Part 1 : Pertemuan yang tak terduga.

17.8K 516 9
                                    

Orang tuaku menyuruhku untuk meneruskan jenjang SMA di Belanda. Namun, aku tidak mau karena aku belum siap hidup sendiri disana. Jadi mau tak mau, aku harus masuk ke sekolah pilihan mamah dan papahku. Karena aku yang memaksa untuk tetap bersekolah di Indo, aku harus nurut dengan sekolah pilihan mereka. Sekolah yang dipilih mamah dan papah cukup terkenal karena fasilitas dan prestasi dari siswa-siswinya. Untuk masuk ke sekolah ini juga tak segampang yang dikira, aku harus melewati beberapa test dinilai cukup rumit. 

Sekolahan yang bernama Bellva International High School ini menjadi incaran para kaum cerdas, terutama yang elite. 

"Jefanka! Cepat kesini! sudah jam berapa ini?" ucap mamah. 

"iya mama, aku lagi pake dasi ini" aku keluar kamar langsung berlari menuju meja makan. 

"sayang, ini hari pertama kamu di SMA, kamu harus bersikap baik disana" papah mengelus rambutku. 

"iya pah, siap!!" aku mengambil sepotong roti yang telah aku beri selai coklat kesukaanku. 

"aku udah beres nih pah, ayo nanti telat" tangan kiriku kugunakan untuk menarik tangan papah, tangan kananku aku gunakan untuk salim dengan mamah. 

"hati-hati ya kalian" ucap mamah.


Selama diperjalanan aku hanya membaca novel Great Expectations karya Charles Dickens yang telah aku siapkan untuk mengisi kekosongan pada jam istirahat nanti. Aku bersyukur MOS (Masa Orientasi Siswa) hanya digelar dalam 3 hari, dalam 3 hari itu juga siswa-siswi baru diberi bekal untuk memasuki jenjang SMA. Hari terakhir MOS, kakak-kakak senior berlomba-lomba mempromosikan ekstrakulikuler yang mereka geluti. Karena dari jaman SD aku sudah menggeluti badminton, jadi aku memilih ekstrakulikuler itu.

Tak terasa mobil papahku sudah berada di depan gerbang sekolah. 

"pah, aku masuk dulu ya" aku salim kepada papah. 

"iya, yang rajin ya belajarnya". 

Bergegas aku turun dari mobil dan memasuki gerbang. Sangat terlihat sekali mana siswa baru, mana yang senior. Siswa-siswi yang berkerumun massal, memandang dari ujung ke ujung, dan menunduk jika ada senior yang lewat, itu adalah siswa-siswi baru. Walaupun aku juga siswi baru, tapi aku tidak suka berkoloni seperti itu. Kakiku mengarah ke arah mading sekolah, aku lihat satu-persatu karya kakak-kakak senior yang dibilang sangat bagus. Dengan melihat karya-karya tersebut, muncul hasrat untuk ikut terjun di grup mading.

"Untuk siswa-siswi baru diharapakan melihat papan pengumuman kelas kalian ya" guru itu berbicara cukup lantang hingga suaranya menggema. 

Aku menyelip dikerumunan siswa-siswi baru lainnya untuk melihat aku ada di kelas mana. 

"mmm Jefan.. Jefan.. Jefanka.. ah ketemu!" jariku berhenti di pertengahan kertas. 

"kelas 10 IPA 1 ya, sepertinya ada di lantai dua". 

Aku menyusuri kelas-kelas, banyak kakak-kakak senior berdiri di luar kelas hanya untuk melihat siswa-siswi baru yang telah terpilih masuk ke sekolah ini.


Derap langkah kakiku berhenti di ruang kelas yang menunjukkan palang kelas 10 IPA 1. Aku duduk di bangku sebelah kanan nomer dua dari depan. Ketika banyak anak-anak cowok masuk, pandangan mereka langsung jatuh dihadapanku. Ada yang berbisik tapi cukup jelas terdengar ke telingaku 

"dia sekelas sama kita?"

Siswa yang sedang berdiri di dekatnya menjawab, "udah cantik, pinter lagi". 

Because of HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang