Part 25 (Flashback)

1.3K 65 1
                                    

Liburan semester, Arva memanfaatkan waktu untuk berlibur ke Bali, dia sengaja berlibur ke kota itu untuk bertemu dengan kekasihnya, Gisella.
Arva ingin memberi kejutan atas kedatangannya yang tiba-tiba tanpa memberitahu Gisella terlebih dahulu.
Mereka menjalin hubungan sudah cukup lama, kedua orangtua mereka juga sudah mengenal satu sama lain. Arva mendapatkan alamat tempat tingga kekasihnya dari orangtua Gisella. Dengan bouquet bunga mawar merah di tangannya, Arva segera menuju kediaman Gisella yang terletak tidak jauh dari pantai Kuta.
Dengan perasaan bahagia bercampur gugup Arva mulai mengetuk pintu tempat kekasihnya tinggal.
Cukup lama Arva berada di depan pintu, beberapa kali Arva mengetuk pintu dengan cukup keras. Semakin lama Arva menunggu ia semakin jenuh, mungkin Gisella sedang ada urusan penting di luar. Timbulah perasaan Arva untuk meninggalkan tempat itu, namun pintu rumah Gisella sepertinya mulai terbuka saat Arva sudah meninggalkan tempat itu beberapa langkah.
"Who?" teriak seseorang dari dalam rumah.
Sedikit membingungkan bagi Arva mendengar suara itu, tidak seperti suara perempuan. Dengan rasa penasaran Arva membalikan tubuhnya. Arva melihat sosok laki-laki berkulit putih dan bermata biru, sepertinya laki-laki itu bukan berasal dari negara ini.

Melangkahlah Arva mendekati laki-laki itu. Apa alamat yang diberikan keluarga Gisella salah? untuk memastikannya Arva memberanikan diri bertanya mengenai kekasihnya, Gisella.
"Excuse me sir, who the owner of this house?" Arva bertanya siapa pemilik rumah ini.
"Anda siapa ingin tahu?" nampaknya laki-laki ini bisa berbicara bahasa Indonesia.
"Saya mencari perempuan yang bernama Gisella. Apa dia tinggal disini?" tanya Arva.
"Benar." Jawab laki-laki.
Seseorang perempuan yang berada di dalam rumah itu mulai menghampiri Arva dan laki-laki pemilik rumah.
"Dave, siapa?" perempuan itu mulai menunjukan dirinya.
Seketika Arva terpaku memandang perempuan itu dengan perasaan tidak percaya. Ternyata benar, Gisella yang dimaksud laki-laki itu adalah Gisella kekasihnya.
"Arva?" Gisella terkejut mendapati Arva yang berada di rumahnya.
Bouquet bunga mawah di genggamannya terjatuh begitu saja. Tanpa mengeluarkan kata-kata dari bibirnya, Arva meninggalkan tempat tersebut.

Gisella mencoba mengejar Arva dan menahan langkahnya, Arva tidak mempedulikan keberadaan kekasihnya itu.
"Tunggu Arva, aku bisa jelasin semuanya." Gisella tetap pada pendiriannya mempertahankan Arva yang tetap melangkah pergi.
Saat mereka berdua berada jauh dari perumahan tempat Gisella tinggal, Arva mulai menghentikan langkahnya.
Ia menatap kekasihnya penuh dengan amarah yang terpedam, sementara Gisella sudah mulai menangis.
"Apa yang bisa kamu jelasin?" tantang Arva.
Gisella hanya terdiam saat Arva mempertanyakan apa yang terjadi.
"Tidak kan? mulai saat ini, diantara kita tidak ada hubungan apapun. Jelas?" Arva melangkahkan kakinya kembali.
"Tunggu." Gisella menahan tubuh Arva.
Arva mengurungkan niatnya untuk pergi, dalam hatinya ia ingin sekali mendengarkan penjelasan Gisella.
"Aku hamil." Gisella menundukan kepalanya.
Arva hanya tersenyum pahit mendengan penjelasannya, baginya pernyataan Gisella bukanlah alasan mengapa laki-laki itu bisa tinggal dalam satu rumah yang sama.
"Ini anak kamu!" Gisella berteriak dan menarik kerah kemeja Arva.
Arva tidak percaya dengan apa yang dikatakan Gisella. Memang mereka berdua pernah sekali berhubungan badan, tapi kejadian itu sudah lama, sebelum Gisella melanjutkan pendidikannya di Bali.
"Kandungan ini sudah berusia 3 bulan." Gisella mencoba memeluk tubuh Arva.
Arva melepaskan pelukan Gisella dengan sangat kasar. Tidak, bayi itu bukanlah anaknya. Dia tidak bisa dibodohi. Jika kandungan itu berusia 3 bulan, mereka sudah berpisah selama 1 tahun lebih, bayi itu sudah dipastikan bukanlah darah dagingnya.
"Bohong!" Arva berteriak dan matanya mulai memerah.
"Arva ini anak kita." Gisella mengelus perutnya.
"Itu pasti anak kamu dan laki-laki yang tinggal bersamamu. Itu lah hasil dari perbuatan bejat kamu! aku tidak pernah menyangka kamu akan melakukan hal sehina ini." Kata Arva.
"Tidak Arva.." Gisella kembali menangis.

Perdebatan diantara mereka cukup panjang. Arva mulai memaksa Gisella untuk berkata yang sebenarnya, dia berjanji jika Gisella mau mengatakannya dengan jujur, Arva akan bertanggung jawab atas bayi yang Gisella kandung. Terpancing dengan apa yang dikatakan Arva, Gisella akhirnya berkata jujur, bahwa bayi yang berada dalam kandungannya adalah hasil hubungannya dengan Dave.
Arva berhasil memancing Gisella, perkataannya hanyalah tipuan agar kekasihnya berkata yang sebenarnya.
Tidak terima dengan apa yang dilakukan Arva, Gisella pun mulai mengancam Arva. Posisi mereka berdiri saat itu di pinggir jalan raya, jarang sekali jalan itu di lalui kendaraan.
Gisella mulai melangkah mundur, hanya jarak 10 kaki dari tempat ia berdiri adalah tebing tinggi yang langsung menyentuh laut.
"Gisel!" Arva mulai mendekat.
"Kamu harus berjanji akan bertanggung jawab dengan bayi ini! jika tidak, aku akan terjun dari tebing ini, biar kamu puas!" Gisella terus menjerit.
"Tidak. Bayi itu adalah milik kamu dan Dave! aku tidak akan bertanggung jawab." Arva tetap pada pendiriannya.
Gisella terus memaksa namun Arva tetap tidak akan bertanggung jawab atas perbuatan orang lain. Gisella sangat mencintai Arva, mengenai hubungan yang terjadi antara dia dan Dave hanyalah kecelakaan. Arva tidak merubah apa yang sudah ia katakan. Gisella mulai frustasi, ia tidak ingin kehilangan Arva. Satu demi satu kakinya mulai melangkah mundur, Arva terus menerus memperingati Gisella akan bahaya yang akan terjadi jika Gisella tetap melangkah mundur, ucapan yang keluar dari bibir Arva hanya menjadi angin lalu untuk Gisella.
"Biarin aku mati jika kamu tidak menjadi milik aku!" Gisella sudah berada di bibir tebing.
"Awas!!!!!!" Arva berteriak sekencang yang ia bisa.
Gisella tidak menyadari dirinya sudah berada beberapa inci dari ujung tebing dan ia tetap meneruskan langkahnya. Gisella pun jatuh diikuti jeritan yang sangat kencang. Arva segera berlari ke tepi jurang. Dia melihat Gisella masih memegang ujung-ujung bebatuan, kini tubuhnya sudah berlumuran darah. Arva berpikir keras bagaimana cara dia menyelamatkan wanita yang ia cintai selama ini. Terlihat segulung tali berada di persimpangan jalan, Arva berlari ke arah tersebut dan dalam sekejap dia sudah mendapatkan tali itu.

Gisella tidak mampu lagi menopak tubuhnya, tenaganya sudah melemah dan perlahan cengkramannya mulai terlepas. Dia terjatuh ke dalam laut, besarnya gelombang perlahan menelan habis tubuhnya. Kini pandangan Arva sudah tidak menangkap keberadaan Gisella, dengan perasaan yang menyesal Arva memandangi laut itu dan berteriak-teriak seperti orang yang tidak memiliki akal sehat.

Tidak lama Dave datang ke tempat dimana Arva sedang meratapi kesedihannya. Dave menyalahkan Arva atas kematian Gisella, dia menghubungi polisi.
Untuk beberapa menit, polisi sudah datang dan membawa Arva ke kantor polisi.
Arva diintrogasi saat sudah tiba di kantor polisi. Hanya dialah yang berada di lokasi tersebut, polisi berpikir jika Arva yang telah menghabisi Gisella. Ketika Arva sedang digiring untuk dimasukan ke sel tahanan, seorang ibu tua menghentikan langkahnya. Dalam kejadian itu, ibu tua inilah yang menjadi saksi mata tunggal. Ibu ini mengatakan kepada pak polisi bahwa gadis yang dimaksud melakukan tindakan bunuh diri, laki-laki yang bernama Arva sudah mencoba menghalangi, namun gadis itu tetap melakukan aksinya.

Beruntung saat kejadian itu sempat ada saksi mata yang melihat, dengan rela hati ibu tua itu memberikan pernyataannya, jika tidak Arva akan ditahan dalam sel. Arva tidak memberikan perlawanan apapun, dia masih shock atas kematian Gisella.

Regrets of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang