Part 32

1.1K 65 3
                                        

Zoya berlari menuju kelas, saat itu suasana sekitar kelas Zoya sudah sangat sepi. Sekitar beberapa puluh menit yang lalu mata kuliah kelas Zoya sudah selesai, anak-anak kelas Zoya pasti sudah pulang.
"Eva." Panggil Zoya di ambang pintu.
Eva menoleh sesaat dan mengabaikan Zoya.
Dengan gusar, Eva merapikan buku-buku dan memasukannya ke dalam tas. Perlahan langkah kaki Zoya menghampiri Eva.
"Eva." Zoya menyentuh bahu Eva dengan lembut.
Eva tetap mengabaikan kehadiran Zoya.
"Aku mendengar semua yang kamu bicarakan dengan Arva." Kata Zoya lirih.
"Baguslah." Eva tidak memandang wajah Zoya sama sekali.
"Eva, aku dan Arva tidak ada apa-apa. Diantara kami hanya teman." Zoya meninggikan nada bicaranya.
Eva membalikkan tubuhnya dan menatap Zoya dengan tajam.
"Alasan klasik." Eva menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Sungguh Eva. Kamu tahu sendiri, kalau aku mencintai Belva. Tidak mungkin aku memiliki hubungan lebih dari teman dengan Arva." Zoya mencoba menjelaskan semampunya.
Eva kembali merapikan bukunya tanpa mengatakan apapun lagi kepada Zoya. Beberapa saat setelah itu, Eva meraih tas nya dengan kasar dan melangkah keluar kelas. Hanya hitungan detik, Zoya segera menarik lengan Eva, sehingga Eva berbalik badan menghadap Zoya.
"Eva. Kamu harus percaya, aku dan Arva tidak ada hubungan apapun." Tatap Zoya nanar.
"Percaya? haruskah aku percaya dengan teman seperti kamu?" Eva menunjuk kasar bahu kanan Zoya.
Zoya hanya terdiam menatap sedih temannya itu.
"Aku mencintai Arva, Zoya! dan kamu berhasil membuat cintaku menjadi hancur." Tatap Eva tajam.
"Selama ini aku tidak menyadari bahwa kamu mencintai Arva." Zoya tertunduk sedih.
"Terlambat Zoya! sekarang, Arva mencintai kamu. Dia tidak akan pernah lagi mencintai aku!" Eva mulai emosi.
"Aku minta maaf Eva." Air mata Zoya sudah jatuh di pipinya.
"Tidak ada gunanya lagi kamu minta maaf. Seharusnya kamu tidak perlu mengenalku." Eva kembali berbalik badan dan melangkah pergi.
Tapi sebelum langkah Eva terlalu jauh, Zoya berteriak padanya yang mampu membuat Eva menghentikan langkahnya.
"Aku akan menjauhi Arva. Aku tidak akan menemuinya ataupun berbicara dengannya. Kamu adalah satu-satunya teman yang aku punya di kota ini. Aku benar-benar tidak memiliki siapapun Eva." Teriak Zoya.
Eva menatap Zoya tidak percaya.
"Eva, aku berjanji tidak akan mengganggu Arva." Zoya berjalan mendekat.
"Kamu yakin?" emosi Eva mulai mereda.
Zoya menganggukan kepalanya sambil tersenyum. Eva pun memeluk Zoya dengan sangat erat. Mulai saat ini dan sampai kapanpun Zoya akan menjauhi Arva, dia tidak akan membuat hati temannya hancur. Karena pada kenyataan, Zoya tidak mencintai Arva, tidak akan pernah mencintai Arva.

Sebelum Zoya melintasi lorong lantai dasar kampusnya. Dari sudut penglihatannya, Zoya mengetahui Arva sedang melangkah ke arah yang sama dengannya. Tidak ingin bertemu dengan Arva, langkah Zoya pun menjadi cepat dari sebelumnya. Namun hal itu tidak membuahkan hasil bagi Zoya, justru sebaliknya.
Cukup jauh jarak Arva memandang Zoya saat itu. Arva pun memanggil namanya.
"Zoya." Panggil Arva sedikit berteriak.
Zoya tidak menoleh sama sekali dan tetap melangkahkan kakinya dengan cepat.
"Zoya tunggu." Arva berlari kecil menghampiri Zoya.
Sementara Zoya mulai berlari ke tepi jalan raya depan kampusnya. Beruntungnya saat itu sedang ada angkutan umum yang melintas tepat dihadapannya. Segeralah Zoya menghentikan kendaraan itu dengan tangannya dan masuk ke dalam angkutan umum.
Arva terlambat, Zoya sudah pergi. Arva tampak kesal dengan apa yang terjadi padanya. Lagi dan lagi, Zoya bersikap tidak adil.

Tibalah Zoya di apartemen, tubuhnya merasa sangat lelah saat ini, begitu pun dengan hatinya. Baginya, hidup yang dia jalani terlalu penuh dengan drama. Bisakah Arva tidak perlu masuk ke dalam kehidupannya, jika bisa semua masalah ini tidak akan pernah terjadi. "Semua ini karena dia!" Zoya melempar batal kecil yang berada di sofa.
Zoya mulai mencari ponsel di dalam tasnya. Segeralah Zoya menghubungi kekasihnya, Belvara. Berharap kali ini tidak sulit untuk menghubunginya, ia sangat ingin berbagi cerita dengan Belvara.
"Arghhh!" Zoya berteriak kesal menatap layar ponselnya.
Tidak ada jawaban dari Belvara. Harus sesulit inikah jika ingin menghubungi kekasihnya?
Satu kali lagi Zoya menghubungi ponsel Belvara. Tetap tidak mendapatkan jawaban yang berbeda.
Zoya membanting ponselnya sekuat tenaga, hingga layar ponselnya pecah dan berhamburan di lantai. Dia tidak peduli saat ini, baginya Belvara benar-benar keterlaluan, semua janji manisnya tidak bisa Belvara tepati.

Di satu sisi, Arva berusaha menghubingi Zoya. 'Kenapa ponselnya tidak aktif?' tanya Arva dalam hati. Arva terus menerus mencoba menghubungi Zoya dan tidak mendapatkan balasan apapun. Arva mulai merasa lelah menghadapi sikap Zoya. 'Mungkin baginya, aku tidak berarti apa-apa. Baiklah Zoya, jika kamu menginginkan ini. Aku akan pergi dari hidupmu.' Kata Arva dalam hati sambil memandang foto Zoya di ponselnya.

Hari-hari berikutnya, aktifitas berjalan seperti biasa. Saat sudah sampai, taksinya berhenti di tepi jalan seberang kampus.
"Makasih ya pak." Zoya memberikan uang kepada supir taksi.
Zoya pun turun dari taksi itu. Ketika dia mulai menyeberangi jalan, ada sebuah mobil melintas dengan kecepatan tinggi. Zoya menatap dan mengingat-ingat siapa pemilik mobil itu. 'Arva.' Kata Zoya dalam hati.
Dia tidak peduli pada Arva saat ini. Zoya masuk ke dalam kampusnya, dengan langkah yang pasti.
Ketika Zoya sudah berada di lingkungan kampus, dia melihat Arva sedang berjalan bersama Eva. Hati Zoya merasa lega saat melihat Eva tersenyum bahagia bersama laki-laki yang dia cintai. Dengan begitu hubungan pertemanannya akan membaik.

Zoya melihat Arva sedang berada di depan ruang kelasnya. 'Mau apa lagi dia?' tanya Zoya dalam hati.
Perlahan Arva membalikan tubuhnya dan berjalan ke arah Zoya.
Zoya mulai gugup dan cemas saat Arva berjalan ke arahnya. Ketika jarak meraka sudah tidak jauh, Zoya membuka mulutnya.
"Mau ap....." Zoya terbelalak menatap Arva.
Laki-laki itu melintasi Zoya tanpa menyapanya sama sekali. Matanya terus menerus menatap mengikuti kemana Arva melangkah, hingga bayangannya hilang di persimpangan koridor. Merasa kesal dengan tingkah Arva padanya, Zoya pun masuk ke dalam kelas.

Sementara langkah Arva terhenti di tepi lapangan basket. Dia menatap kelas Zoya dari tempat Arva berdiri.
'Itu yang kamu inginkah dariku, bukan?' tanya Arva dalam hati sambil tersenyum manis.

Regrets of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang