Pagi yang cerah, suara kicauan burung yang mulai riuh dan suara aktifitas seseorang diluar kamar mulai berhasil menyadarkan Belvara dari tidurnya yang indah. Belvara terkejut saat menyadari keberadaannya di dalam kamar Zoya. Laki-laki itu perlahan mengintip dibalik selimut putih yang menutupi tubuhnya. Pakaiannya kini tidak melekat pada dirinya, sehelai benang pun tidak. Belvara mulai panik dengan keadaannya saat ini, apa yang ia lakukan pada Zoya? apakah Belvara sudah menodai Zoya? Belvara mulai bangkit berdiri dan meraih satu persatu pakaiannya yang sudah berserakan di lantai. Akhirnya Belvara menemukan sepucuk kertas di dekat lampu tidur yang berada di meja kecil samping tempat tidur
'Still Virgin.' Isi surat itu.
Belvara tersenyum lega saat memandang isi surat itu.
Pintu kamar mulai terbuka perlahan, Zoya datang dengan membawakan sarapan untuk Belvara. Spaghetti Bolognese.
"Selamat pagi." Belvara menyambut kehadiran Zoya.
Zoya meletakan sarapannya di meja samping tempat tidur.
"Selamat pagi sayang." Zoya mengecup lembut bibir Belvara.
Keduanya tampak sangat bahagia pagi ini.
"Kamu masak sendiri?" tanya Belvara tidak percaya.
"Yup." Zoya berjalan dan duduk di samping Belvara.
Sebenarnya, sejak pagi Zoya sibuk mencari resep masakan tersebut di internet. Beruntung pagi-pagi seperti ini mini market dekat apartemennya sudah buka.
Tidak puas dengan apa yang terjadi semalam, Belvara kembali merangkul tubuh Zoya dengan tangan kanannya dan berusaha mencium bibir Zoya kembali. Zoya pun menghindar.
"Kamu mau kita makan disini? atau di meja makan?" tanya Zoya meledek.
Belvara hanya tersenyum menatap Zoya.
Zoya menarik tangan Belvara untuk keluar dari kamar dan membawa sarapannya menuju meja makan.Selesai dengan sarapan itu, Zoya mulai membersihkan piring kotor mereka.
"Tampaknya tuan putriku sudah dewasa." Belvara memeluk tubuh Zoya dari belakang.
Zoya yang saat itu sedang membersihkan piring kotor tetap melanjutkan aktifitasnya.
"Hari ini kamu kuliah? aku antar ya?"
"Tidak perlu, hari ini aku ujian praktek." Zoya mulai membalikan tubuhnya.
"Baiklah. Tapi kamu tidak berangkat bersamanya kan?" raut wajah Belvara kini berubah drastis dari sebelumnya.
"Jika iya?" Zoya mulai tersenyum picik.
"Coba saja jika dia memiliki nyawa seperti seekor kucing." Belvara mencoba menggoda Zoya.
Perlahan tubuh mereka saling berdekatan. Belvara tidak memberikan jarak sedikitpun untuk Zoya bernapas lega.
"Bagaimana aku bisa bersiap-siap jika kamu terus seperti ini?" Zoya mencoba melepaskan rangkulan yang mengikat kencang tubuhnya.
Belvara akhirnya sadar akan waktu yang memaksanya untuk menghentikan fantasinya itu.
"Baiklah." Belvara melepaskan pelukannya.
Zoya tersenyum manis dan pergi meninggalkan Belvara untuk bersiap-siap.Sesampainya di kampus, Arva menyambut Zoya di depan gerbang dengan wajah yang penuh keceriaan.
"Nanti pulang bareng aku ya?" Arva mencoba mengejar langkah Zoya yang semakin lama semakin cepat.
"Tidak perlu." Zoya tetap melajukan langkahnya.
"Tapi kenapa?" Arva menarik pergelangan Zoya.
Langkah Zoya pun akhirnya terhenti. Cukup lama mereka saling bertatapan, tatapan Zoya yang membunuh dan tatapan Arva yang penuh dengan pertanyaan.
"Karena laki-laki yang berada di apartemen kamu tidak menyukai keberadaanku?" Arva menebak.
"Dia mempunyai nama. Belvara sekarang adalah kekasihku." Zoya menegaskan setiap kata-kata yang ia ucapkan.
Terasa seperti panah yang menusuk jantung Arva. Napasnya kini sudah tidak beraturan.
"Tapiiii.. sejak kapan?" mata laki-laki itu sekarang sudah dibasahi oleh air mata.
"Tidak perlu kamu tahu sejak kapan."
Zoya pun meninggalkan Arva yang terpaku tidak bergerak. Begitu kejamnya Zoya bagi Arva, tak sadarkah Zoya akan ketulusan Arva selama ini? baru beberapa hari yang lalu sikap Zoya pada Arva sangat manis, tapi sekarang? mengapa gadis cantik itu berubah menjadi sosok yang sangat kejam dan tidak memiliki perasaan? apakah selama ini Zoya hanya menanggapi Arva tanpa perasaan?
Perlahan Arva mulai meneteskan air mata. Tidak salah baginya seorang laki-laki menangisi perempuan yang ia cintai.Arva mulai berjalan mendekat ke arah Zoya, saat gadis itu sedang duduk seorang diri di bangku taman lingkungan sekitar kampus.
"Iya sayang. Aku pulang cepat hari ini"
'Sepertinya Zoya sedang berbicara dengan seseorang, tapi siapa? pasti...' batin Arva.
Arva tahu bahwa orang yang sedang bercakapan dengan Zoya adalah Belvara. Laki-laki itu merasa cemburu, sangat cemburu. Tapi? apa dia berhak untuk cemburu? Arva bukanlah siapa-siapa bagi Zoya. Tidak ada ruang sekecil apapun di hati Zoya untuk Arva. Arva sadar akan posisinya dan mulai pergi menjauh dari taman tersebut.
Ketika Arva berjalan melewati lorong lantai dasar, ia melihat sosok Marsha yang mulai menghampirinya. Rasa penyesalan ada dalam hati Arva, mengapa iya harus berjalan melewati lorong ini?
"Arvaaaa... kita makan siang yuuk?" Marsha merangkul lengan Arva dengan penuh semangat.
Arva hanya bisa menghindar dan melepaskan rangkulan itu tanpa berbicara sepatah katapun.
"Eitttss.. mau kemana?" Marsha menghalangi langkah Arva.
"Mau apa sih?" Arva meninggikan suaranya.
"Kan aku minta kamu untuk makan siang bareng." Marsha merangkul lengan Arva kembali.
Arva berpikir, mungkin ia bisa melupakan Zoya sejenak dengan menghabiskan waktu siangnya bersama Marsha, walaupun ia sangat terpaksa.
"Terserah kamu." Jawab Arva dengan nada yang datar.
Tampak wajah Marsha sangat bahagia mendapatkan jawaban seperti itu dari Arva.Saat sedang ingin menuju kantin tiba-tiba Eva datang menghampiri Arva. Sepertinya gadis itu tidak datang dengan tangan kosong, ia membawa sekotak kecil berwarna biru, sepertinya itu kotak makan.
"Eva?" Arva menyambutnya dengan senyuman.
"Ka Arva. Aku bawa sesuatu untuk kamu." Eva memberikan kotak tersebut tepat di hadapan Arva.
Arva pun menerimanya dengan penuh senyum yang bermekaran. Kemudian Arva membuka kotak yang diberikan Eva.
"Kamu masak sendiri?" tanya Arva sedikit menggoda.
Eva hanya tersenyum malu dan menganggukan kepalanya.
Marsha yang melihat hal tersebut sangat merasa marah dan kecewa.
"Kita makan disitu saja ya?" Arva menujuk ke arah bangku taman.
"Kita? aku sama ka Arva?" tanya Eva tak percaya.
"Iyaaa. Ayo..." Arva menarik pergelangan tangan Eva dan meninggalkan Marsha.
Marsha yang saat itu terkejut dengan apa yang dilakukan Arva, seketika bertingkah seperti anak kecil yang kehilangan mainannya.
Kedua sahabatnya, Katy dan Melly akhirnya menemukan keberadaan Marsha yang sedang duduk di pinggiran lorong.
"Lo kemana aja sih? gue cariin dari tadi... Marshaaaaa!" teriak Melly.
Mereka berdua pun berlari menghampiri Marsha.
"Yah, kok lo nangis sih?" ceplos Katy polos.
Melly dengan spontan menyikut lengan Katy.
Marsha yang sedikit menangis tidak menjawab pertanyaan sahabatnya. Melly mencoba membantu Marsha bangkit berdiri.
"Cerita sama kita, lo kenapa?" tanya Melly dengan penuh kelembutan.
Akhirnya Marsha membuka mulutnya.
"Gue benci sama Arva!" Marsha menghentakan sebelah kakinya.
Saat Marsha sedang menggerutu kesal, ia melihat seorang laki-laki tampan yang berjalan melewatinya. Hati Marsha langsung terpanah dengan laki-laki itu dan mulai mengusap air matanya dengan kasar.
"Tunggu disini ya guys." Marsha merapikan penampilannya.
Gadis centil itu pun sedikit berlari mengikuti arah kemana laki-laki tampan yang ia lihat.
Kedua sahabatnya yang melihat kelakuan Marsha hanya bisa menggelengkan kepala.

KAMU SEDANG MEMBACA
Regrets of Love
RomanceKamu berhasil menyadarkanku makna cinta yang sesungguhnya. Semua tampak jelas bagaimana caramu menjagaku. Hingga aku mendengar kata yang sudah lama kunanti terucap dari bibirmu. Cinta... Begitulah kedengarannya, sangat manis bukan? Tapi tidak bagik...