"Zoya." Eva tersenyum menatap Zoya.
Zoya meraih bangku di samping Eva seperti sebelumnya.
"Hay." Zoya tampak membalas senyuman itu dengan tidak bersemangat.
"Ada apa?" tanya Eva lembut.
"Tidak." Zoya menarik napas dan menghembuskannya dengan kasar.
Eva melirik jam tangan yang diberikan Arva masih terpajang manis di pergelangan Zoya.
"Jam tangan itu." Eva menatap Zoya dan sesekali melirik pergelangan tangan Zoya.
Awalnya Zoya tidak mengerti dengan apa yang di katakan Eva, karena suasana kelas saat itu sedang tidak kondusif.
"Jam tangan dari Arva." Kata Eva terang-terangan.
Zoya melirik pergelangan tangannya. Dia tidak menyadari jika sebelum berangkat ke kampus, Zoya menggunakan jam tangan yang diberikan Arva.
"Masih kamu simpan?" Eva tersenyum pahit menatap Zoya.
Tanpa jawaban yang keluar dari bibirnya, Zoya pun melepas jam tangan di pergelangan tangannya.
"Ngapain kamu lepas?" Eva menatap heran apa yang Zoya lakukan.
Seketika, Zoya tersenyum menatap Eva dan menggenggam erat jam tangan dari Arva. Eva tidak mengerti maksud dari semua itu. Perlahan Zoya meraih tangan Eva dan membuka kepalan tangannya dengan lembut. Zoya memberikan jam tangan pemberian Arva kepada Eva.
"Kamu serius?" tanya Eva tidak percaya.
"Kamu lebih berhak mendapatkan barang ini, daripada aku." Kata Zoya lembut.
Eva tampak bahagia dengan apa yang Zoya berikan dan segeralah Eva mengenakan jam tangan itu.
Begitupun dengan Zoya, dia tampak senang saat melihat temannya bahagia.Mata kuliah Eva saat itu sedang kosong. Dia mencari sosok Arva di taman, namun Eva tidak menemukan keberada Arva. Dari kejauhan, Eva melihat Arva sedang berjalan di lorong bersama sahabatnya, Reza.
"Ka Arva." Teriak Eva.
Arva dan Reza menoleh bersamaan ke arah sumber suara. Eva sedikit berlari menghampiri Arva.
"Lah?" Reza tampak kebingungan saat Eva mendekat kepada Arva.
Dengan kelembutan, Eva melingkarkan tangannya di lengan Arva. Anehnya, Arva tidak menolak ataupun menghindar. Reza sudah sering melihat, banyak sekali perempuan yang mengagumi ketampanan Arva dan melakukan hal seperti ini, tapi biasanya Arva selalu menghindar.
"Woy." Reza menepuk bahu Arva dengan tatapan bingung.
Arva memberi isyarat pada Reza untuk tidak berkata apapun lagi dan meminta Reza untuk meninggalkan dirinya. Reza menuruti apa yang disampaikan Arva.Saat ini, hanya ada Arva dan Eva.
"Ke kantin yuk?" ajak Eva.
"Iyaudah. Tapi jangan jangan kaya gini, tidak enak dilihat orang." Arva melepaskan tangan Eva perlahan.
Tidak terima dengan penolakan Arva, Eva pun menggandeng tangan Arva.
"Ayo." Eva mulai melangkah.
Seketika, ponsel Arva berdering. Dengan cepat, dia memegang pergelangan Eva. Tidak sengaja Arva memegang jam tangan yang Eva kenakan. 'Jam ini?' tanya Arva dalam hati. Tapi tidak terlalu Arva permasalahkan, dia pun melepaskan gandengan Eva dan meminta izin padanya untuk mengangkat ponsel.
Arva mulai menjauh dari keberadaan Eva dan mengangkat ponselnya, tidak disangka, panggilan itu ternyata dari ibunya.
"Ya bu?" tanya Arva lembut.
"Ibu baru dapat kabar dari ayahmu. Saldo tabungan kamu sudah habis? apa uang yang ayah berikan tidak cukup? jika tidak, nanti ibu akan beritahu ayah untuk mengirimkan uang lagi padamu." Kata ibu Arva.
"Tidak perlu bu, uangnya cukup kok." Jelas Arva.
"Yasudah. Jika tidak cukup, jangan ragu untuk hubungi ayah dan ibu ya." Kata ibunya dengan penuh kasih sayang.
"Iya bu. Jangan lupa ibu harus menjaga kesahatan."
"Iya nak. Yang lancar ya kuliahmu." Nasehat ibu.
"Iya bu."
Tidak lama pembicaraan mereka berakhir. Tapi Arva belum kembali kepada Eva. Dalam hatinya Arva merasa ada keganjalan tentang jam tangan itu, baginya benda itu tidak asing.Arva sudah kembali pada Eva. Perempuan itu tampak senang dan menggandeng kembali tangan Arva. Namun Arva melepaskan gandengan itu dengan sangat kasar.
"Ka Arva." Eva menatap bingung.
Arva menarik pergelangan tangan Eva dan mulai membuka mulutnya.
"Jam siapa ini?" tanya Arva emosi.
"I...ini milikku." Eva meringis kesakitan.
Menyadari bahwa genggamannya terlalu kencang, Arva pun menghempaskan tangan Eva dengan kasar.
"Sakit...." Eva mengelus lembut tangannya.
"Hati ini jauh lebih sakit." Arva menunjuk kasar dadanya.
Eva tampak kesal menatap Arva.
"Kamu mengambil jam ini dari Zoya kan?" tuduh Arva.
"Tidak." Teriak Eva.
"Kamu tidak perlu berbohong." Kata Arva tegas.
"Zoya yang memberikan jam tangan ini padaku! dia bilang, jam ini lebih berhak jika aku yang miliki." Jelas Eva.
Arva terdiam dan mulai mencerna kembali kata-kata yang keluar dari bibir Eva. Cukup lama Arva terdiam dan Eva meringis kesakitan dengan tangannya yang meninggalkan bekas merah.
"Lepaskan jam tangan itu sekarang juga." Kata Arva dengan nada yang datar.
"Tapi.." Eva menyembunyikan tangan di balik tubuhnya.
"Lepas!" teriak Arva emosi.
Menatap bola mata Arva yang sudah memerah, Eva terpaksa melepaskan jam tangan di pergelangan tangannya. Arva meraih benda itu dan meninggalkan Eva seorang diri.
Eva menatap kesal Arva yang melangkah pergi.
"Argghhhh!" jerit Eva.
Seketika semua orang yang berada disekitarnya menatap bingung tingkah laku Eva. Menyadari dirinya sedang diperhatikan, Eva menutup mulutnya dengan kedua tangan dan pergi meninggalkan tempat itu.Arva melangkah ke kelas Zoya dengan penuh amarah. Saat sudah sampai di kelas Zoya, Arva tidak mendapati sosok Zoya di dalam kelas itu.
"Ada yang lihat Zoya?" tanya Arva pada salah satu mahasiswa yang berada di kelas itu.
"Baru aja Zoya keluar." Kata salah satu mahasiswa laki-laki berkacamata.
Tanpa mengucapkan terimakasih, Arva berlari ke arah gerbang kampus. Batinnya mengatakan Zoya sedang mengarah keluar kampus untuk pulang. Karena Arva tahu, jika mata kuliah Zoya sudah selesai, dia pasti segera pulang.
Benar saja, Zoya sedang berjalan ke arah luar kampus dengan langkah yang santai. Arva segera mengejarnya, sebelum Zoya pergi lagi.
"Zoya." Arva berdiri tepat di depan Zoya.
"Kamu ngapain lagi?" raut wajah Zoya kembali kesal.
"Kamu harus jelasin ke aku, kenapa jam tangan ini bisa ada pada Eva." Arva menunjukan jam tangan rosegold itu dihadapannya.
"Saat ini Eva sudah lebih dekat dengan kamu kan? apa salahnya jika aku memberikan jam tangan itu pada Eva." Jelas Zoya.
"Jam tangan ini aku beli untuk kamu. Bukan untuk siapapun termasuk Eva." Kata Arva yang mulai frustasi.
"Hal kecil seperti ini saja kamu permasalahin." Kata Zoya dengan nada yang santai.
"Kamu bisa anggap ini masalah kecil." Arva tersenyum pahit menatap Zoya.
Zoya hanya terdiam menatap Arva, begitupun sebaliknya. Untuk beberapa saat mereka saling memandang dengan arti pandangan yang berbeda. Satu sisi, Arva sangat mencintai Zoya dan di sisi lain, Zoya sangat membenci Arva.
Pandangan mereka akhirnya terhenti, ketika Arva meraih tangan Zoya dan membuka kepalan tangannya seperti yang Zoya lakukan pada Eva.
"Jam ini, aku berikan untukmu Zoya. Jika kamu tidak menginginkannya, kamu bisa membuang jam tangan ini. Tapi aku mohon, jangan pernah memberikan jam tangan ini kepada siapapun." Arva meletakan jam tangan di telapak tangan Zoya yang terbuka lebar.
Sebelum Zoya mengeluarkan kata-kata apapun, Arva masuk ke dalam gedung kampus dan meninggalkan Zoya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Regrets of Love
RomanceKamu berhasil menyadarkanku makna cinta yang sesungguhnya. Semua tampak jelas bagaimana caramu menjagaku. Hingga aku mendengar kata yang sudah lama kunanti terucap dari bibirmu. Cinta... Begitulah kedengarannya, sangat manis bukan? Tapi tidak bagik...