Bangun tidur kali ini, aku tidak sendirian. Ada Willa yang memutuskan menginap kemarin. Walau hari ini hari sekolah, itu tidak membuatnya kebingungan apa yang akan ia pakai ke sekolah hari ini. Dari mulai seragam sampai kaus kaki, semua barangku dipinjam Willa. Lucunya pagi ini aku sedikit telat bangun, karena hampir sampai tengah malam, kita berdua berbincang-bincang lama sekali. Apapun kita bahas, entah itu masalah artis Hollywood atau siswa-siswi di sekolah.
Pembicaraan itu pun tak luput dari ketiga orang itu, dan disaat itu juga aku memberitahukan kepada Willa bahwa aku dan Nico memutuskan untuk pacaran. Aku sudah menebak reaksi awal Willa akan marah dan tak setuju, karena aku tau betapa sebalnya Willa dengan Nico. Namun aku mencoba meyakinkan Willa bahwa aku menerima Nico itu merupakan keputusan yang tepat. Dan aku juga tidak mau berlayar terus diatas kapal yang tak tau arahnya kemana, tak tau tujuannya kemana.
Perasaanku tidak bisa terus terombang-ambing di dalam hubungan yang tak jelas apa namanya. Dengan penjelasan yang cukup panjang, akhirnya Willa mau menyetujui hubunganku dengan Nico. Karena aku tau, Nico yang terlihat seperti cowok yang dingin, cuek, dan tak peduli itu, diam-diam menyimpan perhatian lebih kepadaku. Aku hanya berharap dia bisa mengisi hatiku sampai penuh, sampai aku tidak lagi merasakan perasaan-perasaan aneh tentang Yugo.
"Je, ngapain lo bengong disitu. Ayo taksi nya udah dateng," ucap Willa dengan lantang membangunkanku dari lamunan.
"Iya bentar, ini lagi pake sepatu."
Selesai memakai sepatu, aku langsung berlari ke arah luar pagar. Di sana sudah ada taksi yang menepi, dan Willa sudah menunggu di dalamnya. Tak lama kemudian taksi pun berangkat dengan kecepatan penuh sesuai dengan perintah Willa.
"Pak, pak.. jangan ngebut-ngebut pak. Jangan dengerin omongan cewek gila ini."
Aku menunjuk-nunjuk Willa yang sedang mengerutkan dahinya.
"Apaan sih lo Je. Gak asyik kalau pelan-pelan."
"Kalau mau asyik mending sana lo bawa mobil di sirkuit balapan," jawabku dengan menarik rambutnya.
"Ini anak lagi sakit malah tambah gila."
"Ciee orang gila bilang gila.."
Aku mengacak-acak poninya. Willa pun hanya cemberut melihat poninya yang berantakan. Sama-sama memiliki poni, tapi poninya Willa ini poni menyamping, sedangkan poniku adalah poni penuh yang menutupi dahiku.
Sepanjang jalan menuju sekolah kita habiskan dengan mengobrol, seperti tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan ketika sedang mengobrol dengan sahabatku ini. Seragamku yang dipakai dia juga tak luput dari perbincangan. Badanku lebih kecil daripada Willa jadi wajar saja ketika dipakai Willa, seragam itu terlihat pas sekali. Semoga aja tidak ada razia seragam hari ini, kalau ada mungkin Willa bisa diseret ke ruang osis.
Jalan menuju area sekolah tidak sepadat kemarin, jadi beruntung lah hari ini tidak terlalu telat seperti kemarin. Selesai membayar ongkos taksi, aku membenarkan tasku untuk siap-siap keluar dari taksi. Ketika aku keluar, aku menyenggol badan seseorang.
"Sorry.." kataku pelan.
Saat aku menoleh ke arah wajahnya, ternyata itu Nico.
Kak Nico?"
Tiba-tiba aku merasa ada aura-aura aneh menyelimutiku.
"Hai Je," sapanya singkat. Aku tersenyum kecil ke arahnya, dan diapun membalasku begitu. Entah mengapa rasanya awkward sekali kalau mengingat kejadian kemarin. Pasti yang ada dibenaknya Nico sekarang sama sepertiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because of Him
RomanceBerawal dari siswa-siswi yang tak saling mengenal, antara lain Jefanka dan Yugo. Mereka bertemu secara tak sengaja di sebuah waktu yang tak terduga. Kejadian demi kejadian membuat mereka dekat dan sesuatu hal yang tak diharapkan terjadi, tumbuh...