Part 14 : Panggilan teman atau cinta?

6.7K 236 0
                                    


Hari Minggu pagi ini tak seperti Hari Minggu pagi seperti biasanya. Bukannya alarm yang membangunkanku, malah dering hapeku yang menggema tepat di telinga kananku.

"Ya ampun siapa juga sih yang telpon Minggu pagi kayak gini!"

Aku ambil hapeku dengan tangan kiriku. Karena belum sadar sepenuhnya, hape itu seperti ingin melarikan diri dariku dan jatuh ke lantai.

"Mati gue!" Tiba-tiba kesadaranku langsung pulih seutuhnya.

"Ini tuh hape tahan air, bukan tahan banting!"

Sesaat aku ambil hape itu kembali, dering telponnya sudah berhenti. Ketika aku lihat siapa yang menelpon, ternyata itu adalah Yugo. Dengan sigap aku langsung menelpon Yugo.

"Ha..halo Kak Yugo. Maaf tadi gak sempet angkat telponnya. Btw ada apa ya kak?"

"Iya gak apa-apa Je. Gini gue mau ajak lo main ke Theme Park jam 10 hari ini," ucapnya dengan nada semangat. 

Tiba-tiba keheningan menghampiriku.

"Ternyata bener kata Kak Oka!"

"Halo Je? Gimana?"

Tanpa basa-basi aku langsung berkata, "Ya, Kak. Gue mau."

Yugo memberikan penjelasan bahwa ia dan teman-temannya akan menjemputku jam 10, untuk sekalian berangkat lewat tol dekat perumahanku. Aku pun disuruhnya untuk mengajak Willa agar lebih ramai. Aku tau kalau aku memberitahukan kepada Willa kalau Kak Nico ikut, pasti aku sudah terkena cakaran mautnya, jadi aku memutuskan untuk hanya bilang bahwa kita akan main ke ThemePark dengan teman-temannya Yugo. Begitu mendengar penjelasanku, anehnya Willa menyetujuinya tanpa bertanya siapa saja yang akan ikut. Sebelum kedatangan mereka, Willa sudah terlebih dahulu stand by di rumahku.

"Kebetulan banget Je, gue emang lagi butuh main kayak gini!" ucap Willa sambil melahap beberapa potong cheese cake yang disuguhkan oleh Mamahku.

Kita berdua duduk di depan rumah untuk menunggu kedatangan mereka. Aku memutar-mutarkan hapeku di meja, sementara Willa masih sibuk memakan cake itu, sampai remah-remahannya pun ia makan.

"Will, kalau lapar bilang gue! Kalau kurang kan gue bisa ambilin lagi di kulkas." Willa malah tertawa mendengar perkataanku.


Tak beberapa lama ada sebuah mobil berjenis Audi R8 Spyder 5, 2 FSI Quattro yang berwarna hitam berhenti di depan gerbang rumahku.

"Will, Will, itu mobil siapa ya?" kataku penasaran. Salah satu penumpang pun menurunkan fiber glass nya.

"Gimana kalian udah siap?" Tanya Yugo.

"Oh Kak Yugo, iya kak, udah kok."

Bergegas aku masuk ke dalam rumah untuk pamit dengan Mamah dan meraih ranselku di tangan kiri, juga meraih Willa di tangan kanan.

"Je, Je, gak usah menyeret gue kayak gini kali!" gerutu Willa.

Ketika pintu mobil di buka, Willa kaget bukan main.

"KOK ADA LO?!" ucap Willa dan Nico kompak sambil menunjuk satu sama lain.

"Je, kenapa senior ngeselin ini ikut sih?!" Willa mulai bertingkah seperti cacing kepanasan.

"Okay bentar-bentar.. kan gue udah bilang Kak Yugo dan teman-temannya yang ikut. Kan Kak Nico juga temennya Kak Yugo,Will."

Sontak jawabanku membuat Willa terdiam dengan dahi mengkerut dan bibir cemberut.

Di satu sisi Nico juga tak terima. "Go, lo kok gak bilang sama gue kalau junior tengil ini ikut?!"

Dengan santai Yugo menjawab, "Lo lupa ya? Kan gue udah bilang Jefanka bakal ikut dan kayaknya Willa juga nemenin dia."

"Gue denger kalau Jefanka bakal ikut, tapi yang gue gak denger itu pas bagian nama itu anak."

Nico menunjuk ke arah Willa tapi tak sejalan dengan matanya.

"Udah deh guys. Kita kan disini mau seneng-seneng. Lupain dulu lah permasalahan pribadi kalian."

Mendengar perkataan Oka nan bijak itu Willa dan Nico sama-sama menarik nafas lalu berjabat tangan, seketika itu pula aku dan Yugo tersenyum lebar. Aku duduk di bangku kedua bersama Yugo dan Willa, aku tepat duduk di tengah-tengah mereka. Entah mengapa nama Yugo di hatiku semakin terlihat dan tak lagi abstrak. Padahal beberapa minggu yang lalu nama itu masih begitu abstrak. Disaat yang bersamaan, hatiku pun sedikit sakit, karena dia hanya menganggap aku sebagai teman atau mungkin adik.


Jalan tempuh sampaidi Theme Park itu sekitar satu jam, itu pun kalau tidak macet. Kita bernyanyi seperti seorang superstar untuk membunuh waktu. Bersyukur sekali untuk hari ini,kita tidak terjebak macet, biasanya kan hari libur seperti ini banyak sekali titik kemacetan di jalanan ibu kota ini. Mobil memasuki parkiran, seketika itu pula aku, Willa, Oka, Nico, dan Yugo mengantri membeli tiket masuk, lalu berlari memasuki pintu masuk Theme Park.

Wahana yang pertama kita naiki adalah bianglala. Bukan tanpa alasan, karena Willa sudah berlari lebih dulu ke arah bianglala itu. Satu tempat bianglala yang terlihat cukup luas itu bisa menampung sampai lima orang sekaligus. Ketika bianglala yang kita naiki berada di puncak, gedung-gedung pencakar langit seakan-akan berdiri dan menyapa kita yang sedang menatapnya.

Rumah-rumah pun seperti menunduk malu karena keagungan gedung-gedung itu. Aku alihkan pandanganku ke langit yang terasa begitu luas. Warna langit itu terlihat senada dengan gedung-gedung yang berdiri dibawahnya. Desiran angin yang tiba-tiba muncul dari belakang leherku, seperti merasakan ada tangan seseorang yang menggelitiki daerah itu. Yugo yang melihat ekspresiku, malah tersenyum geli. Sudah asyik menikmati pemandangan yang ada di sekitar, mataku beralih melihat Oka, Nico, Willa, dan Yugo, satu-persatu.

Lucu sekali memperhatikan ekspresi orang-orang yang bersamaku ini. Oka yang selalu ingin terlihat cool, kali ini dia tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya, karena yang ia lakukan ini adalah berpegangan erat dengan besi sandarannya. Nico, cowok yang satu ini entah memang cool sungguhan, atau lebih ke acuh tak acuh, aku tidak bisa membaca ekspresinya sama sekali, bahkan bahasa tubuhnya sekalipun. Seakan tidak peduli dengan hal-hal yang ada disekitarnya, ia duduk seperti patung dengan mata lurus menatap ke depan.

Cewek yang bernama Willa ini seperti anak balita yang super aktif atau bisa disebut juga dengan hiperaktif. Dia too excited dengan pemandangan yang diperlihatkan kota ini kepada kita. Perbuatan dia yang tak bisa diam itu membuat bianglala yang kita naiki ini sedikit mengayun, dan dampaknya sudah diketahui, Oka langsung teriak histeris seperti ada tokoh Grimm Reaper yang mengagetkannya di tengah malam.

Melihat tingkah mereka bertiga, sungguh membuatku tertawa terpingkal-pingkal. Aku lupa dengan Yugo, yang dia lakukan kini hanya mengobrol denganku. Kita berdua seperti sepasang kekasih yang sudah lama tak bertemu, banyak sekali persoalan yang dibahas, bahkan satu jam berada di dalam mobil tadi pun tak cukup untuk membuat Yugo berhenti mengobrol denganku.

*****


(sambungan di Next Part 15)

*Terima kasih sudah menyimak part ini, maaf cerita ini masih menggantung karena bagian ceritanya terlalu panjang, jadi aku bagi jadi dua deh.

*Nantikan sambungan dua minggu lagi


Because of HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang