Zoya mengangkat wajahnya tepat di hadapan senior perempuan itu.
"Apa yang kamu.."
Belum selesai Zoya berbicara senior manis berambut hitam itu menepuk kedua tangannya lalu berkacak pinggang.
"Mahasiswi baru dengan enaknya berada di kantin. Punya nyali yang cukup besar rupanya." Senior itu tersenyum meledek bersama kedua teman yang berada di kiri dan kanannya.
Zoya hanya terdiam, dia tidak tahu alasan apa yang akan diberikan atas perbuatannya. Semua mahasiswa memperhatikan keributan yang di buat oleh senior itu.
"Sebagai hukumannya kamu keliling lapangan basket 20 kali."
Zoya terkejut dengan apa yang dikatakan senior itu.
"Sekarang!" senior itu menghentakan kakinya.
Zoya melihat lapangan terbuka dari kejauhan, banyak sekali lapangan di kampus ini, tapi hanya lapangan terbuka itu yang terjangkau dari pandangannya. Gadis malang itu mulai berlari menuju lapangan terbuka yang ia lihat dan diikuti oleh ketiga senior.Putaran pertama Zoya dapat melaluinya dengan mudah. Putaran kedua, ketiga, keempat dan kelima sudah dia jalani, saat putaran keenam langkahnya tertahan oleh sosok yang berdiri dihadapannya.
"Laki-laki itu?" kata Zoya dengan nada yang kecil.
Senior laki-laki tersebut berjalan dengan tenang ke arah perempuan yang menghukum Zoya.
"Apa yang kamu dapatkan dengan menghukum dia? kepuasan?" katanya dengan tenang.
"Bukan Arva, dia.."
"Antar dia kembali ke kelasnya." Dia masih tetap tenang.
Senior perempuan yang bernama Marsha hanya berbisik-bisik pada kedua temannya.
"Marsha!" Arva membentaknya.
Marsha pun menghampiri Zoya dan menarik pergelangan tangannya. Lalu Arva pergi dari lapangan itu.Marsha memang memiliki sifat yang buruk, dia terlalu senioritas kepada mahasiswa baru, bahkan dia pun berani melakukan apa saja yang menentangnya kecuali Arva. Arva adalah senior yang paling tampan di sejarah mahasiswa di kampus ini, dia memiliki otak yang cerdas dan kepribadian yang sangat baik. Tidak heran semua perempuan tergila-gila padanya termasuk Marsha.
Sepanjang koridor menuju kelas, Marsha menarik tangan Zoya dengan sangat erat, tidak ada kata yang diucapkan dari keduanya, hanya saja rintihan kesakitan yang terdengar dari bibir Zoya.Sesampainya di depan ruangan tempat Zoya seharusnya, Marsha membuka pintu dan menarik Zoya masuk, seketika seluruh pandangan membeku menatap Zoya. Seorang senior laki-laki bernama Reza pun bertanya pada Marsha.
"Marsha, ada apa?" tanya Reza bingung.
"Tanyakan saja pada gadis ini." Jawab Marsha angkuh.
Tanpa berbasa-basi Marsha langsung
meninggalkan ruangan itu setelah menjawab pertanyaan Reza. Reza bertanya pada Zoya dan Zoya pun mengatakan kebohongan pada Reza bahwa dia tidak mengetahui dimana ruangan yang seharusnya di datangi. Dengan mudahnya Reza menerima alasan Zoya dan mempersilahkan Zoya menempati bangku yang tersisa.
Para senior termasuk Reza melanjutkan kembali arahan-arahan apa saja yang akan dilakukan mahasiswa baru selama kegiatan ospek.Setelah selesai dengan apa yang disampaikan oleh para senior itu, seorang senior yang lainnya mengakhiri pembicaraan didalam ruangan.
Seperti biasa Zoya tidak memiliki teman seperti saat SMA. Tapi kali ini seorang perempuan cantik berambut ikal panjang menghampiri Zoya dan duduk di sebelah bangkunya sebelum Zoya pulang.
"Namaku Eva. Kamu kenapa tadi datang terlambat?" Eva membuka pembicaraan mereka.
"Namaku Zoya. Iyaa, tadi aku terlambat datang kesini karena sebenarnya, aku malu untuk masuk keruangan ini, jadinya aku pergi ke kantin. Niat aku menghindari rasa malu, justru aku dipermalukan ditempat itu." Jawab Zoya dengan semangat.
"Kamu tahu, yang membawa kamu tadi keruangan ini siapa?" kata Eva dengan nada yang menakutkan.
Zoya pun menggelengkan kepalanya.
"Dia adalah cucu dari salah satu pemilik kampus ini. Lebih baik kamu tidak berurusan dengannya, atau kamu akan dapat masalah nanti." Eva menepuk bahu Zoya.
Zoya hanya terdiam dan mulai memikirkan apa yang Eva katakan.
'Seseram itu kah dia?' kata Zoya dalam hati.Marsha merasa kesal dengan apa yang dilakukan Arva. Teman-temannya itu mengipasi wajah Marsha yang mulai berkeringat.
"Kenapa sih, apa yang gue lakuin selalu salah dimata Arva?" gadis itu menggulung lengan almamater yang ia kenakan.
Teman-temannya itu pun saling bertatapan dan kompak mengangkat bahu mereka.
"Pokoknya dia harus dapat pelajaran dari gue!" Marsha mengeratkan tangannya.
"Dia siapa?" kata salah satu teman Marsha yang bernama Katy.
Temannya yang lain menepuk dahi Katy.
"Zoya. Kita lihat nanti."
Mereka bertiga pergi menuju parkiran mobil dan meninggalkan kampus itu.Hari itu cuaca sangat sejuk, genangan air hujan pun masih membekas di beberapa titik jalan raya. Zoya yang sedang menunggu taksi dengan sabar berdiri di depan kampus. Marsha tidak sengaja melihat Zoya dan genangan air yang berada tepat di hadapan Zoya. Akal jahat pun terlintas di pikiran Marsha. Perempuan itu melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan kencang dan berhasil membuat sekujur wajah dan pakaian Zoya menjadi kotor terkena air genangan hujan. Zoya terkejut memperhatikan mobil yang baru saja melewatinya, dia berpikiran positif, mungkin seseorang sedang terburu-buru dan tidak melihat genangan air itu. Dengan sabar Zoya mencari tissue dari dalam tas yang ia bawa, tetapi tissue itu tidak tertangkap oleh pandangan Zoya. Seseorang memberikan sapu tangan di hadapan Zoya, saat Zoya mengangkat wajahnya yang ia lihat adalah senior laki-laki itu yang membebaskannya dari hukuman di tengah lapangan.
Perlahan Zoya meraih sapu tangan itu tanpa berkata apapun, diantara mereka pun tidak ada pembicaraan.Marsha menepikan mobilnya dan melihat Arva menghampiri Zoya. Bara di hati Marsha kini sudah mulai kembali menyala. Kedua temannya itu tidak memperhatikan Marsha, mereka sedang sibuk dengan ponsel dan cemilan mereka. Marsha menghentakan tangannya di stir mobil dan menggeram kesal.
Kedua temannya itu terkejut melihat tingkah Marsha dan bertanya. Tanpa perlu Marsha katakan, salah satu temannya Melly paham dengan apa yang terjadi dan menengok kearah belakang, lalu diikuti dengan Katy. Mereka berdua hanya terdiam melihat Arva dan Zoya sedang berdiri bersama. Dengan penuh amarah, Marsha melajukan mobilnya kembali.Dari kejauhan, Arva sudah melihat bahwa mobil yang berhenti di persimpangan jalan adalah mobil Marsha, tapi Arva tidak mengatakannya pada Zoya.
Zoya sudah selesai membersihkan wajah dan pakaian semampu dia, saat Zoya ingin memberikan sapu tangan dan mengucapkan terima kasih, ternyata laki-laki itu sudah pergi meninggalkan Zoya.
"Datang tiba-tiba, pergi pun juga tiba-tiba. Aneh." Zoya bergumam sendiri.Sesampainya di apartemen, Zoya segera membersihkan tubuhnya. Setelah selesai dengan itu, Zoya meraih ponselnya dan memeriksa segala panggilan atau pesan yang masuk. Zoya berharap salah satu dari pesan atau panggilan di ponselnya adalah dari seorang yang sangat dia rindukan, Belvara.
Ternyata harapan Zoya pupus, tidak ada pesan ataupun panggilan dari Belvara. Dalam pikiran gadis itu, Belvara benar-benar tidak menganggap dirinya berarti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regrets of Love
RomantizmKamu berhasil menyadarkanku makna cinta yang sesungguhnya. Semua tampak jelas bagaimana caramu menjagaku. Hingga aku mendengar kata yang sudah lama kunanti terucap dari bibirmu. Cinta... Begitulah kedengarannya, sangat manis bukan? Tapi tidak bagik...