Didalam mobil, Zoya duduk di bangku barisan belakang, sementara Eva duduk di samping Arva.
"Zoya, kenapa diam terus?" Arva melirik Zoya melalui kaca spion.
Selama perjalanan Zoya hanya diam, berbeda dengan Eva. Dia selalu mengajak Arva mengobrol, menanyakan apa saja, bahkan yang tidak penting sekalipun, ia tanyakan pada Arva.
Saat Arva bertanya pada Zoya, gadis itu tetap diam. Sepertinya Zoya sedang melamunkan sesuatu.
"Zoya!" teriak Eva.
Zoya pun terkejut dari lamunannya.
"Hah? apa?" Zoya panik.
Arva dan Eva langsung tertawa melihat tingkah Zoya yang aneh, namun Zoya sendiri tidak mempedulikan mereka.Sesampainya di toko buku, Eva langsung menuju bagian buku yang ia cari, sementara Zoya berjalan lambat tanpa tujuan yang jelas. Arva mulai mensejajarkan langkahnya dengan Zoya.
"Zoya, dari tadi aku perhatiin diam saja. Kamu tidak suka ketempat ini?"
tanya Arva.
"Bukan. Berada ditempat ini mengingatkan aku pada seseorang." Zoya menjawab tanpa berpikir.
"Aku ngerti." Arva memalingkan pandangnya dari Zoya menjadi lurus kedepan.
Setelah sadar dengan apa yang diucapkannya barusan, Zoya segera meralat perkataannya.
"Maksud aku, aku jadi kangen orangtuaku, karena meraka sering mengajakku ke toko buku." Zoya berkata dengan terbata-bata.
Arva tahu Zoya berbohong, tapi tidak jadi masalah besar untuknya.Eva sudah selesai dengan apa yang ia cari. Kemudian dia menghampiri Zoya dan Arva dan mengajaknya untuk meninggalkan tempat ini.
"Makan dulu yuk, laper banget nih." Eva memegang perutnya dengan raut wajah yang memelas.
Arva menyetujui permintaan Eva. Seketika Arva langsung melihat ke arah Zoya yang tidak bersemangat.
"Zoya, kamu mau pulang? kalau kamu mau pulang aku antar sekarang juga." Tanya Arva.
"Hah? tidak perlu. Ayo makan saja." Jawab Zoya.
Eva merasa kebingung memilih dimana mereka akan makan, akhirnya pilihan Eva jatuh pada restaurant cepat saji.
"Jangan! tidak baik mengkonsumsi makanan cepat saji." Kata Arva tegas.
Seketika jantung Zoya terasa berhenti berdetak.
'Kata-kata itu?' Zoya bergumam dalam hati.
"Sekali-kali boleh lahhhhh.." Eva menarik lengan Arva.
Eva adalah tipe orang yang mudah dekat dan akrab dengan orang yang baru ia kenal.
Zoya terpaku. Arva memandang ke arah Zoya. Eva segera berteriak memanggil Zoya, akhirnya Zoya tersadar dan menghampiri mereka.Didalam restaurant itu tampak Arva menarik bangku dan mempersilahkan Zoya untuk duduk, belum sempat Zoya duduk Eva langsung merebut tempat yang dipersilahkan Arva untuk Zoya.
"Makasih." Eva tersenyum pada Arva.
Dengan ragu, Arva membalasnya dengan senyuman juga.
Zoya mulai menarik bangkunya sendiri dan duduk.
"Kamu makan apa?" tanya Eva pada Zoya.
"Aku udah kenyang." Zoya menatap lesu Eva.
"No..no..no.. kamu harus makan." Eva menggelengkan kepalanya.
Zoya sama sekali tidak membantahnya.
Akhirnya Arva menuju kasir dan memesan beberapa makanan, lalu Eva menghampiri Arva dan menemaninya.
Zoya terus bertanya-tanya, mengapa bayangan Belvara selalu ada dalam hidupnya? bisakah dia pergi saja tanpa harus meninggalkan jejak?Tidak lama Arva dan Eva datang dengan membawa nampan yang berisi makanan cepat saji, Zoya melihat menu makanannya. Entah mengapa melihat semua itu, semakin ia merindukan Belvara.
"Aku duluan ya." Zoya berkata kepada Arva dan Eva terburu-buru.
"Aku antar ya?" Arva panik.
"Tidak perlu." Zoya langsung pergi meninggalkan mereka tanpa berbasa-basi.
Arva ingin menyusul Zoya, tetapi Eva melarangnya.Sesampainya di apartemen, keadaan Zoya sudah benar-benar kacau. Zoya sangat mencintai Belvara, merindukannya dan ingin selalu berada disampingnya. Dengan segera Zoya meraih remote televisi dan memaksimalkan volume televisi. Tangisan Zoya pun pecah sejadi-jadinya.
"Kenapa Belva? kenapa disaat aku butuh kamu, kamu tidak ada disini? dulu kamu selalu ada buat aku tapi kenapa sekarang tidak? salah aku apa Belva? salah aku mencintaimu? kamu tidak adil! kamu jahat!!!!!!" Zoya terus berteriak dan tersungkur di lantai.
Dia meraih ponselnya, mencoba menghubungi Belvara, tetap saja tidak tersambung. Mencoba mengirim pesan untuknya, berharap Belvara membaca pesan itu meskipun tidak mendapatkan balasan darinya. Zoya terus bertanya, apa yang Belvara inginkan darinya?
Tangisan yang tiada hentinya mampu menguras habis tenaga gadis kesepian itu, hingga dia tertidur pulas didekat jendela.Zoya mulai tersadar keesokan paginya karena ketukan pintu yang tiada henti. Perlahan Zoya melangkah menuju sumber suara dan mulai membuka pintu.
"Arva? kamu bisa tahu?" Zoya terkejut.
Penampilan yang berantakan, lingkarang hitam yang menghiasi matanya yang indah dan pakaian yang sama seperti kemarin sore. Arva mulai merasa bingung.
"Zoya? kamu baik-baik saja kan?" Arva mendekatkan wajahnya ke arah Zoya.
Perlahan, Zoya melihat pakaian dan dirinya. Dia sendiri pun terkejut dengan penampilannya, seketika ia lupa apa yang terjadi semalam.
"Iya aku kemarin tidak sempat mandi, ngantuk banget jadi langsung tidur." Jawab Zoya santai.
Arva hanya menganggukan kepalanya dan menatap diri Zoya dengan pandangan yang sangat aneh.
"Ayo siap-siap, hari ini kamu kuliah kan? udah jam 9 loh." Arva melirik jam di pergelangan tangannya.
"Iya, masuk dulu." Zoya mempersilahkan Arva masuk.
Arva semakin bingung dengan apa yang dia lihat, gadis secantik Zoya memiliki apartemen yang tidak terurus. Pakaian kotor berserakan di sofa, heels yang berserakan di lantai, sprei kasur yang kusut, piring kotor tertumpuk di dapur dan masih banyak lagi.
Dengan cepat Arva meraih pakaian kotor dan meletakannya di keranjang yang sudah tersedia, menata heels pada lemari sepatu dan memasang sprei pada kasur Zoya dengan sangat rapi. Tidak sengaja Zoya keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk yang menutupi badannya. Kulit yang putih mulu, rambut ikalnya yang basah, kakinya yang jenjang dan wajah yang natural tanpa riasan membuah jantung Arva berhenti berdetak untuk beberapa saat. Pandangan Arva tertuju pada Zoya, semakin lama melihatnya semakin sulit bernapas bagi Arva. Jakun Arva sudah mulai naik turun karena kesulitan menelan air liurnya sendiri. Zoya yang sadar dengan kehadiran Arva langsung berteriak sekencang-kencangnya. Gadis itu meraih bantal terdekat yang mampu ia gapai, lalu melempar bantal itu tepat di wajah Arva.
"Arvaaaaaa!!! pergi sana!!!"
Arva hanya tertawa dengan kejadian itu.
"Maaf aku tidak tahu Zoya." Arva terus tertawa tanpa henti.Saat Zoya sedang mengganti pakaian, Arva membersihkan piring kotor yang tertimbun di dapur. Tidak begitu banyak, karena memang Zoya jarang sekali makan di apartemennya.
Ketika hendak meninggalkan dapur, Arva melihat sebuah bingkai foto keluarga Zoya. Di foto ini Zoya sangat bahagia, berbeda dengannya saat ini. Dalam hatinya, Arva berkeinginan untuk mengembalikan senyuman manis di bibir indah Zoya."Udah?" Arva berjalan mendekat.
"Yaampun. Kamu sebenernya tidak perlu membenahi seisi apartemen aku." Mata indah Zoya membulat.
"Dari pada aku nungguin kamu mandi, lama banget." Arva menarik hidung Zoya.
"Awww..." Zoya memukul lengan Arva, kemudian mengusap-usap batang hidungnya yang tinggi.
"Cepetan. Kelas kamu dimulai jam 11 loh." Arva menarik pergelangan tangan Zoya.
"Aku ambil tas dulu." Zoya menahan langkahnya dan kembali ke kamar.
Arva menunggu di ambang pintu. Tidak butuh waktu lama untuk Zoya mengambil tas. Mereka pun mulai melangkah pergi meninggalkan apartemen itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regrets of Love
RomanceKamu berhasil menyadarkanku makna cinta yang sesungguhnya. Semua tampak jelas bagaimana caramu menjagaku. Hingga aku mendengar kata yang sudah lama kunanti terucap dari bibirmu. Cinta... Begitulah kedengarannya, sangat manis bukan? Tapi tidak bagik...