Part 1

13K 230 9
                                    

Ketakutanku mulai menghampiri, pagi telah menyambut dengan tanda suara kicauan burung yang mulai terdengar dari luar jendelaku, akankah harus kusambut dengan senyuman? aku rasa tidak. Hanya akan ada bibir yang selalu menggerutu disetiap kata yang aku ucapkan. Semakin jelas pula terdengar teriakan bunda yang terus memanggil namaku, baiklah.

Satu demi satu aku mulai menuruni anak tangga dengan langkah yang sangat berat, tak mengerti apa yang harus kuperbuat setelah sampai disana.
"Sayang, bagaimana persiapan hari pertama kamu masuk SMA?" bunda mengoleskan selai cokelat pada roti yang disiapkan untuk sarapan kami.
"Persiapan? bunda, aku hanya pergi kesekolah, bukan pergi untuk berpiknik." Sahutku dengan malas.
"Tapi, ini hari pertama kamu masuk sekolah sayang." Bunda menatap diriku dengan penuh perhatian.
Perlahan kuhampiri meja makan yang sudah siap dengan berbagai roti yang dibuat oleh bunda. Tidak butuh waktu lama aku menyantap sarapanku, ayah sudah memasuki ruang makan, kupandangi ayah dan bunda yang saling mengecup bibir satu sama lain. Dalam hatiku bertanya, apakah akan ada seseorang yang setia padaku seperti ayah yang sangat setia pada bunda? ayah tak pernah malu untuk memperlihatkan kemesraannya dengan bunda dihadapanku.
"Pagi sayang." Kecupan ayah mendarat di keningku.
"Pagi yah." Kubalas sapaan ayah tanpa menatapnya.
"Hari pertama sekolah, kamu berangkat sama ayah ya? seterusnya kamu berangkat dengan pak Bram."
Pak Bram adalah supir kami yang sudah bertahun-tahun bekerja pada keluarga kami, terutama sejak aku masih balita.
"Iya yah." Kusetujui permintaan ayahku kali ini.

Sesampainya disekolah, aku memperhatikan setiap lembaran kertas yang tercantum di pintu kelas, cukup lama mencari namaku dan akhirnya aku mendapatkannya.
Saat aku memasuki ruang kelas, semua teman-temanku sibuk berbincang dengan teman yang lain, berbeda denganku, tak seorangpun yang aku kenal disekolah ini. Lonceng sekolah sudah berdering dan semua murid kembali pada bangku mereka masing-masing. Sialnya aku mendapatkan bangku dibarisan depan, karena hanya bangku barisan depan yang tersisa. Seorang laki-laki yang berpenampilan seperti guru mulai memasuki ruang kelasku tanpa membawa buku atau apapun di tangannya.
"Selamat pagi anak-anak." Percakapan antara kami dibuka dengan guru ini.
"Pagi pak." Serentak semua anak-anak membalasnya kecuali aku.
"Hari ini bapak tidak akan memulai materi pelajaran, pertemuan pertama ini, kita buka dengan perkenalan satu persatu ya?" tawaran bapak guru yang disambut riuh oleh murid di kelasku.
Bagaimana ini, aku sangat malu untuk memperkenalkan diri didepan banyak orang, aku tidak terbiasa untuk berbicara didepan banyak orang seperti sekarang ini. Terlebih dimulai dari barisan depan, tamat lah riwayatku.
Siswa pertama dan kedua sudah selesai dengan perkenalannya, tidak aku perhatikan dengan jelas apa yang mereka katakan, karena aku sedang sibuk untuk merangkai kalimat yang akan aku ucapkan nanti.
"Ayo nak, sekarang giliran kamu." Suara bapak guru yang membuat aku tersentak dari lamunan.
"Hah?? ohhh i..iya pak." Mulai gemetar kaki ini menopang tubuhku.
Perlahan aku berdiri didepan kelas dan mulai memperkenalkan diri.
"Perkenalkan, nama saya Zoya Abella Hill, bisa dipanggil Zoya, usia saya 15 tahun, senang dapat berkenalan dengan kalian, terimakasih." Dengan cepat aku duduk kembali pada bangkuku.
Semua temanku bertepuk tangan disetiap akhir perkenalan kami. Satu demi satu semua murid mendapatkan bagian untuk memperkenalkan diri didepan kelas. Ujian nyali pertama sudah kulewati, apa lagi ujian selanjutnya?

Lonceng istirahat sudah mulai terdengar, semua anak-anak berhamburan lari keluar kelas, sementara aku hanya duduk membaca komik favoriteku sejak aku duduk dibangku sekolah dasar. Tanpa aku sadari seseorang menghampiriku dan menjulurkan tangannya tepat didepan wajahku. Seorang laki-laki yang memiliki postur tubuh yang tinggi, putih, dan tampan. Dia mulai menyapaku, tidak terlalu lama aku menatap kearahnya, aku langsung membalas jabatan tangannya. Aku tidak ingin orang berpikiran dan menilai diriku ini sombong.
"Adryan." Matanya kini mulai menatapku tanpa beralih.
"Zoya." Aku tatap kembali pandangannya itu.
Dengan cepat aku melepas genggamannya itu, lalu aku kembali sibuk membaca komik kesukaanku, kali ini dengan fokus yang berbeda. Entah mengapa aku tidak begitu fokus dengan buku yang aku baca. Perlahan kutegakan kepalaku dan melihat kembali ke arah sebelumnya dan yaaa dia sudah tidak berdiri pada posisinya. Kira-kira kemana laki-laki itu pergi? tapi kenapa harus aku pikirkan? siapa dia? dia hanyalah teman kelasku, tidak lebih.

Hari pertama sekolahku sudah selesai, saatnya aku pulang. Tapi dimana ayah saat aku sudah berdiri lama didepan gerbang sekolah? apakah ayah lupa menjemputku sekolah? menit demi menit berlalu dan sudah 30 menit kiranya aku menunggu didepan gerbang sekolah, tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara klakson mobil yang keluar dari dalam lingkungan sekolah. Aku tidak berdiri di tengah jalanan kan? mengapa dia harus membunyikan klakson mobilnya jika tidak ada apapun yang menghalangi jalannnya. Perlahan kaca mobil pengemudi terbuka, dan terlihat Adryan yang duduk dibangku pengemudi mobil itu.
"Zoya belum pulang?" tanya Adryan.
"Belum dijemput." Balasku dengan senyuman.
"Mau aku antar?" dia mulai mengangkat kedua alisnya dan menatapku.
Tanpa berpikir panjang aku menyetujuinya, karena aku sudah cukup lama menunggu ayah menjemputku, tapi tak kunjung datang juga.
"Kamu tidak keberatan?" tanyaku gugup.
"Hmmm... Lumayan, hahaha.. Tidak sama sekali Zoya." Jawabnya yang dilanjutkan dengan tawanya yang manis.
Aku cukup bingung mengapa Adryan turun dari mobilnya. Tidak aku sangka, Adryan membukakan pintu mobilnya dan mempersilahkan aku duduk disamping kursi pengemudi.
"Silahkan." dengan gayanya yang konyol ala pelayan yang mempersilahkan tuan putri untuk memasuki kerajaan.
Kelakuaannya berhasil mengundang tawaku yang tidak sanggup aku tahan. Setelah itu, Adryan pun langsung kembali ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanannya. Tidak banyak yang kami bicarakan didalam mobilnya, aku hanya menjawab ketika Adryan bertanya arah menuju rumahku. Kurang lebih 15 menit kami akhirnya tiba juga. Dengan tingkah konyolnya, Adryan mengulangi hal yang sama seperti saat ia membukakan pintu mobilnya untukku. Aku hanya tertawa kecil melihat tingkahnya yang lucu. Lalu aku turun dari mobilnya dan mengucapkan terimakasih. Aku lekas melangkah menuju gerbang rumahku dan tiba-tiba Adryan memanggil namaku, sehingga aku pun menghentikan langkahku dan menoleh kearahnya. Kulihat dia sedikit berlari menuju tempat aku berdiri.
"Zoya, boleh aku minta nomor ponsel kamu?" tanya dia sambil memberikan ponselnya padaku.
Tidak mungkin aku menolak permintaannya karena dia sudah mau mengantarkan aku pulang. Tanpa berpikir lagi, kuraih ponselnya dan mulai mengetik nomor ponselku.
"Makasih Zoya." Adryan tersenyum saat aku mengembalikan ponselnya.
Tidak ada kata yang aku ucapkan, aku hanya membalasnya dengan senyuman.

Regrets of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang