Aku sama sekali tak membayangkan bahwa hari ini akan datang juga. Setelah sebelumnya menjadi nenek-nenek yang bawel luar biasa, akhirnya Nico mengajakku untuk latihan bareng. Ya hari ini adalah hari pertamaku latihan bareng sama Nico. Untuk kita, ini yang pertama, tapi untuk orang lain? Sudah berkali-kali.
Dari pertama aku mengenal sosok Nico, aku tau akan seperti ini jadinya. Nico itu cowok yang individualis, cuek, dan dingin. Dia sama sekali tidak cocok jika harus bermain sebagai partner. Aku kira latihan dengannya merupakan nasib sialku hari ini, tapi ternyata bukan hanya itu. Ketika aku bersiap untuk keluar kelas di saat bel pulang berbunyi, Guru matematika memanggilku.
"Jefanka, tolong kamu kumpulkan tugas matematika teman-teman kamu."
Dari sekian banyak murid yang ada di kelas, entah kenapa malah aku yang dipanggil. Aku melihat ke arah Willa yang sedang bermalas-malasan di atas meja. Aku memicingkan mata kepadanya dengan tanda kode, tapi betapa menyebalkannya, dia hanya menjulurkan lidahnya dan kembali memejamkan mata. Dengan langkah kaki cepat, aku raih buku-buku itu.
"Ini pak, sudah semua." Aku langsung melangkah ke arah pintu.
"Hey, kamu mau kemana? Bantu bapak bawa ini semua ke ruang guru."
"Tapi pak.." belum sempat melanjutkan perkataanku, Pak Ardan sudah mengancam duluan.
"Kamu mau bapak majukan ulangan matematika jadi lusa nanti?"
"JANGAN PAAAK!!" teriak semua teman-teman.
Mereka seperti sedang mendengar kabar yang paling buruk sedunia. Bahkan Willa pun memunculkan wajah shocknya.
"Je, jangan ngebantah Pak Ardan!"
Willa menegurku dengan mengedip-ngedipkan matanya.
"Aku tau nih, ini anak lagi ngasih kode ke gue, tapi demi keselamatan temen sekelas, gue harus nurut."
Melihat Willa seperti itu, aku balas ia dengan menjulurkan lidah seperti perbuatan dia sebelumnya.
"Baik pak."
Aku membawa semua buku itu dalam sekali angkutan.
Dengan mendaratnya buku-buku itu di atas meja Pak Ardan, aku berjalan perlahan keluar ruang guru, dan berlari menuju loker untuk mengambil raket, seragam, dan handuk.
"Gawaaat! Gue udah telat banget!" kataku dengan nafas sudah tak teratur. Aku segera ke kamar mandi untuk ganti seragam badminton. Setelah berganti baju, aku berlari lagi menuju gedung olahraga.
Sesampainya di sana, aku melihat Nico sudah duduk mematung. Hanya berteman botol air mineral dan raket, dia menunggu di bangku paling sudut gedung ini. Aku mempersiapkan mentalku untuk menghadapi kemarahannya dan kembali berlari menghampirinya.
"Kak Nico, sorry banget gue.."
Dia tidak memberiku kesempatan untuk menjelaskan. Beranjak dari kursinya, ia langsung berdiri di sebrang lapangan.
"Ayo latihan sekarang," katanya dengan singkat.
"Mampus gue... raut mukanya lebih dingin dari biasanya."
Aku mengangguk ke arahnya dan berdiri di sisi lain lapangan ini.
Saat perrtama ia mengoper shuttle cock itu dengan perlahan, tapi semakin lama, gerakannya semakin cepat. Hanya dalam sejam, aku sudah merasa letih luar biasa. Dia sama sekali tidak merubah ekspresinya dari semenjak tadi melihatku berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because of Him
RomanceBerawal dari siswa-siswi yang tak saling mengenal, antara lain Jefanka dan Yugo. Mereka bertemu secara tak sengaja di sebuah waktu yang tak terduga. Kejadian demi kejadian membuat mereka dekat dan sesuatu hal yang tak diharapkan terjadi, tumbuh...