Arva sangat merasa bimbang saat ini, apa dia harus turun dari mobilnya dan menghampiri apartemen Zoya atau tidak? Zoya pasti sedang mencari ponselnya.
Cukup lama Arva berpikir dan akhirnya dia menemukan jalan yang terbaik. Dia keluar dari dalam mobil dan melangkah menuju lobby apartemen. Tidak, Arva tidak akan menemui Zoya di dalam apartemennya. Arva hanya duduk di sofa lobby dan menunggu Zoya datang, meskipun menunggu dalam waktu yang panjang tidak akan menjadi masalah untuknya.Sekitar 30 menit berlalu Arva tetap setia menunggu Zoya keluar dari apartemennya. Arva berharap Zoya mencari ponselnya di sepanjang jalan menuju keluar apartemen, dengan begitu Arva bisa bertemu dengan Zoya tanpa Belvara ketahui.
Semakin lama Arva mulai jenuh, akhirnya dia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Tidak di sengaja Arva menekan tombol ponsel Zoya dan ternyata ponselnya tidak di kunci. Keinginan Arva untuk membuka ponsel Zoya semakin kuat, tidak membutuhkan waktu lama untuk berpikir Arva pun memberanikan diri membuka galeri foto Zoya. Arva tersenyum sendiri saat memandang foto-foto perempuan yang di cintainya. Berhubung Zoya belum datang, Arva segera menyalakan bluetooth di ponsel Zoya dan ponselnya. Arva mungkin tidak akan memiliki Zoya, karena Zoya sudah mencintai orang lain. Tapi mencintai seseorang dalam diam itu adalah hak setiap manusia. Jika Arva merindukan Zoya, dia tidak bisa bertemu setiap saat. Jika ingin bertemu, tidak setiap saat Zoya ada waktu. Sebagai teman dalam kesepiannya, Arva mengirimkan beberapa foto Zoya ke dalam ponselnya. Sesekali Arva menoleh ke arah lift saat sibuk dengan ponselnya. Cukup banyak foto Zoya yang dimilikinya sekarang, selesai dengan hal tersebut Arva kembali menoleh ke arah sebelumnya dan ternyata dari sekian jumlah orang yang keluar dari dalam lift tersebut adalah Belvara dan Zoya. Arva semakin gugup atas keberadaannya saat ini, apa dia harus menghampiri Zoya?
Belvara dan Zoya sedang berjalan keluar dari dalam lift, mereka sedang berdiri di lobby untuk mengucapkan salam perpisahan sebelum Belvara pergi menuju airport. Tubuh Zoya berhadapan dengan Belvara saat ini. Belum ada satu patah katapun yang keluar dari bibirnya, Zoya menangkap kehadiran Arva yang sedang melangkah mendekat.
"Arva." Zoya terkejut atas kehadirannya.
Arva sudah berjanji saat di mobil kalau dia tidak akan datang ke dalam apartemennya, tapi sekarang? Zoya mulai kesal.
Belvara yang menatap mata Zoya sedang melihat ke arah lain akhirnya membalikkan tubuhnya. Belva melihat Arva yang semakin mendekat ke arah mereka berdua.
Zoya yakin Belvara pasti marah dengan kedatangan Arva.
"Belva." Zoya memanggil Belvara dengan nada yang samar terdengar.
Belvara menoleh ke arah kekasihnya dan tersenyum lembut.
Kini Arva sudah berada di antara Belvara dan Zoya. Berbeda dari sebelumnya Belvara mengangkat tangannya untuk berjabatan dengan Arva. Zoya menatap tidak percaya atas perbuatan Belvara yang sangat aneh. Arva membalas jabatan tangan Belvara.
"Oh ya, aku cuma mau balikin ini." Arva memberikan ponsel Zoya tepat di hadapan Zoya.
Belvara menatap ponsel itu dengan perasaan yang sangat hancur. Dia tidak akan marah lagi dengan hal yang menyangkut Arva.
"Terimakasih." Zoya meraih ponselnya.
Tidak perlu berbasa basi, Arva pun berpamitan dengan Belvara dan Zoya untuk meninggalkan apartemen.Saat ini suasana apartemen mulai sepi, hanya mereka berdua yang berada di lobby apartemen.
"Belva, kamu..." Zoya menatap Belvara ketakutan.
"Aku tidak marah. Dia hanya mengembalikan ponsel kamu." Belvara meraih sebelah tangan Zoya.
Meskipun itu artinya sejak pagi hingga sore seperti ini Zoya berada bersama Arva. Hati Belvara sangat hancur, tapi dia tidak akan menunjukannya pada Zoya.
"Aku harus berangkat sekarang, sebentar lagi jam penerbangan aku." Belvara mengelus lembut pipi Zoya.
Zoya hanya menganggukan kepalanya.
Melihat wajah Zoya yang sangat sedih, Belvara menarik tubuh Zoya ke dalam pelukannya.
"Semuanya akan baik-baik saja. Aku mencintaimu." Belvara mengecup puncak kepala Zoya.
"Cepatlah kembali, aku akan selalu menunggu kamu. Aku juga mencintaimu Belva." Zoya semakin mengeratkan pelukannya.
Belvara melepaskan pelukan Zoya terburu-buru.
"Yaudah sekarang kamu masuk ke dalam, aku harus pergi sekarang."
Zoya hanya menganggukan kepala.
"Selamat tinggal." Belvara melangkah pergi dan perlahan mulai melepaskan genggaman tangan Zoya.
Air mata mulai mengalir di pipi Zoya saat melihat Belvara semakin menjauh dari pandangannya.Belvara segera berlari mencari keberadaan Arva di parkiran apartemen. Apa mungkin Arva sudah pergi? rencananya berantakan sekarang.
Raut wajahnya kini mulai bersemangat kembali saat melihat sebuah mobil hitam yang masih terparkir dan Arva berada dalam mobil itu.Entah mengapa Arva tidak ingin meninggalkan apartemen itu, rasanya seperti ada magnet yang menahannya. Tapi untuk apa berlama-lama di tempat ini? dia mulai menyalakan mesin mobilnya.
Terkejutlah Arva melihat Belvara sudah berdiri di samping kaca mobilnya. Dia pun menurunkan kaca mobil dan bertanya mengapa Belvara datang padanya.
"Gue harus bicara sama lo." Kata Belvara.
"Yaudah lo masuk aja ke dalam." Arva membalas kata-kata Belvara.
Akhirnya mereka pergi meninggalkan tempat itu dan Arva melajukan mobilnya pada sebuah cafe yang tidak jauh dari sekitar apartemen.Sesampainya di cafe, mereka memilih tempat yang jauh dari keramaian.
"Lo mau bicara apa?" Arva terlihat santai.
"Lo cinta sama Zoya?" Belvara mulai menatap serius.
Arva tidak menjawab pertanyaan Belvara dan dia hanya terdiam.
"Jawab kalau emang lo cowo." Belvara terlihat emosi.
"I..iya." Jawab Arva gugup.
'Apa maksud Belvara sebenarnya?' tanya Arva dalam hati.
"Gimana lo bisa mencintai Zoya kalau lo sendiri aja ragu mengatakannya."
"Iya, gua mencintai Zoya." Jawab Arva tegas.
"Bagus." Belvara menurunkan kembali volume suaranya.
Untuk beberapa detik mereka saling diam.
"Apa tujuan lo menanyakan hal itu?" Arva mulai bersuara.
"Lo harus menjaga Zoya. Mulai sekarang sampai selamanya." Belvara kembali menatap Arva.
"Maksud lo? gua masih belum paham dengan apa yang lo katakan dari tadi." Arva mengerutkan keningnya.
"Maksud dari apa yang gua bicarakan adalah gua mau lo jagain Zoya. Karena mulai saat ini gua tidak bisa menjalankan tanggung jawab itu. Gua tahu lo bisa jagain Zoya dan mencintainya dengan tulus, sebab itu gua memilih lo." Belvara menguatkan hatinya untuk berkata seperti itu.
"Hati lo terbuat dari apa sih? Zoya sangat mencintai lo, sementara lo ninggalin dia dan ngasih tanggung jawab lo ke gua? gampang banget lo ngomong kayak gitu. Apa lo pernah mikir? gimana perasaan Zoya setelah tahu lo pergi ninggalin dia. Hati dia bisa hancur!" Arva mulai bangkit berdiri.
"Keadaan yang memaksa gua melakukan hal ini! kalau takdir gua tidak seperti ini, gua tidak akan rela Zoya hidup bersama orang lain, termasuk lo!" Belvara juga bangkit dari bangkunya.
"Lo bisa merubah takdir lo jika lo mau! gua juga tidak memaksa untuk hidup dengan Zoya, karena gua tahu cinta Zoya hanya buat lo dan tidak akan pernah dia berikan untuk orang lain." Arva menujuk kasar hati Belvara.
"Apa yang lo tunjuk sekarang sudah tidak akan bertahan lama." Belvara menatap tajam bola mata Arva.
Perlahan Arva menurukan tangannya.
"Maksud lo?" tanya Arva.
"Iya, fungsi hati gua sekarang sudah rusak. Semakin hari kondisi gua semakin melemah. Gua sendiri tidak tahu sejak kapan semua ini terjadi. Gua tidak ingin Zoya menderita suatu saat nanti ketika dia menyaksikan kematian gua." Belvara menjelaskan tentang penyakitnya.
"Lo bisa operasi dari cari donor hati." Arva mulai panik.
"Tidak semudah itu mendapatkan donor hati. Selama ini gua selalu berusaha buat sembuh, gua berharap Zoya tidak akan menderita dengan adanya penyakit gua. Permintaan gua hanya ini, gua mohon tolong lo cintai Zoya. Buatlah Zoya mencintai lo dan melupakan gua. Karena jika pengobatan gua gagal, kematian gua tidak akan menjadi penderitaan untuk hidup Zoya." Mata Belvara mulai memerah.
"Tidak mungkin gua memaksanya untuk mencintai gua dan melupakan lo." Arva menundukan kepalanya.
"Lo tidak perlu memaksa Zoya, waktu yang akan menuntunnya kepada cinta lo. Hanya lo yang gua percaya untuk hidup bersama Zoya. Tolong lakukan ini demi kebahagiaan Zoya." Belvara menepuk bahu Arva dan pergi meninggalkannya.
Arva terdiam kaku menatap kepergian Belvara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Regrets of Love
RomansaKamu berhasil menyadarkanku makna cinta yang sesungguhnya. Semua tampak jelas bagaimana caramu menjagaku. Hingga aku mendengar kata yang sudah lama kunanti terucap dari bibirmu. Cinta... Begitulah kedengarannya, sangat manis bukan? Tapi tidak bagik...