampak sangat gugup.
Zoya tampak bahagia mendapatkan hadiah dari Arva. Laki-laki itu pun tersenyum puas menatap perempuan yang dia cintai tampak bahagia. Tidak ada lagi yang ingin dilakukan Arva selain membahagian Zoya. Seandainya Arva mampu mengungkapkan perasaannya pada Zoya, seandainya dia kuat. Arva tahu bahwa sampai detik ini dan seterusnya Zoya akan selalu mencintai Belvara. Tidak ada lagi peluang untuk Arva masuk kedalam hati Zoya. Tapi dengan hubungan seperti ini, Arva sudah sangat bahagia. Tidak akan Arva biarkan hubungan antara dirinya dan Zoya hancur, hanya karena Arva mencintai Zoya.
'Biarkan waktu yang memberitahu bahwa aku mencintaimu.' Arva menatap Zoya dengan penuh cinta dan harapan.

Selama mata kuliah sedang berlangsung, Eva melihat jam di pergelangan tangan Zoya tampak seperti baru. Jam tangan itu sangat cantik, Eva ingin mengetahui dimana Zoya membelinya.
Tidak lama, mata kuliah sudah selesai. Waktu yang tepat untuk Eva menanyakan jam tangan itu pada Zoya.
"Zoya." Sapa Eva.
"Ya?" Zoya melirik Eva sesekali dan tetap melanjutkan aktifitasnya merapikan buku.
"Kamu beli jam tangan itu dimana?" tanya Eva semangat.
"Aku tidak beli." Jawab Zoya.
"Hah?" Eva tampak bingung.
"Hahaha... ini dari Arva." Zoya tertawa melihat temannya terkejut kebingungan.
Eva terdiam beberapa saat.
"Arva?" Eva tampak mulai kesal.
"Iya. Kenapa?" Zoya tampak bingung menatap temannya.
Eva pun meninggalkan Zoya dan keluar dari kelas itu dengan langkah yang sangat emosi.
Zoya ingin menghampiri Eva, namun keinginannya tertahan saat salah satu teman kelasnya meminta pinjam catatan mata kuliah yang baru dibahas.

Eva melangkah penuh emosi mencari keberadaan Arva. Tidak di lapangan basket, di kantin ataupun di parkiran mobil. 'Taman.' Kata Eva dalam hati. Segeralah langkahnya tertuju pada taman. Perkiraannya tepat, Arva sedang berbicang dengan sahabatnya, Reza. Tanpa berpikir panjang, Eva menarik pergelangan tangan Arva.
"Eva." Arva terkejut saat Eva tiba-tiba menarik dirinya menjauhi Reza.
Eva membawa Arva pada suatu koridor yang tampaknya saat sepi dan jauh dari keramaian.
Satu tamparan melayang mulus di pipi Arva. Laki-laki itu tampak sangat kebingungan dengan apa yang dilakukan Eva. Ketika tangan Eva kembali terangkat untuk mendaratkan tamparan di pipi Arva, terlebih dahulu Arva menggenggam pergelangan tangannya. Eva menatap Arva penuh dengan amarah.
"Ada apa Eva?" tanya Arva kesal.
"Ada apa?" Eva tampak lebih kesal.
"Apa sih maksudnya?" Arva melepaskan genggamannya dengan kasar.
"Ngapain kamu memberi jam tangan untuk Zoya?" tatap Eva tajam.
"Kamu yang kasih tahu bahwa kemarin adalah hari ulang tahun Zoya." Jawab Arva.
"Terus, kamu memberi dia hadiah?" tanya Eva kembali.
"Lalu kenapa? apa salahnya aku memberi dia hadiah?" Arva tampak kesal dengan semua pertanyaan Eva.
"Kamu salah Arva!" mata Eva tampak sudah berlinang air mata.
"Iya aku tahu, kemarin bukanlah hari ulang tahun Zo..."
"Aku mencintai mu!" teriak Eva diikuti jeritan dan air mata.
Arva terkejut mendengar apa yang baru saja Eva katakan.
"Kamu salah melakukan ini. Aku cemburu melihat kamu memberi perhatian lebih pada Zoya." Eva semakin menangis.
"Eva, apa yang salah dengan perbuatanku?" Arva masih belum mengerti.
"Aku mencintai kamu Arva." Eva ingin memeluk tubuh Arva.
Seketika Arva menangkis tindakan Eva.
"Cinta?" tanya Arva dengan nada yang tinggi.
"Iya, aku cinta kamu Arva." Kali ini Eva menurunkan nada bicaranya.
"Tidak. Kamu yang salah Eva! bukan aku." Arva mulai melangkahkan kakinya meninggalkan Eva.
Eva terus menerus menggenggam tangan Arva dengan kuat.
"Jangan pergi Arva." Jerit Eva sekali lagi.
"Aku mencintai Zoya! bukan kamu." Arva tampak sangat emosi.
"Tapi Zoya tidak mencintai kamu Arva, aku...aku yang mencintai kamu." Eva melingkarkan tangannya di lengan Arva dengan sangat kuat.
"Aku tidak peduli jika Zoya tidak mencintaiku. Yang aku tahu, aku mencintai Zoya dan akan selalu mencintainya." Arva melepaskan rangkulan Eva dan pergi meninggalkan Eva.

Seketika, langkah Arva terhenti. Eva tampak kebingungan. Terlihat Zoya sedang berdiri tidak jauh dari tempat Arva dan Eva bertengkar.
"Zoya." Arva menatap pedih melihat kehadiran Zoya.
Tidak perlu berbasa-basi, Zoya langsung berlari meninggalkan Arva.
"Ini semua karena kamu." Arva membalikan tubuhnya dan menatap Eva dengan penuh amarah.
Eva menghapus buliran air mata di sudut matanya sambil tersenyum licik menatap kepergian Arva.

"Zoya.." teriak Arva dari kejauhan.
Zoya menoleh sesaat dan melanjutkan kepergiannya.
Seperti biasa, Arva mampu mengejar langkah Zoya dengan mudah.
"Zoya, tunggu." Arva menghalangi langkah Zoya dengan tubuhnya yang tinggi.
Zoya menghapus air matanya dan mulai menatap Arva dengan pandangan yang sulit untuk diartikan, entah marah ataupun tidak.
"Zoya aku bisa jelasin ke kamu tetang masalah tadi." Arva terlihat panik.
"Oke, sekarang kamu jelasin." Zoya terus menatap Arva.
"Soal hadiah yang aku berikan ke kamu.."
Penjelasan Arva di potong oleh Zoya.
"Oh, aku ngerti. Eva menginginkan jam tangan ini?" Zoya mengangkat pergelangannya.
"Bukan." Arva menurunkan pergelangan Zoya dari hadapannya.
"Lalu?" tanya Zoya.
"Aku akan jelaskan ke kamu, tapi aku mohon, jangan kamu potong perkataan aku." Jelas Arva.
Zoya mengangguk setuju.
"Beberapa hari yang lalu, aku bertanya pada Eva kapan tanggal ulang tahun kamu. Eva memberi tahu kalau tanggal ulang tahun kamu 16 November. Saat malam itu aku datang ke apartemen kamu dan ternyata aku salah, hari itu bukanlah hari ulang tahunmu. Aku sendiri tidak mengerti, mengapa Eva mengatakan tanggal yang salah. Entah dia sengaja ataupun dia tidak tahu, aku sama sekali tidak mempermasalahkan tentang itu." Kata Arva.
Kemudian Arva tidak melanjutkan penjelasannya lagi.
"Terus?" Zoya mengerutkan dahinya.
"Sa..saat tadi, Eva datang dan menarikku ke tempat itu. Dia marah jika aku memperhatikanmu. Eva mengatakan bahwa dia mencintaiku."
Beberapa kejadian mulai terlintas dalam pikiran Zoya antara Arva dan Eva. Sejak mereka saling mengenal, Arva dan Eva tampak sangat dekat. Terlebih saat di taman beberapa minggu yang lalu, Zoya melihat Arva sedang menyuapi makanan untuk Eva.
"Yaiyalah Eva cinta sama kamu. Kamu memberi dia harapan Arva." Kata Zoya dengan penekanan di setiap kata-katanya.
"Harapan apa lagi yang kamu maksud?" tanya Arva kesal.
"Aneh ya. Laki-laki itu semuanya sama. Memberi harapan lalu pura-pura lupa, seakan-akan lupa ingatan gitu?" ledek Zoya.
"Zoya, kamu tidak perlu melanjutkan perkataanmu, karena semuanya semakin tidak jelas." Kata Arva semakin kesal.
"Baiklah." Zoya melanjutkan langkahnya kembali.
Seperti biasa, Arva menghadang langkah Zoya.
"Percayalah Zoya, aku menganggap Eva hanya sekedar teman. Teman bagimu dan teman bagiku." Jelas Arva dengan nada yang sangat lembut.
"Aku tidak peduli jika kamu menganggap Eva sebagai teman, kekasih ataupun yang lainnya. Itu semua tidak akan berpengaruh apapun untukku." Zoya memalingkan pandangannya dari Arva.
"Jika semua itu tidak penting untuk kamu, tapi ini penting untuk aku. Penting untuk aku menjelaskan bahwa aku tidak memiliki perasaan apapun untuk Eva. Karena hanya ada satu cinta yang aku miliki, yaitu kamu Zoya." Kata Arva tegas.
"Cinta? cinta apa? kamu cinta sama aku?" Zoya kembali menatap Arva.
Arva terdiam dan tidak berbicara sepatah katapun lagi.
"Jika kamu menganggap Eva hanya sebatas teman, bagaimana jika aku menganggap kamu hanya sebatas teman juga? karena pada kenyataannya diantara kita tidak ada cinta. Aku dan kamu, hanya teman Arva, hanya teman!" Zoya mulai emosi.
"Aku tidak peduli jika kamu menganggap aku teman, musuh atau orang asing sekalipun. Aku tetap mencintaimu." Jelas Arva.
"Arva, kamu tahu kalau Belva adalah kekasih aku. Kamu tahu aku dan dia saling mencintai. Dan aku yakin, kamu juga tahu bahwa aku sangat mencintai Belva." Suara Zoya mulai melemah.
"Aku sudah bilang, aku tidak peduli. Aku tidak butuh kamu mencintaiku Zoya, tapi yang aku butuhkan hanya selalu ada di dekat kamu." Arva menyentuh tangan Zoya.
Namun Zoya menghindar.
"Zoya, apa aku salah mencintai kamu meskipun kamu mencintai orang lain? kamu bisa mencintai siapapun termasuk Belva. Kamu boleh tidak mencintaku bahkan membenciku. Tapi, jika aku mencintaimu, itu semua adalah hak yang aku miliki Zoya." Jelas Arva.
"Kamu egois Arva, kamu egois." Zoya menatap kesal.
Zoya berlari meninggalkan Arva sendirian, kali ini Arva tidak menghalanginya. Arva sangat takut jika setelah kejadian ini, Zoya benar-benar menjauh darinya. Semua ini salahnya sendiri, tidak seharusnya Arva mengatakan pada Eva bahwa dia mencintai Zoya.

Regrets of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang