Part 4

2.4K 88 0
                                    

Malam telah datang dan aku bingung pada Belvara, mengapa sudah jam segini dia belum pulang? ayah yang melihatku kebingungan mampu membaca pertanyaan yang ada di pikiranku.
"Selama satu bulan ini, Belvara akan tinggal disini, ayah akan banyak membutuhkan Belvara dalam mengembangkan rumah sakit kita." Ayah menepuk bahuku.
Kemudian bunda datang dan memintaku untuk mengantarkan Belvara menuju kamar tamu, dengan berat hati, aku mengantarnya.

Sesampainya dikamar tamu, tanpa kata tanpa senyuman tanpa apapun, dia memasuki kamar dan mengabaikan aku di ambang pintu. Sungguh laki-laki ini sangat menyebalkan, mengucapkan terimakasih saja pun tidak.

Keesokan hari, aku sudah memiliki janji dengan Adryan, dia mengajakku pergi ke mall dan seperti biasa aku meminta izin pada ayah.
"Ayah, nanti siang aku izin pergi ke mall ya, yah." Aku duduk di samping ayah yang sedang menonton televisi.
"Belva yang akan menemanimu nanti." Ayah berbicara tanpa menoleh kearahku.
"Tapi yah?" tanyaku dengan nada mengeluh.
"Ya? atau tidak sama sekali." Ayah mematikan televisi dan bangkit berdiri, kemudian pergi dari ruang itu. Mengapa Belvara harus ikut? apa yang akan terjadi nanti jika Adryan tahu aku terpaksa mengajaknya?

Saat aku sudah siap dengan penampilanku, ternyata Belvara sudah menunggu di dalam mobil yang terparkir didepan gerbang rumah, mau tidak mau aku masuk kedalam mobilnya.
"Kamu disuruh ayah untuk ikut aku pergi?" tanyaku dengan nada kesal.
"Mungkin." Jawabnya enteng.
Kemudian Belvara mulai melajukan mobilnya menuju mall yang aku beritahu.
Aku tahu Adryan pasti sudah menjemputku, aku pun mengirim pesan singkat pada Adryan untuk langsung menuju mall dan bertemu disana.

Sesampainya di parkiran mall, aku segera turun dari mobil dan tiba-tiba Belvara juga ikut turun dari mobilnya.
"Kamu kenapa ikut turun juga?" tanyaku sinis.
"Om Alex sudah memintaku mengantarmu." Tanpa ekspresi wajah.
"Sudah sampai kan? lalu?" kataku sambil mencari ponsel dalam tas.
"Kita berangkat bersama dan pulang bersama juga." Jawabnya singkat.
Akhirnya aku mulai melangkahkan kaki menuju mall tanpa perlu menunggunya. Kemanapun aku pergi, dia selalu mengikutiku dari belakang. Ini benar-benar menjengkelkan.
Aku meminta Adryan untuk menemuinku di area cinema dan dia mengiyakan permintaanku.
"Sayang, kamu berangkat dengan siapa?" tanya Adryan sambil mencium keningku.
"Aku berangkat dengan temanku, kenalkan dia Belvara, putra dari kerabat ayahku." Aku menarik lengan Belvara.
Belvara menjulurkan tangannya ke arah Adryan dan Adryan menjabat tangan Belvara kembali.
"Adryan, kekasihnya Zoya." Kata Adryan angkuh.
"Belvara." Seperti biasa dengan nada yang datar.

Sepanjang aku dan Adryan menyusuri tempat-tempat ya ingin dituju, Belvara hanya mengikutiku dari belakang. Kuperhatikan banyak gadis yang mengaggumi Belvara karena ketampanannya itu, tapi Belvara tak meresponnya ataupun memberikan senyuman sama sekali.
Tidakkah Belvara tertarik pada satu gadis? padahal begitu banyak gadia yang mengaguminya.

Langit sudah gelap diluar sana, aku pun memutuskan untuk pulang. Saat kembali menuju parkiran tidak ada komentar apapun dari Belvara, dia adalah laki-laki yang tidak romantis, berbeda dengan Adryan yang membukakan pintu mobil untukku. Ketika sudah didalam mobil, dengan cepat aku berbicara padanya.
"Belva, jangan beritahu ayah jika aku memiliki kekasih." Pintaku sedikit memohon.
Tampaknya dia mengabaikan perkataanku. Berbicara atau menoleh kepadaku saja tidak.
"Janji ya?" dengan nada semakin memohon.
Belvara tetap diam.
Perasaanku semakin takut untuk sampai dirumah, aku khawatir jika Belvara tidak mampu menyimpan rahasiaku, sudah 3 tahun aku mampu menyembunyikan hubunganku dengan Adryan dari ayah. Dari dulu ayah memang tidak pernah memperbolehkanku dekat dengan laki-laki manapun.

Sesampainya dirumah, kami disambut hangat oleh bunda dan seperti biasanya ayah sudah menunggu diruang televisi.
"Bagaimana jalan-jalannya tadi?" tanya ayah.
Aku hanya diam.
"Menyenangkan om." Jawab Belvara.
Menyenangkan? laki-laki pendiam itu hanya mengikutiku saja dari belakang, jika aku berada dalam posisinya, hal itu sungguh tidak menyenangkan. Belvara tidak banyak bicara setelah sampai dirumah dan segeralah dia meminta izin membersihkan diri kepada ayah dan bunda. Saat melihat Belvara yang mulai menghilang dari pandanganku, aku langsung bergegas ingin menuju kamar tanpa berpamitan. Baru selangkah aku menaiki anak tangga, ayah memanggilku. Hal apa lagi yang ingin ayah dibicarakan? dengan langkah yang berat aku mulai menghampiri ayah dan duduk disampingnya.
"Zoya, usia mu sudah 18 tahun, sudah seharusnya ada seorang laki-laki yang menjaga putri ayah." Kata ayah sambil membelai rambutku.
Aku sangat gugup mendengar perkataannya, karena sudah 3 tahun sebelum ayah memberi izin, aku sudah memiliki kekasih. Alhasil aku hanya terdiam.
"Ayah rasa, Belva adalah laki-laki yang tepat untukmu Zoya." Kata ayah.
Sungguh rasanya seperti petir yang menyambar hatiku. Tubuhku semakin gemetar dan mulai mengeluarkan buliran keringat di kening. Aku rasa ayah tahu dengan kegelisahanku.
"Tidak perlu takut sayang, ayah sudah mengenal Belvara, dia adalah laki-laki yang bertanggung jawab." Ayah menggenggam tanganku.
Aku pun langsung memeluk erat ayah, aku merasa takut dan bersalah pada ayah, jika ayah tahu, ayah pasti akan marah besar padaku.

Aku bergegas mencari ponselku dan menelfon Adryan, aku menceritakan segalanya pada Adryan, mulai dari ayah yang tidak tahu dengan hubungan kami sampai ayah ingin mendekatkanku pada Belvara. Tidak banyak yang diucapkan Adryan saat itu, aku meminta Adryan untuk menemui ayah, agar ayah tidak mendekatkanku pada Belvara. Tapi Adryan enggan untuk bertemu ayah, banyak sekali alasan yang ia lontarkan dan menurutku alasan itu tidak jelas. Dengan semua pembicaraan kami, aku semakin malas mendengar perkataannya. Belum selesai Adryan berbicara, aku langsung menghentikan panggilanku. Sungguh laki-laki yang sangat penakut, bertemu dengan ayah saja tidak memiliki nyali, laki-laki macam apa dia?

Sepekan sudah berlalu, aku tidak menghubungi Adryan melalui apapun, pesan singkat dan panggilan telfon pun tidak aku lakukan, tapi mengapa Adryan begitu tidak peduli? apakah dia tidak merindukanku.
Malam itu, aku pun memutuskan untuk menghubungi kerabat dekatnya dan bertanya dimana Adryan berada saat ini, temannya memberitahu padaku bahwa Adryan berada di club malam yang terletak di pusat kota Jakarta. Secepat mungkin aku meraih tas dan memakai sepatu, sebelumnya aku tidak meminta izin pada ayah dan bunda saat ingin pergi.

Ketika aku keluar dari kamar, ternyata Belvara sedang sibuk dengan komputer kecilnya di ruang televisi dan dia melihat aktifitasku yang terburu-buru.
"Mau kemana Zoya?" tanya Belvara.
Aku mengabaikannya dan tidak memberi tahu kemana aku ingin pergi, dengan cepat aku langsung menuju perempatan jalan dan mencari sebuah taksi.

Sesampainya di club, aku memutuskan untuk masuk kedalam club dan mencari Adryan, ruangan yang gelap hanya ada beberapa lampu remang dan suara musik yang sangat keras. Saat sudah berada didalam, aku tidak menemukan sosok Adryan. Dengan cepat aku berlari dan menuju bar minuman, aku bertanya pada salah satu barista yang sedang tidak sibuk.
"Permisi mas, kenal yang namanya Adryan?" tanyaku dengan sedikit berteriak, karena suara musik yang mengalahkan volume suaraku.
"Adryan Agam?" tanya barista itu.
"Iyaaa." Aku pun menganggukan kepala.
"Dia berada di lantai dua." Barista tersebut berkata sambil menunjuk ke arah tangga.
Langsung aku berlari menuju tangga tersebut dan naik ke lantai dua. Disana ku dapatin Adryan sedang mabuk berat, dengan cepat aku menghampirinya dan mencoba menyadarkan Adryan karena dia sudah begitu mabuk. Tetap saja laki-laki mabuk itu tidak sadar. Tanpa berpikir panjang segeralah aku berlari ke lantai bawah dan mencoba meminta bantuan petugas sekitar untuk membawanya masuk kedalam taksi yang sudah menungguku. Akhirnya aku berencana untuk membawa Adryan kembali kerumahnya, laki-laki itu menjalankan hidupnya sendiri, ayah dan ibunya tidak tinggal bersama dengannya, seluruh keluarga Adryan menetap di Bandung. Sejakak SMA, dia seorang diri merantau ke Jakarta untuk sekolah dan melanjutkan pendidikan. Beruntung keluarganya sangat berkecukupan, sehingga dia tidak kekurang apapun hidup sebatang kara di ibu kota ini.

Regrets of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang