Part 35

1.1K 57 1
                                    

Arva kembali ke kampus. Saat mobilnya hendak memasuki area parkir, salah satu petugas menghalangi mobilnya. Arva membunyikan klakson mobilnya berulang kali, namun petugas itu tidak memberikan izin untuk mobil Arva masuk. Emosi Arva mulai meledak kembali, dia pun keluar dari mobilnya dan menghampiri petugas.
"Buka gerbangnya." Arva masih menahan emosinya.
"Untuk apa? tidak ada aktifitas apapun di dalam. Kampus sedang di periksa oleh polisi." Jelas petugas.
'Polisi?' Arva kebingungan mendengar apa yang dikatakan petugas.
"Kenapa polisi bisa ada disini?" tanya Arva bingung.
"Mereka hanya memeriksa penyebab kebakaran yang terjadi di laboratorium." Jawab petugas.
'Eva mengetahui bahwa Zoya berada di lab saat terjadi kebakaran itu. Apa ini semua....' emosinya kembali meluap.
Langkahnya mulai memaksa masuk, namun petugas tetap menghalangi Arva dengan tubuhnya.
"Saya tahu siapa yang menyebabkan semua ini! tolong biarkan saya masuk!" teriak Arva emosi.
"Tidak!" petugas pun mulai emosi.
Arva melepaskan cengkraman tangan petugas itu dengan sangat kasar.
"Tolong ya pak. Tujuan saya datang ke sini untuk hal yang penting. Biarkan saya masuk, saya akan sangat berterima kasih jika bapak mengizinkannya." Katanya dengan nada suara memohon.
Merasa kasihan dengan raut wajah Arva, petugas pun membukakan sedikit celah untuk Arva masuk, meski mobilnya terparkir di luar lingkungan kampus.

Arva berlari menuju laboratorium dengan sangat tergesa-gesa. Ruangan yang sudah tidak terlihat seperti laboratorium sudah di batasi oleh police line. Tampak tiga polisi yang sedang sibuk mencatat dan memeriksa runtuhan-runtuhan di dalam ruangan lab. Arva mencoba masuk ke dalam laboratorium, namun terhenti saat seorang polisi meneriaki dirinya.
"Tunggu. Untuk apa anda disini?" tanya polisi tegas.
Arva pun mengurungkan niatnya.
"Bapak sedang mencari apa?" tanya Arva.
"Kami sedang mencari apakah ada korban lagi dalam peristiwa ini." Jawab salah seorang polisi.
"Tidak, hanya ada satu korban. Dia sudah berada di rumah sakit sekarang dan keadaannya baik-baik saja." Kata Arva segera.
"Bagaimana anda bisa tahu?" polisi itu mulai mencurigai Arva.
Arva terdiam sesaat, dia bingung bagaimana menjelaskan semua itu pada pak polisi. Jika Arva langsung menyebutkan Eva adalah penyebab kebakaran ini, polisi itu tidak akan mempercayai dirinya.
"Apa kamu terlibat atas kebakaran ini?" polisi itu mengerutkan dahinya.
"Tidak pak. Biarkan saya masuk atau setidaknya bapak keluar sebentar. Saya akan jelaskan semuanya, tapi tidak seperti ini." Kata Arva gugup.
Polisi mengabulkan permintaan Arva. Mereka mengizinkan Arva untuk masuk ke laboratorium.

Kini Arva sudah berada dalam ruangan itu.
"Anda bisa jelaskan sekarang." Kata polisi.
Arva melihat sekeliling ruangan, setiap sudut ia perhatikan.
Polisi menepuk bahu Arva untuk menyadarkannya dari pandangan lain.
"M..maaf pak. Saya tidak tahu apa bapak percaya dengan apa yang saya ceritakan atau tidak. Saya mengatakan berdasarkan apa yang saya lihat." Kata Arva.
Ketiga polisi itu menganggapi cerita Arva cukup serius. Arva mulai menceritakan bahwa pada saat para mahasiswa berhamburan keluar gedung, Arva bertanya pada Eva dimana Zoya berada. Hanya Eva yang mengelahui jika Zoya berada di laboratorium.
"Lalu?" tanya salah satu polisi.
"Menurut saya, Eva adalah penyebab kebakaran ini." Jawab Arva.
"Anda tidak bisa menjadikan cerita itu sebagai bukti." Polisi mulai bersikap tegas pada Arva.
"Saya yakin. Kebakaran ini terjadi karena ulahnya. Sebelumnya hubungan mereka sedang tidak baik." Arva kembali gugup.
"Anda tidak bisa mengatakan dia sebagai pelaku jika tidak ada bukti nyata."
Perkataan polisi memang benar. Arva tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk menjadikan Eva sebagai pelaku dari peristiwa ini. Namun takdir Tuhan memang adil. Ketika Arva kembali memandangi sekeliling ruangan, dia melihat suatu benda kecil yang tergantung di sudut atas ruangan. Saat itu juga harapannya untuk mengungkap pelaku terjadinya kebakaran semakin tinggi.
"Pak." Arva menepuk salah satu polisi yang berdiri di sampingnya.
Polisi itu menoleh ke arah jari Arva menunjuk.
"Sekarang kita bisa tahu, siapa dalang dari semua ini." Kata Arva dengan penuh semangat.
"Saya berharap kamera itu tidak rusak."
Mereka semua segera menghampiri ruangan pemantau cctv.

Arva meminta petugas untuk memutar rekaman saat kebakaran terjadi di laboratorium. Rekaman memperlihatkan bahwa Zoya masuk ke dalam ruangan itu seorang diri.
"Lihat, dia hanya sendirian dalam ruangan itu. Kita bisa simpulkan bahwa kebakaran ini terjadi hanyalah kecelakaan." Kata polisi tegas.
"Tidak... saya yakin kebakaran ini terjadi karena perbuatan seseorang."
"Sudahlah... simpan pikiran burukmu itu." Kata salah satu polisi dengan nada meledek.
Kemarahan Arva mulai terpancing. Dia menghampiri dan menarik kerah baju polisi itu dengan sangat kasar.
"Apa yang anda lakukan! anda tahu perbuatan ini dapat di proses melalui jalur hukum." Kata polisi yang lain.
Mendapat ancaman tersebut, Arva mulai memendam emosinya.
"Lihatlah." Petugas itu mengejutkan semua orang yang berada di dalam ruangan.
Bersyukurnya Arva karena di luar rungan laboratorium juga terpasang kamera cctv.
Benar saja, terlihat dengan jelas Eva berada dekat dengan laboratorium. Perempuan itu mengunci pintu saat Zoya sudah masuk ke dalam ruangan tersebut. Tuduhan Arva semakin nyata saat Eva menyalakan sebuah lilin di jendela yang terbuka. Saat api mulai membakar gorden, Eva terlihat ketakutan dan menjauh dari ruangan itu tanpa membuka kembali pintu yang sebelumnya dia kunci.
"Benar kan yang saya katakan!" Arva berteriak pada polisi yang memancing emosinya.
Polisi itu terdiam dan tetap memasang wajah angkuhnya.
"Baiklah, bukti ini akan kami tunjukan pada yayasan sekolah dan akan kami proses ke jalur hukum."
Mendengar pernyataan polisi itu, hati Arva merasa sangat lega. 'Kebenaran akan segera terungkap.' Ujar Arva dalam hati.

Esokan harinya, saat aktifitas mulai berjalan seperti biasa dan mahasiswa sudah berdatangan ke kampus, Arva bertemu dengan Eva.
"Ka Arva." Sapa Eva dengan penuh senyuman.
Arva tidak menanggapi sapaan Eva dan tetap melangkahkan kakinya.
"Ka... tunggu." Eva mensejajarkan langkah Arva.
"Bagaimana keadaan Zoya?"
Seketika amarah Arva kembali meluap.
Arva menatap wajah Eva dengan tatapan membunuh.
"Gimana?" Eva menaikan kedua alisnya.
"Tidak perlu berpura-pura." Arva menekankan setiap perkataannya.
"Maksud kamu?" wajah Eva mulai pucat.
"Semua akan terungkap Eva, secepatnya."
"A..aku..."
Arva meninggalkan Eva yang terpaku menatap dirinya.
"Ka Arva! arrgghhh!!!!!" geram Eva kesal.
"Mana mungkin dia....... no! jangan sampai dia tahu." Eva semakin cemas memikirkan musibah yang terjadi pada temannya, Zoya.

Regrets of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang