Satu, dua, tiga, puluhan, bahkan ratusan lebih tetes air hujan menghujam tubuhku tepat saat aku keluar dari busway. Tak mengira bahwa pagi ini akan hujan deras seperti ini. Padahal saat aku keluar dari rumah, cuaca terbilang cukup cerah dan tak mendung. Dengan cepat aku berlari ke sebuah toko yang masih tutup untuk berteduh. Aku rogoh isi tasku dengan tangan kananku. Aku mencoba meraba-raba, mencari keberadaan payung berwarna biru dengan corak bunga di tepinya.
"Hah tak mungkin!"
Dengan rasa tak sabar aku langsung buka tasku lebar-lebar dan mengeluarkan beberapa barangku yang ada didalamnya, seperti buku dan kotak pensil.
"Aduh jangan-jangan ketinggalan?!" Aku menepuk jidatku.
Payungku ternyata tak ada di dalam tasku. Aku kembalikan lagi buku dan kotak pensilku ke dalam tas. Sejauh mata memandang tak ada satupun siswa atau siswi yang lewat menggunakan payung.
"Haha tentu saja tak mungkin! Ini kan sekolahan elite."
Sesuatu hal tabu bila ada siswa atau siswi yang tidak membawa kendaraan pribadi, kalau tak bawa sendiri, ya diantar oleh supir. Bellva International High School ini memang diperuntukkan untuk orang yang luar biasa cerdas atau luar biasa kaya. Aku? Bisa dibilang keduanya. Sebelum masuk ke sekolah ini aku lolos tes kualifikasi di sekolah untuk kaum cerdas di London. Maka dari itu orang tuaku bersikeras untuk mencoba menyekolahkanku disana. Dan soal kaya itu, aku tidak suka memamerkan harta orang tuaku. Padahal Mamah pernah memaksaku untuk aku membawa kendaraan sendiri.
Sebuah mobil model CCX dengan merek Koenigsegg yang berwarna merah dibelikan Papahku tahunlalu sebagai hadiah ulang tahunku.. Bahkan Papah juga tak segan-segan untuk menyediakan supir pribadi untukku. Bukan suatu yang bisa dibanggakan karena aku tak suka jadi pusat perhatian. Karena aku tak mau membawa mobil itu dan lebih memilih untuk menaiki transportasi umum, mobil itu pun hanya terbengkalai di garasi rumah, tapi sesekali sering dibawa Mamah untuk pergi. Sebelumnya adikku, Glenn, ingin sekali membawa mobil itu. Namun suatu hal yang merepotkan bagi Papahku jika harus mengirimkan mobil itu ke Singapura.
Setelah berpikir cukup panjang, tiba-tiba ada sebuah mobil Toyota ft 86 Aero berwarna hitam legam berhenti di depanku dan membunyikan klaksonnya. Aku tak tau itu mobil siapa, sampai aku terkejut ketika kacanya ia turunkan.
"Je, ayo naik!" dan ternyata itu Oka.
Tanpa pikir panjang, aku langsung naik ke mobil itu.
"Wah Kak Oka thank you so bad ya!" kataku sambil mengelap tanganku yang kebahasan dengan menggunakan tissue.
"No problem kali Je. Emangnya lo gak bawa kendaraan?" Tanya Oka sambil memutar arah.
"Gak kak, gue suka males kalau harus bawa mobil sendiri. Gue lebih suka naik transportasi umum. Tapi sialnya pagi ini gue lupa bawa payung. Jadinya ya kayak gini deh haha."
Seragamku sudah lepek sekali terkena guyuran hujan tadi. Aku ambil bukuku, lalu aku kipas-kipaskan ke seragamku. Tiba-tiba Oka mengulurkan tangan kirinya yang menggenggam jaket.
"Pake aja Je. Seragam lo udah basah banget itu."
"Tapi kak.."
"Apa perlu gue pakein hehe," kekehan Oka membuatku terkekeh canggung.
Aku raih jaket berwarna abu-abu itu, dan langsung aku pakai.
"Ya ampun ini wanginya Kak Oka toh? Duh gue mikir apa sih?!" secara reflek aku menepuk jidatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because of Him
RomanceBerawal dari siswa-siswi yang tak saling mengenal, antara lain Jefanka dan Yugo. Mereka bertemu secara tak sengaja di sebuah waktu yang tak terduga. Kejadian demi kejadian membuat mereka dekat dan sesuatu hal yang tak diharapkan terjadi, tumbuh...