Duduk sendiri di sudut tribun tidak membuatku merasa lebih baik. Hanya berteman raket dan botol minum yang berisi air jeruk ini, aku sendiri di sudut ini dengan mata menatap ke arah Nico dan Yugo yang sedang berbincang di sudut lain tribun. Sesekali aku menghentak-hentakan kakiku, berpura-pura sedang mendengar alunan lagu.
Aku berusaha membuat pikiranku tetap fokus dengan pertandingan ini, pertandingan yang tinggal sekali lagi harus aku lalui. Namun ini sungguh tidak membuatku senang, karena selama hampir seminggu ini, Nico tidak seperti biasanya. Walaupun saat kita latihan sebentar atau bertanding, dia bersikap normal yang aku tau dia hanya bersikap professional, tapi setelah itu berakhir, dia kembali mengabaikanku. Hal yang paling menyebalkannya adalah mengapa selama ini dia mengabaikanku?!
"Jeeee!"
Terdengar suara seseorang yang melengking memanggil namaku, dan siapa lagi kalau bukan, "berisik Wil!!"
"Iya deh, sorry.. abisnya gue liat dari kejauhan lo bengong mulu. Oya congrats ya cabatku yang cantique dan maniss," ucap Willa dengan suara seperti anak alay.
"Lebay lo ah!"
Aku memukulnya dengan raket tepat di kepalanya.
"AW! Sakit Je!."
"Tuhkan lebay lagi, Gue kan cuma pelan-pelan mukulnya."
Aku pun kembali memalingkan pandanganku ke arah lapangan.
"Lo kenapa sih Je? Lo kan udah masuk final, tinggal selangkah lagi ngalahin Mackenzie itu, tapi kenapa muka lo asem gitu sih?!"
Willa mencondongkan wajahnya ke arahku.
"Ya lo tau lah kenapa gue kayak gini selama seminggu ini," ucapku dengan pelan.
"Ya ampun Je! Orang kayak gitu jangan dipikirin! Lo tau kan kalau gue dasarnya emang sebel banget sama orang itu, tapi karena gue temenan sama temennya temen gue, gue harus bersikap baik sama dia dan ngebuang rasa sebel gue."
"Temenan sama temennya temen gue."
Tiba-tiba aku mengulangi perkataan Willa yang menurutku lucu itu.
Beberapa detik kemudian tertawaku dan Willa pun langsung pecah.
Mungkin pertandingan ini terasa cukup berat karena teman baikku sendiri, Willa dan Genta telah dikalahkan di sesi semi final. Setelah berbicang-bincang lama dengan Willa, aku baru menyadari 10 menit lagi adalah giliranku untuk bertanding di babak final ini. Aku dan Willa pun beranjak dari bangku tribun dan berjalan ke bawah lapangan, yang mana Nico dan Yugo sudah ada berada di sana.
"Jee! Se ma ngat!" ucap Yugo dengan lantang.
"Haha apaan sih kak, but thanks. Oya kak jangan lupa nanti makan-makan loh! Kan kakak udah menang duluan tadi pagi."
Aku tertawa sambil memukul bahu Yugo dengan kepalan tanganku. Di saat itu juga aku menangkap pandangan mata Nico yang tadinya melihatku bercanda dengan Yugo, kini memalingkannya ke arah lain.
"Ayo kalian siapkan?" tanya Kak Zacky, pelatih badminton di klub kami yang super duper baik dan juga pengertian. Dia menepuk pundakku dan Nico untuk memacu semangat. Aku balas dengan anggukan semangat juga.
"Pertandingan kali ini ganda campuran dari SMA Bellva International High School yaitu Nico Enrique Friza dan Jefanka Yesinca Julie melawan SMA Mackenzie yaitu Sussie Sussanze dan Hermapala Abi. Babak pertama berjalan mulus seperti jalan raya yang baru diberi aspal. Namun tidak dengan babak kedua. Kita tidak seperti biasanya yang hanya membutuhkan dua babak saja untuk mengalahkan lawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because of Him
RomanceBerawal dari siswa-siswi yang tak saling mengenal, antara lain Jefanka dan Yugo. Mereka bertemu secara tak sengaja di sebuah waktu yang tak terduga. Kejadian demi kejadian membuat mereka dekat dan sesuatu hal yang tak diharapkan terjadi, tumbuh...