Part 26

1.4K 63 0
                                    

Zoya tampak sangat menyimak setiap detail dari cerita cinta lama Arva.
Selesailah dongeng Arva kali ini, dia sangat lega karena sudah berkata jujur pada perempuan yang sangat ia cintai, Zoya.
"Kamu sabar ya, apa yang terjadi semua sudah kehendak Tuhan." Zoya tersenyum manis pada Arva.
"Iya..." Arva membalas senyuman Zoya.
Zoya mulai bingung, bagaimana cara untuk menjauhkan pikiran masalalu Arva dari ingatannya. Karena Zoya, masalalu Arva teringat lagi.
"Tapi kamu udah move on kan?" tanya Zoya semangat.
"Udah, setelah ada kamu." Jawab Arva juga dengan semangat.
"Hah?" Zoya terkejut dan menatap mata Arva tanpa berkedip.
"Bukan Zoy, maksud aku.... emmm... maksud aku setelah ada kamu, aku bisa lupa dengan dia, karena kamu teman terbaik aku. Kamu bisa buat aku lupa kalau aku punya masalalu yang buruk." Arva terlihat sangat gugup.
Zoya mencerna setiap kata yang keluar dari bibir Arva, sedikit terdengar aneh. Tapi hal itu tidak terlalu menjadi hal yang serius untuk Zoya.
Baiklah, Zoya menerima alasan itu. Berhubung makanan yang dipesan Arva sudah tiba, mereka pun segera menyantap makanan itu dengan nikmat.
'Zoya, setelah kamu hadir dalam hidup aku, semuanya berubah. Kamu mampu membuat kesedihan aku menjadi kebahagiaan, meskipun aku tahu kamu tidak akan pernah mencintaiku sama seperti aku mencintaimu.' Ujar Arva dalam hati sambil tersenyum menatap Zoya yang sedang menyantap makanannya.

Matahari sudah mulai terbenam, Arva dan Zoya sudah selesai dengan makan siang menuju malam mereka. Waktunya untuk kembali pulang, Belvara pasti sudah menunggu kedatangan Zoya.
"Arva, aku langsung pulang ya?" Zoya berkata pada Arva saat mereka sama-sama masih duduk bangku restaurant.
Arva melirik jam tangannya.
"Kamu tunggu disini." Arva pergi menghampiri kasir dan membayar tagihan menu makanan mereka.
Zoya masih duduk pada bangkunya dan mulai mengeluarkan ponsel dalam tasnya. Apa yang di perkiraannya benar, sudah banyak sekali panggilan Belvara yang tidak terangkat. Perasaan Zoya mulai takut, dia takut jika harus bertengkar lagi dengan kekasihnya.
"Ayo." Suara Arva mengejutkan Zoya.
Zoya pun bangkit berdiri.
"Aku pulang sendiri aja, aku bisa kok." Kata Zoya panik.
"Dia marah?" maksud dari kata dia adalah Belvara.
Zoya menggelengkan kuat kepalanya.
"Aku tahu, ayo aku antar. Aku janji tidak akan mengantarmu sampai depan pintu apartemen kamu." Arva mengangkat kedua jarinya.
Zoya menahan tawa dengan perilakunya seperti anak kecil yang sedang membuat janji.
"Iyaudah.." Zoya mulai tertawa kecil.
Melihat senyuman manis itu, hati Arva semakin tidak karuan.

Di dalam perjalanan menuju apartemen, Zoya selalu menggenggam erat ponselnya. Beruntung saat dalam perjalan pulang, Belvara sudah tidak menghubunginya. Zoya takut jika perdebatan mereka melalu ponsel didengar oleh Arva.
Akhirnya tibalah mereka di lobby.
"Makasih ya." Zoya kembali mengeluarkan senyum manisnya.
"Iya, sama-sama." Pandangan Arva tidak lepas dari Zoya.
Zoya segera keluar dari mobil Arva dan masuk kedalam gedung apartemennya. Kini pandangan Arva sudah tidak menangkap tubuh Zoya, dia pun melajukan mobilnya. Saat Arva mulai meninggalkan lingkungan apartemen, terdengar suara ponsel berdering. Nada panggilan itu bukanlah milik Arva, dengan sekali menolehkan kepala Arva sudah tertuju pada ponsel Zoya. Dia melihat layar ponsel Zoya, ternyata panggilan ini dari Belvara. Dalam hati Arva, mungkin Zoya belum tiba di apartemennya. Dia berniat untuk mengembalikan ponsel Zoya yang tertinggal. Dengan laju yang cukup kencang, mobil Arva kembali ke apartemen.

Zoya membunyikan bel yang berada tepat di samping pintu. Hanya hitungan detik pintu apartemennya sudah terbuka. Belvara berdiri di hadapan Zoya saat ini.
Mengapa Belvara memakai kemeja dan celana panjang dalam apartemen? Zoya pun mempertanyakan tentang pakaian Belvara.
"Hari ini aku pulang ke Jakarta." Jawab Belvara.
"Kenapa mendadak? sebelumnya kamu belum cerita ke aku kalau kamu akan kembali ke Jakarta." Zoya mulai mendekatkan tubuhnya kepada Belvara.
"Apa aku punya kesempatan untuk berbicara dengan kamu akhir-akhir ini?" tanya Belvara lemah.
"Belva, kamu masih marah?" Zoya menatap wajah Belvara yang mulai tertunduk.
Hati Belvara sebenarnya tidak marah, lebih tepatnya dia merasa sedih.
"Aku tidak marah Zoya." Belvara tersenyum pada Zoya.
Perempuan itu tahu bahwa senyuman yang diberikan kekasihnya tidak berasal dari hati.
"Belva.." Zoya mulai memeluk Belvara.
Air matanya sudah mengalir deras dalam pelukan hangat Belvara. Zoya tahu apa yang dikatakan kekasihnya itu adalah kebohongan, dia sangat mengenal Belvara. Hal yang mustahil jika Belvara tidak marah saat Zoya bersama laki-laki lain, walaupun hanya sesaat.
Belvara sangat menikmati pelukan Zoya yang semakin erat. Apakah dia sanggup jika pelukan kekasihnya diberikan kepada orang lain suatu saat nanti? Belvara tidak menjamin apa yang akan terjadi padanya jika imajinasinya menjadi nyata.

Mereka saling memeluk satu sama lain cukup lama, Belvara dan Zoya sudah terhanyut dalam cinta.
"Jangan pergi dari sini Belva." Zoya melepaskan pelukannya dan menatap mata Belvara.
Belvara yang melihat air mata mengalir di pipi Zoya segera menyeka dengan lembut.
"Sudah sayang, jangan menangis lagi." Kata Belvara.
"Aku mohon Belva, tetaplah disini untuk beberapa hari. Aku janji, aku akan lebih meluangkan waktu untukmu." Zoya memegang pipi Belvara.
Belvara meraih tangan Zoya dan mengecup mesra tangan kekasihnya.
"Aku ingin selamanya tetap tinggal bersamamu, tapi aku tidak bisa." Belvara menggenggam erat tangan Zoya.
"Kamu bisa. Batalkan penerbangan kamu sekarang dan tetaplah disini, untukku Belva." Air mata Zoya kembali mengalir.
"Tidak semudah itu sayang. Aku ada pekerjaan penting di Jakarta, tidak mungkin aku mengabaikan tanggung jawabku. Jika aku sudah selesai dengan urusanku, aku akan kembali ke kota ini." Belvara berbohong tentang pekerjaannya.
"Kamu bohong Belva, apa kamu masih ingat dengan janji kamu? kita bisa bertemu lagi jika kita mau, itu janji yang tidak kamu tepati Belva! apa kamu tahu bagaimana perasaan aku saat kamu menghilang gitu aja? apa sedikitpun kamu tidak mengerti bagaimana kesedihanku setiap saat menunggu kamu menghubungi aku? kamu pergi tanpa kabar. Aku tidak ingin hal yang sama terulang Belva. Cukup aku kehilangan kamu sekali dan aku tidak mau kamu pergi lagi." Zoya kembali memeluk Belvara.
Belvara tidak mampu menangkis pernyataan Zoya, semua yang dikatakan kekasihnya itu benar. Jika Belvara mengatakan yang sebenarnya, perasaan Zoya pasti akan sangat hancur. Belvara tidak mampu memandang kehancuran perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya.
"Belvara, jika memang benar ada pekerjaan yang penting di Jakarta, aku akan membiarkan kamu pergi." Kata Zoya yang masih tetap memeluk Belvara.
Perasaan Belvara sedikit lega mendengar ucapan Zoya.
"Tapi kamu harus berjanji. Kamu pasti akan kembali. Jika kamu mengingkarinya, lebih baik diantara kita tidak ada lagi hubungan apapun. Janji?" kata Zoya dengan suara yang lantang.
Seketika jantung Belvara berhenti berdetak. Apa dia harus membuat janji untuk diingkari lagi? untuk saat ini, hal yang terpenting bagi Belvara adalah kebahagiaan Zoya.
"Aku janji.. aku akan menerima konsekuensinya jika aku mengingkarinya." Jawab Belvara gugup.
Zoya melepaskan pelukkannya. Matanya kini menatap wajah Belvara. Dengan perasaan yang sangat bahagia Zoya mulai melukiskan senyum di wajah cantiknya. Belvara juga membalas senyum kekasihnya. Dengan cepat bibir Zoya menyentuh sudut bibir Belvara yang masih terdiam kaku. Tidak seperti biasanya, Belvara tidak membalas ciuman Zoya. Dengan perasaan malu, Zoya menarik kembali bibirnya dan menatap Belvara bingung.
Belvara terus menerus menatap Zoya yang mulai kecewa.
"Ada apa?" tanya Belvara.
"Tidak." Jawab Zoya angkuh.
Belvara sangat mengerti. Mungkin untuk terakhir kalinya, Belvara tidak boleh meninggalkan Zoya dengan perasaan kecewa.

Belvara mengunci pintu apartemennya dan kembali ke hadapan Zoya.
Belvara tersenyum licik memandang Zoya yang masih memasang raut wajah yang kesal.
"Kalau kamu marah, kamu jauh terlihat lebih cantik." Belvara mengelus pipi Zoya.
Zoya semakin kesal dengan ledekan yang di lontarkan Belvara.
"Aku tidak peduli jika kamu marah padaku meskipun untuk waktu yang lama." Belvara menggenggam sebelah tangan Zoya.
Zoya hanya terpaku mendengar perkataan kekasihnya.
"Aku mencintaimu Zoya. Sangat mencintaimu." Belvara menarik tubuh Zoya.
Dalam sekejap bibir mereka sudah saling bersentuhan lembut. Zoya mulai melumat bibir Belvara dengan gusar. Kini Belvara sudah mengangkat tubuh Zoya dalam dekapannya. Zoya mampu mengusai ciuman diantara mereka. Perlahan Belvara mulai meletakan tubuh Zoya diatas sofa bed yang sangat empuk. Mereka sangat menikmati ciuman yang semakin bergairah. Seketika Zoya menarik lumatannya dan beberapa detik menatap wajah Belvara.
"Perlu kamu tahu Belva. Aku jauh mencintai kamu. Tidak tahu bagaimana harus menjalani hidup tanpa ada kamu disamping aku. Percayalah Belva, hati ini akan selalu menjadi milikmu seutuhnya." Zoya tersenyum manatap Belvara.
Jarak dari keduanya sangat dekat, hingga Belvara dapat merasakan setiap hembusan napas Zoya yang mulai tergesa-gesa.
Ciuman bergairah kini berubah menjadi kecupan yang sangat lembut. Jika mampu, Belvara ingin waktu berhenti detik ini juga. Dia ingin selalu dekat dengan Zoya, tidak ada jarak jauh yang dapat memisahkan mereka.

Regrets of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang