Setelah beberapa hari Arva berada di rumah sakit, kini kondisi Arva sudah memungkinkan untuk menjalani aktifitas rutinnya yaitu kuliah.
Mobil hitam milik Arva sudah memasuki lingkungan kampusnya. Dia pun turun dengan tas yang tergantung di sisi kanan bahunya. Dari kejauhan Arva memandangi sepasang kekasih yang sedang bergandengan memasuki kampus yang sama dengannya, pasangan tersebut tidak lain adalah Marsha dan mahasiswa baru laki-laki yang satu angkatan dengan Zoya.
"Aneh..." Arva tertawa memandang Marsha yang melintasi dirinya dengan tatapan sombong.
Langkah kakinya sempat tertahan ketika memandang kejadian yang lucu. Arva pun mulai melangkah kembali.Saat langkah kaki Arva sudah dekat dengan gedung kampus, dia melihat Zoya juga sedang mengarah pada tujuan yang sama.
"Zoya." Arva sedikit berlari menghampiri Zoya.
Zoya menoleh ketika mendengar namanya disebut. Ketika melihat sosok yang memanggilnya adalah Arva, Zoya segera melangkah masuk ke gedung kampus secepat yang dia mampu.
"Zoya tunggu." Arva berhasil menyentuh bahu Zoya.
Langkah kecilnya tidak berarti apa-apa bagi Arva. Secepat apapun Zoya melangkah, Arva tetap bisa meraihnya dengan mudah.
"Kenapa lagi?" Zoya membalikkan tubuhnya dengan raut wajah yang tidak bersemangat.
"Kok kamu tanya kenapa?" Arva mulai bingung.
"Ya, kamu ngapain lagi sih nyamperin aku?" Zoya memperjelas maksud dari pertanyaannya.
"Aku hanya ingin ketemu kamu." Jawab Arva enteng sambil tersenyum.
"Bukan hal yang penting kan?" Zoya kembali melangkah.
Sementara Arva kembali menahannya.
"Aduh Arva. Apa lagi sih?" emosi Zoya sudah memuncak.
Arva menatap Zoya dengan pandangan yang sulit diartikan. Perasaannya saat ini sudah bercampur, antara sedih, senang dan bingung.
"Kenapa?" Zoya menatap tajam mata Arva.
Senyum di bibir Arva perlahan mulai pudar.
"Kamu tanya aku kenapa? seharusnya aku yang tanya, kamu kenapa?" Kesabaran Arva sudah habis.
"Kenapa kamu jadi marah?" Zoya mengerutkan dahinya.
"Aku tidak pernah marah ke kamu Zoya, meskipun kamu memperlalukan aku sesuka hatimu. Kamu bersikap manis sekarang dan esokkan harinya semua itu berubah." Arva menekankan disetiap kata-kata yang dia ucapkan.
Zoya menatap bingung dan tidak menjawab apapun.
"Pertanyaan 'kenapa' itu lebih pantas jika kamu yang menjawab." Arva pergi meninggalkan Zoya.
Alasan mengapa Zoya bersikap dingin pada Arva hanyalah ingin menebus kesalahannya pada Belvara beberapa hari ini. Zoya tahu selama dia berdekatan dengan laki-laki lain, selama itu juga Belvara akan marah.Eva berlari menghampiri Zoya yang sedang berjalan melewati koridor untuk memasuki kelasnya.
"Zoya..." Napas Eva tidak teratur.
"Ya?" tanya bingung Zoya.
Eva menarik lembut lengan Zoya, kini posisi mereka sedang berdiri menghadap lapangan basket.
"Zoy, beberapa hari aku tidak melihat ka Arva. Tapi tadi aku lihat dia ada di kampus. Sebenarnya dia kenapa sih?" Eva tampak serius menunggu jawaban dari Zoya.
"Aku tidak tahu." Zoya menjawab singkat dan masuk ke dalam kelas terlebih dahulu.
"Zoy tunggu." Eva mengikuti Zoya dari belakang.Reza sedang sibuk mencari Arva, dia sudah mencari Arva di berbagai tempat, di kelas, kantin, lapangan basket, parkiran dan taman sekitar kampus. Otak Reza mulai berputar, dimana lagi dia harus mencari sosok sahabatnya itu. 'Tunggu, satu tempat yang belum gua datengin.' Katanya dalam hati. Reza pun berlari menuju tangga kampus.
Napas yang tidak teratur, keringat yang mulai berjatuhan dan kaki yang sedikit gemetar, perlahan Reza membuka pintu yang terbuat dari seng berwarna abu-abu gelap.
Akhirnya Reza menemukan sahabatnya sedang duduk tanpa alas di bangunan gedung sambil menatap langit.
"Masih aja lo kesini." Teriak Reza.
Arva menoleh cepat saat mendengar suara Reza di balik tubuhnya.
Melihat Reza, Arva bergumam kesal.
Saat ini mereka sedang berada di atas gedung kampus. Suasana yang jauh dari keramaian dan tiupan angin yang kencang mampu menyapu kesedihan yang dirasakannya, walaupun hanya sebagian.
Setiap ada masalah pada Arva, Reza tahu sahabatnya pasti datang ke sini. Tidak banyak yang mengetahui tempat ini, hal itu yang membuat Arva sangat menikmati berada di atas gedung kampus.
"Ngapain lo kesini?" tanya Arva kasar.
"Harusnya gua yang nanya. Dulu saat lo putus dengan Gisel, lo sering ke tempat ini. Tapi gua perhatiin beberapa bulan ini, lo jarang bahkan tidak pernah datang kesini lagi. Kenapa sekarang lo jadi balik ke hobby lo lagi sih?" tanya Reza bingung.
Arva tidak menjawab pertanyaan yang di lontarkan Reza.
"Gua tebak. Lo ada masalah kan sama junior itu?" Reza mulai mendekat dan duduk di samping Arva.
"A...apaan sih lo. Sok tahu!" Arva menyikut lengan Reza kasar.
"Siapa tuh namanya... aduh gua sampe lupa." Reza tampak berpikir keras.
Wajah Arva mulai panik.
"Zoya! iya Zoya kan yang buat lo jadi galau gini." Teriak Reza.
Bola mata Arva terbelalak saat sahabatnya mentertawakan dirinya dengan penuh kepuasan.
"Apaan sih!" Arva sangat gugup menatap sahabatnya.
"Yaelah masih bohong aja sama gua. Gua tuh tahu kalau lo lagi suka sama junior itu. Bagus lah, selama ini lo belum bisa move on kan dari mantan lo? nah, sekarang gua seneng karena junior itu bisa ngambil hati lo." Reza merangkul bahu Arva.
Bibirnya kini mulai melengkung indah di wajahnya yang tampan. Arva selalu terbayang akan wajah Zoya yang sangat cantik dan bagaimana kecantikannya makin bertambang saat dia sedang marah.
Reza tampak kebingungan saat melihat Arva tersenyum sendiri menatap langit.
"Wey!!! bengong aja. Zoya udah mulai suka sama lo belum?" tanya Reza menggoda.
"Tidak perlu mendapatkan balasan untuk mencintai seseorang." Jawab Arva sambil tetap tersenyum.
"Alah.. gaya banget lo." Reza mendorong bahu Arva.
Seketika senyuman di wajahnya hilang total.
"Udah sana pergi!" Arva meraih kerikil kecil di sekitarnya dan melempar kerikil itu kepada Reza.
"Santai aja.. udah ya gua turun duluan." Reza menangkis kerikil yang di lemparkan Arva dan mulai pergi dari itu.
Arva menarik napas sepanjang-panjangnya dan menghembuskannya perlahan.
"Zoya... seandainya aku bisa mengatakan bahwa aku sangat mencintaimu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Regrets of Love
RomanceKamu berhasil menyadarkanku makna cinta yang sesungguhnya. Semua tampak jelas bagaimana caramu menjagaku. Hingga aku mendengar kata yang sudah lama kunanti terucap dari bibirmu. Cinta... Begitulah kedengarannya, sangat manis bukan? Tapi tidak bagik...