Zoya pergi keluar apartemen untuk mencari makan, dia tidak mempunyai keahlian dalam hal memasak. Hal yang dilakukannya hanyalah terus menerus membeli makanan setiap ia merasa lapar. Jika Belvara mengetahui hal ini, pasti dia akan sangat marah pada Zoya.
Seketika gadis itu teringat dengan perkataan Belvara saat melewati restaurant cepat saji. Zoya merasa rindu dengan perkata Belvara dan dia meminta supir taksi mengarahkan mobilnya menuju restaurant itu. Perlahan ia memasuki restaurant itu dan mulai memesan menu yang sama saat bersama Belvara, lalu membawa pesanannya ke meja yang berada di dekat jendela.
Seketika kata-kata Belvara terngiang ditelinganya bahwa makanan cepat saji tidak baik di konsumsi.
"Belva, apa kamu akan melarang aku untuk memakan makanan ini jika kamu berada disini?" Zoya menatap nanar makanan itu.
Tanpa dia sadari kantung matanya terasa meluap dengan air mata. Zoya segera mengusap air matanya. Nafsu makan Zoya pun menghilang.
Saat langkahnya ingin keluar dari restaurant cepat saji itu, ponsel Zoya berdering, dengan semangat gadis yang sedang bersedih itu menatap layar ponselnya. Terlihat nama ayah yang tertera dalam nama panggilan masuk. Zoya mengangkat panggilan ayahnya.
"Ayah, apa kabar?"
Terdengar suara banyak orang yang sedang berlalu-lalang.
"Ayah dimana?" kata Zoya panik.
"Bunda masuk rumah sakit Zoya." Ayah berbicara dengan nada yang sedih.
"Hah? bagaimana bisa ayah?" tanya Zoya bingung.
Ayah gadis itu menjelaskan bahwa, bundanya masuk rumah sakit karena tekanan darah yang ia miliki sedang tinggi dan jatuh pingsan. Zoya ingin kembali ke Jakarta untuk menemui bundanya tetapi ayah melarangnya, karena tidak memungkinkan jika Zoya tidak masuk kuliah, karena saat ini Zoya masih menduduki semester pertama. Dengan penuh kekecewaan, Zoya menuruti apa yang dikatakan ayahnya. Tidak lama pembicaraan mereka diakhiri.
Zoya tampak gelisah dengan kabar yang diberikan ayahnya. Dia berharap semua akan baik-baik saja selama dia jauh dari bundanya.Hari kedua ospek Zoya tidak mau terlambat, 40 menit sebelum pukul 7 pagi, Zoya sudah berada di kampus. Zoya mulai melangkahkan kakinya menuju ruangan yang sama seperti sebelumnya. Di sepanjang koridor ruangan, Zoya melihat Arva sedang bermain basket seorang diri. Zoya mengurungkan niatnya masuk kedalam kelas, karena terlihat baru beberapa mahasiswa yang berada di ruangan itu. Tanpa sadar, Zoya berdiri menghadap lapangan dan memperhatikan Arva yang sedang bermain basket.
Sedangkan Arva, tidak menyadari Zoya sedang memperhatikannya saat sedang asyik mendribble bola basket. Beberapa saat setelah itu, Arva berjalan menuju tempat duduk di sisi lapangan dan meraih handuk kecilnya. Saat Arva sudah merasa diperhatikan, segeralah dia menoleh ke arah Zoya. Gadis cantik itu tidak sempat berpaling ke arah lain dan akhirnya kedua mata mereka saling bertemu. 5 detik mereka berdua saling memandang dan akhirnya Zoya dikejutkan oleh kehadiran Eva.
"Lagi liatin siapa?" Eva menyinggung bahu Zoya.
"Tidak. Aku hanya ingin melihat orang-orang yang sedang bermain basket." Jawab Zoya gugup.
"Orang-orang? hanya ada satu orang yang bermain basket Zoya." Eva tersenyum menggoda.
Zoya tidak menjawab pertanyaan Eva lagi, dia pun masuk kedalam ruangan dan disusul oleh teman barunya, Eva.Saat Arva sedang duduk di sisi lapangan, terlihat Marsha berjalan mendekat kearahnya.
"Kemarin kenapa kamu menghampiri gadis itu?" tanya Marsha sinis.
"Aku tahu itu kamu." Arva melipat handuknya.
Marsha pun mulai terlihat gugup, saat ingin menjelaskan kepadanya, Arva sudah terlebih dahulu meninggalkan Marsha duduk sendirian di sisi lapangan.Ospek hari kedua berjalan seperti sewajarnya, memperkenalkan bagian-bagian dari kampus saja. Ospek hanya dilakukan selama dua hari dan kegiatan ospek itu diakhiri oleh sambutan dari ketua pelaksana. Seluruh mahasiswa baru jurusan kedokteran dikumpulkan pada ruang aula yang cukup besar. Zoya terkejut saat melihat Arva di panggil sebagai ketua pelaksana. Arva mulai memberikan sambutannya yang berhasil membuat mahasiswi perempuan menjerit kecil mengagumi sosoknya. Arva adalah sosok yang sangat tegas namun tenang, memiliki jiwa yang sangat mampu memikat hati perempuan, sama seperti Belvara.
Perlahan, Zoya teringat sosok Belvara kembali.Setelah selesai dengan penutupan ospek, Marsha menghampiri Arva.
"Va pulang bareng ya? rumah kita kan searah." Marsha menghalangi jalan Arva.
Arva melihat sahabatnya Reza melintas di depannya, kemudian Arva menarik lengan Reza.
"Za, anterin Marsha ya. Gue ada urusan." Arva menepuk bahu Reza, kemudian pergi meninggalkan keduanya.
Dengan santai, Reza mengajak Marsha untuk pulang bersama.
"Gue bisa pulang sendiri." Marsha pergi meninggalkan Reza.
"Cewe aneh." Gumam Reza.Arva berlari sepanjang menuju gerbang, dia mencari Zoya, namun tidak ada Zoya di sepanjang jalan itu. Arva berniat untuk menuju parkiran mobil. Tidak membutuhkan waktu yang lama, mobilnya keluar dari lingkungan kampus. Arva memperlambat laju mobilnya dan sesekali menoleh kearah kanan dan kiri. Akhirnya, Arva mendapati sosok Zoya yang keluar dari dalam mini market yang berada tidak jauh dari kampusnya. Zoya terlihat sedang memberhentikan sebuah taksi, niat Arva pun akhirnya gagal untuk menawarkan Zoya pulang bersamanya. Tidak berhasil mengantarnya pulang, Arva berniat mengikuti taksi itu dari belakang.
Sampailah taksi yang ditumpangi Zoya dan mobil Arva di sebuah gedung apartemen. Zoya turun dari taksi itu dan memasuki gedung apartemen. Arva tidak mencoba menghampiri dan menegurnya, ia hanya ingin tahu dimana Zoya tinggal, karena Arva tahu Zoya bukan berasal dari kota ini.
Hari-hari Zoya berlalu seperti biasa, tidak ada yang istimewa dalam kehidupannya saat ini. Bel apartemen Zoya pun berbunyi, Zoya menebak-nebak siapa yang mengunjunginya. Rasa penasaran sudah mulai mengujuri hatinya. Perlahan Zoya mendekatkan dirinya menuju pintu dan mulai membukanya. Terlihat sosok temannya, Eva. Hati Zoya merasa lega.
"Eva, aku kirain siapa." Zoya mempersilahkan Eva masuk.
Eva hanya tersenyum pada Zoya.
"Ada apa Eva? sore-sore gini kamu dateng ke apartemen aku." Tanya Zoya.
"Temenin aku ke toko buku yuk."
Kata-kata Eva mengejutkan Zoya. Seketika Zoya teringat kembali dengan Belvara. Tanpa menyetujui ajakan Eva, Zoya hanya terdiam.
"Zoya." Eva menjentikan jarinya di depan wajah Zoya.
Zoya mulai tersadar dari lamunannya dan mengiyakan ajakan Eva.Selesai Zoya mempersiapkan diri, mereka berdua akhirnya meninggalkan apartemen. Tampak sulit sore-sore seperti ini mencari sebuah taksi, semua taksi yang berlalu-lalang sudah terisi penumpang.
Tiba-tiba sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat dihadapan mereka berdua. Zoya memberikan kode pertanyaan kepada Eva, Eva pun membalasnya dengan hanya mengangkat bahu. Perlahan sosok laki-laki keluar dari dalam mobil. Arva.
"Mau kemana sore-sore begini?" Arva menghampiri mereka berdua.
"Ke toko buku ka." Jawab Eva.
Zoya hanya diam membisu.
"Aku rasa tidak ada taksi yang lewat, walaupun ada sudah terisi penumpang." Arva menunjuk kearah jalan raya.
Zoya dan Eva ikut melihat ke arah yang ditunjukan Arva.
"Mau bareng? kebetulan aku juga mau kesana." Kata Arva.
"Hmm.. boleh deh, tapi tidak merepotkan?" tanya Eva.
Arva pun tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Ayo Zoy.." Eva menarik lengan Zoya.
Zoya pun menuruti perkataan temannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Regrets of Love
RomansaKamu berhasil menyadarkanku makna cinta yang sesungguhnya. Semua tampak jelas bagaimana caramu menjagaku. Hingga aku mendengar kata yang sudah lama kunanti terucap dari bibirmu. Cinta... Begitulah kedengarannya, sangat manis bukan? Tapi tidak bagik...